55. Marshmallow and Chocolate: Final

Mulai dari awal
                                    

Untuk kesekian kalinya Ranan kembali tertegun. Masih dalam posisi mencekik gadis itu, hanya keduanya yang sadar kalau cengkeraman Ranan berangsur melemah.

"Aku sudah muak dibohongi," ujar Ranan miris.

"Bukan aku.." Tiara menggeleng pelan. "You know I never wanna hurt you... You know I'm with you.. right now.. I'm still here with you... I'm not going anywhere.."

Hening yang panjang berlalu saat akhirnya jeratan tersebut dilepas. Laki-laki itu berpaling—tidak lagi menatap Tiara dalam kemarahannya sesaat lalu. Pandangannya menyorot kosong ke bawah, melepaskan serpihan demi serpihan gejolak yang tersisa hingga luruh seluruhnya. Tubuh Ranan limbung ke belakang dan dia lantas terduduk. Tangan kanannya kemudian terangkat mengusap kening.

Tiara masih sesenggukan menangis. Air matanya tidak kunjung berhenti mengalir. Selanjutnya gadis itu memberanikan diri merengkuh Ranan erat. Ranan pun membalasnya—berbagi kehangatan.

"Maaf.. Aku benar-benar.. minta maaf..."

Tiara makin tersedu sambil memukul-mukul pelan punggung Ranan.

Ratimeria memandang keduanya dari kejauhan dan sorotnya menerawang. Ferox melihat gadis itu memejam sejenak. Ketika samar-samar terdengar bunyi langkah orang selain mereka mendekat, kelopaknya membuka. Ferox, Oleander dan Lava menoleh ke belakang, mendapati seorang gadis mengenakan setelan pakaian hitam hadir. Ekspresinya sulit dimaknai. Lava mengernyit menyadari gadis itu juga tengah menggenggam pistol—sama persis dengan yang Ranan bawa.

Euodia.

"Only one bullet..," ucap Ratimeria pelan saat berbalik menatapnya. "Kita akan.. menepati janji masing-masing.."

Euodia tidak merespon. Gadis itu kemudian melangkah melewati mereka di mana Tiara berada. Tiara, Ranan, Damar, dan Logan menoleh saat Euodia berdiri tepat di sebelah tubuh Andre yang tergeletak. Saat pelan-pelan dia mengangkat pistolnya, saat itu pula yang lain menahan napas.

Sedetik kemudian tembakan peluru mengudara disusul darah yang memercik ke segala arah.

***

Fajar menyingsing. Hujan belum mereda setelah mengguyur mulai dini hari tadi. Tirai air membatasi pandangan. Hawa yang dingin menciptakan bulir embun di sisi luar kaca jendela.

Ranan berkedip lelah. Meski redup, laki-laki itu enggan berbaring di ranjang. Sampai saat ini dia masih duduk melamun sembari menatap keluar. Kamar yang asing. Ruangan yang memiliki sedikit perabot. Terkesan luas sehingga dirinya merasa tidak nyaman. Saat rongga dadanya menghela untuk yang kesekian kali, samar-samar Ranan mendengar bunyi berisik.

Ranan bangkit berdiri lalu melangkah keluar. Menilik berkeliling, dia lantas berhenti di ambang pintu ruang dapur yang terbuka lebar. Wisma yang mereka tempati untuk sementara itu memang tidak terlalu luas. Masing-masing kamar dilengkapi dengan ruang tamu dan dapur. Ranan jadi sangat mudah menemukan gadis yang tengah sibuk sendiri itu.

Kursi roda Tiara sayangnya tidak cukup tinggi untuk membantunya melihat tampilan telur yang sedang digoreng. Dia hanya menarik pegangan wajan sesekali untuk mengecek. Tapi pada akhirnya tercium aroma gosong. Cemberut, dia lalu menaruh telur yang baru ke tumpukan telur gosong lainnya. Ranan agak mengangkat alis melihatnya berusaha memperbaiki tampilan telur itu dengan menuang kecap seperti menuang madu ke atas pancake.

Tiara lalu beralih ke lemari es setelah mematikan kompor. Dari sana dia menemukan susu bubuk dalam saset kecil. Keningnya berkerut sebentar—entah apa yang dia pikirkan. Selanjutnya dia celingukan mencari panci, hendak merebus air. Tapi karena panci kecil diletakkan cukup tinggi di rak, bunyi stainless beradu dengan lantai pun tidak terelakkan.

When Marshmallow Meet Dark ChocolateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang