31. Game II: Cold Gummy Bear

1.4K 161 12
                                    

Yanet sadar setelah sempat melamun. Dia memaki dalam hati. Di sebelahnya Logan mengetuk-ngetukkan rahang. Sama dengan yang lain, dia berkutat dalam virtual game di ponsel—pengaruh Abe dan Bagas. Yanet kemudian beralih melihat Tiara. Gadis itu berulang kali berdecap gelisah sambil terus melihat layar ponsel. Saat akhirnya penantian mereka usai, Tiara bangkit berdiri lalu berlari kecil.

Yanet melihat seseorang di ujung tembok gedung sekolah bagian belakang. Dia sedang balas melambai pada Tiara.

Kepala sekolah Redinata seorang wanita yang gemuk dan pendek dengan wajah yang dipenuhi gelambir. Dia sangat menyukai tanaman hias. Mungkin ada puluhan hingga ratusan pot yang tersebar menghiasi sekolah. Mungkin saat dia rasa spot-spot di mana tanaman-tanaman itu ditaruh kurang begitu berkesan, dia juga memasang papan layang yang salah satu sisinya melekat pada dinding. Pot yang diletakkan acak—bisa kecil atau besar. Papan-papan itu pun dipasang berjajar pada dinding belakang gedung yang tadinya berwarna gading kekuningan.

Sofi berjalan agak tergesa untuk menghampiri mereka. Ketika selanjutnya dia berlari, tiba-tiba sesuatu membuatnya tersandung. Bahkan dari jarak mereka yang cukup jauh, Yanet bisa mendengar bunyi bedebum keras. Tiara mengumpat lantas berlari mendekat.

Yanetlah yang pertama kali terpaku saat telinganya menangkap samar sesuatu yang putus. Derit papan menjerit. Permukannya miring.

"PERGI!" Tiara berteriak. "LARI!!"

Tali atau kawat atau apa pun seharusnya mengikat benda di atas papan itu. Nyatanya tidak ada. Yanet berdiri di saat yang sama sewaktu pot besar itu jatuh. Benda tadi tidak langsung menghujam orang di bawahnya. Dia mengenai pot di bawah sampai pecah baru melayang ngeri di atas Sofi. Pot itu mengenainya—melindasnya seketika.

Yanet berlari, diikuti yang lain karena mereka pun terkejut mendengar suara yang keras. Gadis itu melewati Tiara yang terduduk mematung sambil membekap mulutnya sendiri. Yanet melihat ekspresi wajahnya sekilas: syok dan ketakutan. Mengabaikannya, Yanet mendekati Sofi. Dia berbaring tengkurap. Matanya terpejam.

"Bantu aku," kata Yanet yang mencoba mengangkat tubuh Sofi.

Logan bergerak patuh. Tapi tiba-tiba saja tubuh gadis itu menyentak. Sofi bahkan menjerit. Ada dalam dekapan Logan, kuku-kuku jarinya menancap di punggung laki-laki itu.

Yanet mengeluarkan cutter dari saku roknya lalu merobek belakang baju seragam Sofi. Bekas kemerahan—pendarahan—di sana membuatnya mendesis.

"Kalau ke atas sedikit saja, kau bisa mati," ujar Yanet, tidak peduli gadis itu mendengar atau tidak. Kesadarannya mungkin dihalangi rasa sakit yang tidak tertahankan. Yanet menatap Logan. "Angkat dia pelan-pelan. Jangan terlalu keras menggerakkan punggungnya. Bawa dia ke rumah- ... mungkin klinik lebih dulu."

Ya, sayangnya jarak rumah sakit cukup jauh.

Logan mengangguk sekali kemudian beranjak pergi. Abe, Bagas dan Luki turut membantu—apa pun yang bisa mereka lakukan demi menolong Sofi. Sementara itu Yanet melihat Tiara yang tetap membeku di tempat. Kali ini dia menggigiti ujung kukunya, gemetaran.

Pandangan Yanet menelusur lantai semen, tempat Sofi berlari tadinya. Gadis itu meraba dan akhirnya menemukan seuntai benang. Di dua titik, dia juga menemukan paku yang sengaja ditancapkan sehingga membentuk lentangan.

Kurang ajar! Hati Yanet mengumpat marah. Berani-beraninya dia berniat mematahkan leher seseorang persis di depan matanya.

***
Setelah mengantar Sofi ke klinik, selanjutnya dirujuk ke rumah sakit begitu mendapatkan mobil pengantar, Yanet menarik Tiara pulang. Padahal Tiara ingin  selalu tahu perkembangan kondisi Sofi, tapi Yanet tidak membiarkannya. Alasannya karena wajah gadis itu pucat—amat pucat. Dia langsung masuk ke kamar sesampainya di rumah.

When Marshmallow Meet Dark ChocolateWhere stories live. Discover now