38 th

33.3K 1.1K 6
                                    

Still Monique's POV

Tittt.... Tittt..

Suara itu selalu terdengar di ruangan ini. Ruangan dimana Nathan dirawat, ruangan yang persis sama seperti 12 tahun yang lalu. Tapi bedanya tidak ada Adel yang setia menunggui Nathan di kursi tempat kududuki saat ini. Seperti kaset rusak berputar di kepalaku, saat dimana aku membentak Adel, bahkan tidak peduli saat kepalanya terluka, tidak pernah merayakan lagi ulang tahunnya, dan tak pernah lagi memberikan kasih sayang padanya. Ibu macam apa aku ini??. Kata kata itu terus berputar putar di kepalaku. Dan itu membuat air mata kembali mengaliri pipiku.

Hanya ada aku dan Nathan di ruangan ini, Robert harus kembali mengurus pekerjaan yang sama sekali tidak bisa ditinggalnya. Sekaligus mencari donor darah untuk Adel, tapi aku yakin itu cukup sulit, tidak banyak yang memiliki darah yang sejenis dengannya. Aku menangis terisak di ruangan itu, sampai aku merasakan pergerakan dari tangan Nathan. Kemudian kedua mata itu terbuka.

Nathan's POV

Saat aku membuka mataku aku melihat wajah mama yang bisa dibilang sangat kacau. Riasan wajahnya sudah luntur karena air matanya, mata yang sembab dengan muka memerah dan sesekali terisak.

"Ma...."

"Iya kenapa Nathan? Mama panggil dokter ya??" tanya mamaku sambil beranjak. Tapi aku menahan tangannya

"Adel mana ma? Adel mana ??" tanyaku sedikit histeris mengingat keadaan adikku yang mengenaskan itu.

"Adel masih diperiksa, tapi kemungkinan besar dia harus segera di operasi. Jadi kita harus cari pendonor darah buat dia." Jawab mama

"Ambil darah aku aja ma." Jawabku lagi dengan lantang

"Tapi Nathan, kamu masih shock, kamu juga harus dioperasi buat ngobatin tulang kaki kamu yang patah sama tulang rusuk kamu yang retak."

"Ma... Adel lebih penting saat ini, tulang kaki sama rusuk masih bisa nanti nanti. Waktu Adel donorin darah ke aku juga pasti dia masih shock . Tolong ma, aku gak mau kehilangan adik aku ma." Jawabku

Aku bisa melihat wajah shock mama mendengar perkataanku ini. Tapi kemudian mama mengangguk.

"Mama bilang ke dokter dulu ya." Kemudian mama pergi keluar mencari dokter

Beberapa menit kemudian seorang dokter masuk dan memeriksa keadaanku. Ia mengizinkan aku mendonorkan darahku pada Adel. Setelahnya seorang perawat datang dan mengambil darahku. Setelah pengambilan darah itu, aku merasa sangat lemas, entah karena banyaknya darah yang diambil atau memang aku masih baru saja siuman. Jadi aku langsung tertidur kembali.

Monique's POV

Sesaat setelah seorang perawat keluar dari ruangan Nathan seorang dokter yang tadi menangani Adel menemuiku dan Robert.

"Ibu, Bapak, sekarang cadangan darah yang dibutuhkan untuk operasi anak anda telah siap. Operasi bisa segera dilaksanakan. Kami butuh persetujuan bapak dan ibu untuk melakukan tindak operasi." Jelas sang dokter.

"Tentu saja kami setuju, tolong lakukan apa saja untuk menolong anak kami dok." Jawab Robert, tidak pernah aku melihat Robert sepanik ini jadi aku berusaha menenangkannya.

"Saya dan tim dokter yang lain akan berusaha sebaik mungkin, jadi silahkan bapak dan ibu mengurus persetujuan dan administrasi di loket rumah sakit." Jawab sang dokter sambil tersenyum berusaha menenangkan.

"Baik dok, terima kasih dok. Tolong selamatkan Adel." Jawabku pada sang dokter.

"Kami akan berusaha semaksimal mungkin. Tolong bapak dan ibu bantu dengan doa pada Yang Maha Kuasa. Bagaimana pun Dia lah yang menentukan." Jawab sang dokter kemudian berlalu ke ruang operasi.

