12. Dark Chocolate: Shadow

1.5K 205 1
                                    

Tahu-tahu saat Tiara bangun, langit di luar sudah gelap. Gadis itu mengecek ponselnya, mengetahui hari sudah sore. Dia lantas menguap ditambah meregangkan sedikit ototnya yang kaku. Baru sebentar, tapi Tiara merasa dia sangat membaik. Rumah itu begitu nyaman—tenang, juga tidak ada larangan-larangan yang biasa Gladys ucapkan padanya.

Keluar dari kamar, Tiara mengerjap saat melihat seseorang tengah berjalan mundur. Dilihat dari potongan rambut dan postur tubuhnya, orang itu bisa dipastikan laki-laki. Tiara memiringkan kepala. Gadis itu mengerjap antusias. Biar bagaimana pun dirinya sedang berada di lingkungan baru dengan orang-orang yang akan dia kenal tidak lama lagi. Semakin cepat gadis itu membaur, maka semakin cepat pula dia akan memiliki banyak teman.

Tiara sengaja tidak menyingkir, supaya laki-laki itu minimal menyenggolnya. Namun ketika senggolan ringan itu terjadi, bukannya menoleh, dia justru berteriak dan langsung jongkok—ditambah memejamkan mata dan membekap kuping. Tiara mengernyit heran. Apa yang sedang laki-laki itu takutkan? Tiara bahkan bisa mendengarnya mengucapkan bahasa-bahasa asing layaknya mantra, mungkin untuk mengusir setan.

Karena tidak bisa melihat wajahnya, Tiara kemudian bergerak ke hadapan laki-laki itu. Dia lantas berjongkok supaya laki-laki tadi bisa melihatnya juga—yang pasti dia bukanlah makhluk yang pantas ditakuti. Cara Tiara berhasil. Laki-laki itu langsung menghela napas lega.

"Kau bukan monster yang kulihat kemarin itu," simpul si Laki-laki sedikit menggerutu. Tatapannya mengarah ke Tiara lurus. Wajah yang asing, pikirnya. "Siapa kau? Penghuni baru juga? Ada tiga penghuni baru yang dua di antaranya aneh. Kau menempati kamar kosong di pojokan itu?"

Tiara bisa mendengar rentetan pertanyaan yang keluar dari laki-laki penakut itu, tapi jika terlalu banyak kata di dalamnya, ditambah dengan pengucapan yang cepat, fokus Tiara akan langsung buyar. Alhasil, dia hanya bisa balas menatap kaku sambil tetap berusaha mengingat apa yang laki-laki itu katakan padanya. Tiara punya ide untuk membalasnya. Gadis itu kemudian mengetikkan sesuatu pada layar ponselnya—yang mana cukup makan waktu karena dia hanya bisa mengandalkan tangan kiri. Setelah selesai, dia pun menunjukkannya pada lawan bicaranya kali ini.

(Aku Tiara. Baru pindah kemarin.)

Luki mengangguk-angguk meski dahinya berkerut. Dia tidak bisa bicara? Pikir Luki bertanya. Lagi-lagi Irene mendatangkan orang aneh lagi ke rumah mereka.

"Kalian ngapain di situ?" tanya Damar yang entah sejak kapan melihat mereka di ujung lorong.

Luki dan Tiara sama-sama bangkit berdiri. Gadis itu menoleh pada Luki, memberi isyarat tanya siapa laki-laki yang memergoki mereka tadi.

"Itu Damar," sebut Luki saat Damar perlahan melangkah menghampiri mereka. "Damar, ini Tiara."

Laki-laki bernama Damar itupun menyunggingkan senyum manis pada Tiara. Sekilas, meski hanya sedetik, senyum itu langsung mengingatkan Tiara pada Dheo. Postur tubuhnya tegap dengan aroma lemon yang segar. Pandangannya ramah dan menyenangkan, apalagi sepasang mata Damar jernih seperti laguna pagi hari.

The boy is really something.

"Aku tahu. Aku melihatmu semalam," kata Damar. Dia sengaja menambahkan jeda pada kalimat berikut supaya Tiara bisa memahaminya. "Bibi Irene dan Susan menyiapkan banyak makanan di ruang tengah. Ayo ke sana."

Luki berjalan duluan dengan cueknya, sementara Damar memberikan lagi isyarat supaya Tiara mengikutinya—bersama bergabung ke pesta kecil sebagai sambutan pada penghuni baru. Gadis itupun melangkah di belakang Damar yang juga membiarkannya memegangi bagian bawah kaus laki-laki itu.

Saat mereka datang, ruang tengah telah ramai. Meja besar di sana telah tersaji dengan bermacam-macam makanan layaknya pesta. Ada Susan yang menaruh senampan penuh gelas-gelas berisi jus jeruk, Irene yang mengaduk-aduk saus kecap pedas untuk ayam yang baru matang dipanggang, juga Logan yang membawakan setumpuk piring ke sana.

When Marshmallow Meet Dark ChocolateWhere stories live. Discover now