51. Tannin

1.4K 189 15
                                    

Berat. Seakan terdapat sesuatu yang mengganjal kelopak matanya, Damar mendesis saat kesadarannya berangsur kembali. Begitu terjaga dia dihadapkan dengan langit-langit ruang yang asing. Tangannya kemudian menangkup dahi, mendapati kepalanya dibalut perban. Sejenak, laki-laki itu terdiam di saat otaknya memutar kembali ingatan akan Oleander dan Sofi. Mendadak dia tersentak.

Detik itu juga Damar tertegun mengetahui dia tidak tengah sendiri.

Tidak jauh dari samping ranjangnya, seorang gadis bergaun putih duduk diam menatapnya. Manik mata kelam itu nyaris tidak berkedip. Tubuhnya pun tidak sedikit pun bergerak. Damar seolah dihadapkan dengan manekin dalam ruangan yang telah lama ditinggalkan penghuninya. Sedikit memicing, Damar juga menyadari hal lain yang tidak kalah membuat sekujur tubuhnya membeku: wajah Tiara—dengan versi lain yang gelap.

Damar perlahan duduk lebih menyamping. Tapi detik selanjutnya, laki-laki itu mengerang frustasi sambil memegangi bagian rusuknya. Dia juga merasakan cairan kental merembes dari pembalut yang juga terpasang mengitari leher.

Masih dalam diam, Damar mengangkat wajahnya lagi menatap gadis di depannya. Dia yakin firasatnya tidak salah dengan mengartikan gadis itu bukan Tiara.

You’re a poor creature…” Gadis itu menggumam pelan. Nada yang amat tipis dan seolah berbisik. “Evil people do cruel things.. The worst is when they don’t realize it. Think it’s normal, sacrifice others for their own safety..”

Damar bisa memahami kalimat gadis itu meski bibirnya tidak bergerak dengan benar. Tapi di sisi lain, dia belum benar-benar bisa mengerti apa yang hendak gadis itu sampaikan padanya.

But you do realize who the one that make you his string puppet really are.. Still stay beside him—the way you choose..”

Keheningan menyelimuti mereka lagi. Tidak butuh waktu lama bagi Damar untuk merenung. Dia—siapa pun gadis itu—sedang menggambarkan situasi yang Damar punya. Sesuatu yang membuat laki-laki itu tidak pernah tenang, jauh dari kedamaian, dan berkubang dalam kegelapan.

Damar selalu memendamnya. Memasang pribadi lain dirinya yang indah tanpa cacat, tapi justru melukai dirinya, lebih dan lebih.

Anehnya gadis itu mengucapkan semuanya seolah telah berhasil menyelami jiwa Damar lebih dalam—seolah dia telah begitu lama mengenal Damar.

“Siapa kamu?”

Don’t you know when you saw my face?” Dia menumpukan sikunya pada lengan kursi untuk menopang dagu. Melihat mata Damar berkedut, dia kembali berucap—menyebut namanya. “Vrtnica—namaku. Lycoris juga memanggilku dengan nama itu.”

Lycoris?

Both Yanet and Logan are my foster child.” Ucapan Ratimeria membuat Damar terpaku. Sorot dinginnya menambah guratan kemarahan gadis itu. “Aku bisa membuat Oleander mengulang apa yang diperbuatnya pada kalian sekarang juga.”

“Sofi..” Damar mendadak teringat. “Di mana Sofi?!”

“Jangan pernah berteriak di depanku..”

Ratimeria memalingkan wajah—lagi-lagi tidak menampakkan ekspresi yang jelas.

Damar yang hilang kesabaran akibat diabaikan tiba-tiba menghampiri gadis itu. Kedua tangannya langsung menangkup ke leher Ratimeria seperti hendak mencekiknya. Napas beringas Damar kentara mengiringi nanar ekspresinya, namun gadis itu hanya menatap kosong padanya—tidak terkejut juga tidak berusaha melepaskan diri. Tangan Damar mengerat menjerat leher Ratimeria biar pun dia merasa seolah memainkan seonggok mayat.

“Jawab aku,” perintah Damar saat Ratimeria memejamkan matanya. “JAWAB AKU SIALAN!”

Namun bukannya memperoleh jawaban, tenggorokan Damar tercekat ketika merasakan sesuatu tengah menyayat bagian perutnya.

When Marshmallow Meet Dark ChocolateWhere stories live. Discover now