28. Another Chocolate in Box

1.4K 164 14
                                    


Hawa dingin menyergap Diah. Sekujur tubuhnya menggigil akibat baju seragamnya yang sekarang basah kuyup. Ketakutan, gadis itu juga merasakan sisi wajahnya tengah ditelusuri sesuatu-logam yang juga dingin.

"... aku akan mengoperasi wajah ini menjadi amat mengerikan."

Dari nada suaranya, Diah mengartikannya berasal dari seorang laki-laki. Siapa? Entahlah. Diah sama sekali tidak ingat pernah mendengar suara orang itu sebelumnya. Kenapa dirinya sampai dibawa ke tempat ini? Apa dia tengah diculik? Apakah orang itu akan minta tebusan pada orangtuanya? Bagaimana kalau sebelum mendapatkan uang yang penculik itu inginkan, dia akan melakukan sesuatu yang jahat pada Diah?

"Jawab pertanyaanku kalau kau ingin selamat." Yanet berkata. Saat itu juga dia menjambak rambut Diah sehingga leher gadis itu nyaris menekuk siku ke belakang.

Diah terkesiap. Dia bahkan mulai menangis.

"Kejadian kemarin.. salah satu meja di kelasmu. Apa kau yang melakukannya?"

Yanet mengernyit mendengar bunyi-bunyian tidak jelas yang Diah hasilkan. Teringat, dia pun lalu melepaskan kain penyumpal yang tadinya begitu erat mengikat pertengahan rahang. Napas Diah tersenggal. Tubuhnya gemetaran dan merunduk. Tapi tiba-tiba saja Yanet menampar keras wajahnya. Hantaman itu menimbulkan gaung di semua sudut. Diah langsung terjatuh ke samping dan membentur lantai.

Logan bahkan sampai memejamkan mata-agak meringis. Sebenarnya Diah beruntung. Kalau sampai Yanet sungguh-sungguh ingin menghancurkan rahang gadis itu, dia akan melakukannya dengan sangat mudah, tentunya dengan hanya sekali gerakan.

"Anak nakal," ujar Yanet. Kelam dalam matanya bertambah. "Kalau ditanya, langsung jawab. Kau membuang-buang waktuku."

"Aku nggak tahu apa-apa.." isak Diah menjawab.

Siapa dia? Benak Diah terus-terusan menerka ketakutan. Kalau dia tahu soal kejadian berdarah di kelas yang melibatkan Tiara, berarti dia salah satu siswa? Apa itu berarti kalau perbuatannya bocor, guru-guru akan mengeluarkannya dari sekolah? Juga apa jadinya kalau sampai orang tuanya tahu? Tidak bisa, batin Diah. Dirinya harus tetap diam. Apa pun yang terjadi.

Yanet bukan tipikal orang yang mudah percaya, meski dia telah mendengar kebenaran sekali pun. Tentu saja tujuan utamanya adalah mendapatkan fakta, tapi selain itu dia juga menikmati proses yang menyertainya.

Mendadak Yanet menjambak lagi rambut Diah, memaksa tawanannya untuk berdiri. Gadis malang itu berteriak memohon ketika diseret. Sampai di sebuah ember tidak jauh dari sana, Yanet menenggelamkan kepala Diah ke air. Diah meronta liar, namun cengkeraman Yanet yang begitu kuat pada leher membuatnya tidak bisa berkutik. Mengingat batas, badan Diah disentakkan keluar lalu ditendang.

"Masih berani bohong?" tanya Yanet saat berjongkok mendekati Diah. Dia makin kesal saat gadis itu justru memilih menangis daripada menjawab pertanyaannya.

Yanet lagi-lagi membenamkan paksa kepala Diah ke dalam ember-kali ini sampai-sampai tubuhnya berguncang hebat lalu muntah.

"Ah, airnya hampir habis gara-gara tumpah. Apa aku harus mengisi lagi?" ujar Yanet, sengaja menyindir.

"Aku beneran.. nggak tahu apa-apa soal.. silet itu...," kata Diah terbata. Ketakutan mengalahkan pendiriannya. Saat Yanet seperti akan mencekiknya lagi, dia cepat-cepat menambahkan, "Tadinya... meja itu cuma diisi lem!!"

"Lem?"

"A-aku dan Selin.. Masukin sekaleng lem.. ke laci... kami cuma.. main-main... Nggak ada niat buat... bikin dia berdarah-darah.. seperti itu..."

"Jadi siapa yang memasang silet-silet itu di laci?"

"A-aku nggak tahu.. sungguh!"

"Tebe ne kazhetsya, chto etogo dostatochno (Bukankah itu cukup)?" Logan angkat bicara. Apalagi sekarang Diah dalam posisi berbaring, sedangkan Yanet menekan leher gadis itu menggunakan kakinya. Logan yakin remaja yang pola pikirnya sederhana macam Diah bukanlah target mereka.

When Marshmallow Meet Dark ChocolateWhere stories live. Discover now