1. Marshmallow

6.1K 324 2
                                    

Pukul delapan kurang sembilan menit saat sebuah lexus putih melenggang masuk ke halaman St. Danielle yang sangat lapang. Pengemudi di dalamnya tersenyum. Dia menyadari banyak pasang mata langsung menoleh padanya begitu mobil tersebut terparkir di tempat biasa—posisi tengah sisi luar lapangan tenis. Salah satu pintu mobil terbuka sehingga setelahnya sepasang boots heels menjulur keluar.

Selain mengenakan blus warna aprikot lengan pendek dengan kerah yang memiliki sisi penuh pernak-pernik berkilau, rok lima senti di atas lutut, juga jaket panjang berbulu pada tudung, gadis narsis itu juga tidak lupa memasang kacamata berbingkai putih dan berlensa cokelat gelap. Seturunnya dari mobil, dia melepas kacamata tadi lalu memasukkannya begitu saja dalam saku jaket. Gadis itu menghela panjang lebih dulu sebelum melangkahkan kakinya, masuk ke area sekolah.

"Pagi, Chrysantee."

"Pagi," balas gadis itu dengan senyum manis seperti biasa.

"Hai, Chrysantee."

"Hai, juga—oh, ada bayam tersangkut di gigimu." Gadis itu membalas lagi diiringi gelak tawa yang mendengar. Yang menyapa barusan langsung bercermin.

"Tasmu bagus Chrysantee!"

"Hadiah dari fans. Oh, I like your skirt," jawabnya lagi—kali ini dengan kibasan rambut.

Baru di lorong pertama namun banyak sekali sapaan yang gadis itu terima. Keadaan kurang lebih sama dengan lorong kedua dan ketiga yang dia lewati untuk bisa sampai ke ruang kelasnya kali ini.

Hari ini Kamis, dan Kamis adalah hari favoritnya. St. Danielle mewajibkan siswanya mengenakan seragam identitas hari Senin sampai Rabu, kemudian Kamis ber-dresscode bebas, dan Jumat giliran baju santai untuk berolahraga. Hanya lima hari kegiatan sekolah dalam seminggu, dan gadis itu sangat menikmatinya. Memangnya siapa yang bisa-bisanya menolak jadi pusat perhatian di salah satu elite school Singapura, apalagi saat-saat ini adalah puncak karirnya.

Gadis itu menghampiri rak loker berderet depan kelas. Dia tidak lupa melempar senyum sapaan pada anak laki-laki yang kebetulan juga sedang menaruh sesuatu pada loker mereka. Otomatis, kerumunan itu langsung bereaksi menyebalkan—seolah-olah mereka akan terbang seketika kalau mata gadis itu mengerling lagi.

Dia membuka pintu lokernya yang langsung saja memuntahkan isi berupa belasan amplop warna-warni.

Menghela, gadis itu lalu memasukkan semuanya asal-asalan ke dalam tas, tidak peduli amplop-amplop bagus tadi berubah bentuk mirip gumpalan kertas sampah. Setelah menaruh jaket dan tasnya di loker, dia pun berlalu. Langkahnya tidak mengarah masuk ke kelas, melainkan toilet yang letaknya berada di paling ujung lantai dua. Alisnya terangkat mendapati papan kuning bertuliskan "Sedang dalam Perbaikan" di depan pintu. Berkedip, dia mengabaikan papan itu lalu masuk ke dalam.

Suara berisik lantas menyapanya. Persisnya ada tiga orang gadis yang bergantian membentak seseorang yang terduduk dekat bak. Rambut dan bagian atas gadis malang itu basah.

"Kalian sedang apa?" Tiara—gadis yang baru saja masuk itupun bertanya dengan wajah bingung. Rautnya tampak tidak senang melihat pemandangan di depannya kini.

Terkejut, tiga gadis yang tengah mem-bully tadi langsung menoleh ke arahnya. Mereka saling berpandangan satu sama lain kemudian tertawa hambar sementara Tiara mengamati ekspresi mereka dengan tanda tanya di jidatnya.

"Kau ingat sewaktu tampil di pensi Sabtu kemarin?" tanya salah satunya—yang dikenal Tiara bernama Bertha. "Musiknya mati waktu kau bernyanyi kan? Ternyata dia yang menyenggol kabelnya sampai copot saat itu juga."

"Ah..." Tiara menggumam ingat. Bagaimana mungkin dia bisa lupa. Di saat lagu yang dia nyanyikan sampai pada puncak, musik tiba-tiba berhenti. Tawa penonton langsung berderai sampai-sampai Tiara juga memaksakan tawanya meski malu setengah mati.

When Marshmallow Meet Dark ChocolateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang