15. Dark Chocolate: Decoy

1.5K 189 1
                                    

Napasnya terengah-engah setelah tangan laki-laki itu terlepas dari pegangan besi. Dia terjatuh untuk yang ketiga kalinya ini. Tapi biar bagaimana pun juga, hari ini masih cukup baik dibandingkan kemarin. Ranan telah mampu melangkah sebanyak delapan kali—itupun dengan nyaris menguras habis energinya.

Peluh membasahi wajah laki-laki itu. Dia pun terduduk bersandar pada dua deretan buku di baris paling bawah rak kamarnya. Ranan melirik pada jam digital di atas meja komputer, mengetahui kalau saat ini sudah jam satu malam lewat. Kelopak matanya berkedip pelan ditambah desahan. Laki-laki itu kemudian menyeret kaki menghampiri kursi roda lalu naik ke sana dengan susah payah. Selanjutnya dia pun bergerak seperti biasa ke lantai dasar.

Sesampainya Ranan di lantai satu, Loli menyambutnya dengan gemerincing lonceng kecil yang dipasang di kalung pink kucing itu. Loli mengeong sekali sebelum berlari kecil mengikuti Ranan. Ketika di dapur, Ranan juga mendapati Oreo tengah mengendus-ngendus salah satu laci. Mengerutkan kening, laki-laki itu membuka laci, menemukan plastik biskuit anjing yang rupanya tidak dijepit. Ranan mengambilnya, yang lantas membuat Oreo dan Loli duduk manis di sebelahnya juga menggerak-gerakkan lidah—menunggu laki-laki itu memberi mereka makan.

Mendengus, biarpun sebal, Ranan membawa plastik biskuit itu ke ruang tengah di mana ruangnya lebih lebar dari dapur yang sempit. Di sana dia mengambil segenggam biskuit kemudian melemparkannya satu per satu pada Loli dan Oreo. Saat itulah, suara langkah kaki yang begitu samar mengejutkannya. Kepala Ranan pun refleks menoleh cepat.

Gadis itu terkesiap kaget—tidak menyangka langkah mengendapnya gagal. Biasanya cara itu selalu berhasil tiap dia hendak mencuri manisan dari dapur tanpa sepengetahuan Gladys. Rupanya trik itu tidak bekerja bagi Ranan yang jarang sekali mengenyahkan kewaspadaan.

Sudah beberapa hari berlalu semenjak Ranan melihat Tiara di dapur saat dini hari. Meski menurut Ranan gadis itu agak kurang "waras", tetap saja dia tidak bisa memaklumi kehadiran tiba-tiba Tiara. Laki-laki itupun mengernyit lagi, terang-terangan menunjukkan ketidaksukaan.

Tiara langsung memalingkan wajah karena agak takut menerima tatapan tajam Ranan. Dia bergerak menyamping sementara kepalanya mendongak. Tangannya membuka lemari es lalu mencari-cari dua wadah lidah buaya dalam sirup manis milik Yanet. Tiara tidak mau tahu. Dia cukup diam saja saat Yanet bingung nantinya mengetahui manisan itu hilang satu wadah.

Menutup pintu kulkas dengan sangat pelan, Tiara berbalik hendak kembali ke kamarnya. Namun suara laki-laki itu seolah menjadi tombol baginya untuk bergeming.

"Berhenti," ucap Ranan yang biarpun pelan tapi sangat jelas terdengar. "Berputar." Dia memerintahkan seolah kata-katanya mutlak.

Tiara belum cukup kenal dengan laki-laki yang selalu mengenakan pakaian muram itu, sehingga tidak bisa memperkirakan apa yang akan kira-kira Ranan lakukan apabila dirinya tidak bergerak patuh. Sesuai perkataan Susan, lebih baik tidak memancing emosi Ranan yang seringkali labil. Lagipula siapa yang akan jamin kalau laki-laki itu tidak akan berteriak membentaknya lagi? Merasa tidak punya pilihan, Tiara pun perlahan membalikkan badan.

Saat itulah Ranan menggerakkan kursi rodanya mendekat. Dia berhenti saat jarak mereka berdua kurang lebih satu meter.

"Meski mama mengenalmu..," katanya menggantung sesaat. "Ada beberapa hal darimu yang menggangguku."

Tiara diam. Pandangannya menyorot ke bawah karena kepalanya sedikit menunduk.

"Apa kau pernah datang ke sini sebelumnya?"

Tiara tertegun sesaat. Setelahnya gadis itu mengangkat wajah memandang Ranan. Alisnya mengernyit aneh. Dia tidak sekali dua kali menerima pertanyaan semacam itu, namun kali ini Ranan melakukannya? Laki-laki yang sepertinya amat protektif pada diri sendiri, anti sosial, dan emosional tidak akan mungkin melontarkan pertanyaan seperti itu kalau motifnya hanya untuk basa-basi.

When Marshmallow Meet Dark ChocolateWhere stories live. Discover now