Kemudian aku dan Robert menuju ke loket untuk mengurus administrasi. Tak henti hentinya kami memanjatkan doa demi kesembuhan kedua anak kami yang sedang dalam kondisi yang tidak baik. Aku hanya berharap agar bisa diberi kesempatan kedua untuk menikmati hari hari sebagai keluarga bahagia seperti dulu. Hanya berdoa lah yang bisa kulakukan saat ini.

Nathan's POV

Cahaya terang di depan mataku saat ini memaksaku untuk membuka mata dan aku sangat terkejut karena ini bukanlah ruang rawatku tempat aku tertidur tadi. Sekarang ini hanya warna putih yang ada di sekitarku.

"Dimana Aku? Apa aku mati?" tanyaku entah pada siapa karena aku tidak menemukan siapapun disini. Jangankan orang, bahkan aku tidak melihat hal lain selain warna putih.

Aku hanya berputar putar mencoba mencari hal lain selain diriku sendiri, cukup lama aku berjalan tapi memang tidak ada apa apa disini. Saat aku sudah hampir menyerah aku mendengar sesuatu. Seperti suara senandung yang sangat merdu. Aku kenal dengan suara itu, tapi aku tidak bisa ingat itu suara siapa.

Aku mengikuti suara itu sampai aku melihat sesosok perempuan yang memunggungiku dan aku mendekati perempuan itu. Semakin aku mendekati perempuan itu senandung itu menjadi pelan. Kemudian aku menepuk pundak sang perempuan dan kemudian sosok itu berbalik padaku.

"ADEL ???!!!!" aku berteriak histeris karena aku tidak menyangka perempuan itu adalah Adel

Kemudian Adel tersenyum manis padaku, tapi entah kenapa aku malah merasa sedih dan takut melihat senyum itu. Senyum itu sangat manis, mungkin senyum termanis yang pernah aku lihat tapi itu malah membuatku semakin takut.

"Oh Kak Nathan... Hai, kakak ngapain di sini?" tanya Adel padaku sambil tidak menghilangkan senyumnya.

"Kakak juga gak tau, kamu ngapain disini Del?" tanyaku dan senyum Adel luntur seketika.

"Ehhmmm... aku gak bisa bilang kak. Tapi kakak harus keluar dari sini, ayo ikut aku." Jawab Adel sambil menarik tanganku. Aku malah semakin bingung dengan jawaban Adel, tapi aku tetap mengikutinya. Sampai aku melihat sebuah sinar yang sangat terang lebih terang dari sinar saat aku terbangun tadi.

"Nah sekarang kakak jalan ke sinar itu, jalan terus aja. Nanti juga kakak keluar dari sini." Ucap Adel sambil mendorongku pelan.

"Yaudah ayok." Kataku menarik tangan Adel tapi Adel tidak bergerak dari tempatnya.

"Ehmm... kakak duluan aja. Aku masih pengen disini dulu." Ucap Adel berusaha melepas tanganku

"Yaudah kakak temenin kamu sampai kamu udah mau keluar." Tapi kemudian Adel menggeleng dan kembali mendorongku.

"Nanti aku janji bakal nyusul kakak. Tapi kakak duluan aja." Ucap Adel dengan nada tegasnya, jarang sekali aku mendengar nada bicara Adel seperti itu.

"Tapi kamu janji sama kakak ya kamu bakal balik. Kakak gak mau kehilangan kamu lagi." Jawabku sambil memberi jari kelingking padanya.

"Ehhmm.. iya iya. Kakak sama mama papa doain aja ya" Jawabnya sambil menautkan jari kelingking kami berdua.

Kemudian aku jalan memasuki sinar itu, tapi sambil berpikir maksud Adel. Kemudian aku menengok ke belakang dan melihat ke belakang dan melihat Adel mengucapkan suatu kata ....

"ADELL !!!!"

TBC

Makasih yang masih mau baca ^^

Kritik dan saran komen aja :*

Maaf juga karena agak pendek ceritanya :(

-X-

Behind That Smile (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang