Withered Flower: Euodia

Start from the beginning
                                    

"Read the others." Lava mengarahkannya ke dokumen-dokumen lain.

Gadis itu meliriknya sekilas sebelum melakukan apa yang dia suruh. Surat-surat asuransi, tabungan, dan beberapa sertifikat atas nama orangtuanya.

"A-apa ini?" tanya Euodia kemudian. Kenapa surat-surat penting milik orangtuanya yang sudah meninggal ada pada Lava? Euodia tidak akan heran kalau semua berkas itu diambil oleh paman dan bibinya.

"Itu hanya salinan," tanggap Lava tenang. "Kau bisa menebak siapa yang membawa surat-surat yang asli."

Pandangan keduanya bertemu lagi.

"Aku bisa membantumu mengklaim semua yang seharusnya jadi milikmu," kata Lava untuk meyakinkannya. "Itu terserah padamu. Yang pasti, aku di sini untuk membantu. Lebih dari itu, ada seseorang yang ingin bertemu denganmu."

"Soal apa ini?" tanya Euodia bingung. Alih-alih menjelaskan padanya, Lava justru terkesan membawa Euodia ke tengah-tengah labirin. Sosoknya mencurigakan, sekaligus mengundang gadis itu supaya menuruti kata-katanya.

Lava lagi-lagi tersenyum. "Aku akan ke sini lagi besok. Bersiaplah kalau kau bersedia ikut."

Tanpa Euodia sempat bertanya lagi, Lava telah terlanjur berbalik pergi. Selain nama dan salinan surat-surat yang dibawanya, dia tidak memberi petunjuk lain. Gadis itu bimbang. Akankah dia menerima tawarannya atau tidak. Apa ada maksud tersembunyi di balik itu? Jika memang ada, apa yang diinginkannya dari Euodia yang bukan siapa-siapa?

Mematung lama dalam kamar rumah sakit, gadis itu merenung dalam kegelapan. Polisi yang berjaga telah pergi entah ke mana.

Sinar dari luar menerobos masuk ke sela-sela tirai jendela. Euodia termangu. Rahangnya menekan saat perutnya bergolak lagi. Kemudian dalam kegelapan yang merayap hatinya, dia memutuskan.

***

Lava benar-benar datang keesokan harinya. Sebelum dia membawa Euodia, Moran memandang keduanya aneh dari kejauhan. Moran sempat bertanya apakah Euodia sungguh-sungguh ingin pergi dengan laki-laki asing itu, dan Euodia menjawab yakin. Lava menuntunnya ke dalam sebuah mobil mewah. Dia tidak mengatakan apa pun selama perjalanan. Mobil itupun akhirnya berhenti di pekarangan sebuah gedung hotel yang menjulang tinggi.

Euodia sempat gugup beberapa saat. Tapi Lava yang menyadarinya mengatakan sesuatu.

"Kami tidak berniat melakukan hal yang buruk padamu," ucapnya.

Euodia pun mati-matian meredam degup jantungnya yang memompa dua kali lebih cepat. Lewat lift, mereka naik ke lantai sembilan. Lava mengarahkannya ke salah satu pintu. Dia menekan tombol bingkai. Selang tidak lama, terdengar suara seseorang dari dalam.

"Siapa?" Suara laki-laki. Euodia makin mempertanyakan keputusannya sendiri.

"Это я (Ini aku)," balas Lava.

Pintu itu langsung dibuka. Tubuh Lava menyamping, mengisyaratkan Euodia untuk masuk mendahuluinya. Gadis itu sempat menelan ludah sebelum menurut patuh. Melewati ambang pintu, dia menunduk melihat satu lagi laki-laki. Sorotnya membekukan. Tapi saat Euodia melihat ke arahnya, laki-laki itu tampak menghindari kontak mata.

Euodia semakin masuk ke dalam, tepatnya di ruang tengah—karena ruang kamar terpisah. Di sana dia mendapati seorang perempuan berambut pirang tengah asyik memainkan sesuatu di ponsel. Dia mengangkat wajah begitu menyadari kehadiran Euodia.

"Его желудок уже выпуклый (Perutnya sudah membuncit)," ujar Oleander mengangkat alis. Euodia tidak bisa mengartikan maknanya. Dari nadanya saja terdengar seperti mencemooh.

When Marshmallow Meet Dark ChocolateWhere stories live. Discover now