37 th

31.9K 1.1K 20
                                    

Adel's POV

Aku sudah tidak peduli lagi. Aku hanya pasrah dengan apa yang menjadi keputusanku, aku akan melindungi Nathan walau mengorbankan hal berharga yang kumiliki. Aku tidak mau membuat kakakku menderita lagi, sudah cukup aku menghancurkan cita citanya. Setidaknya aku bisa menebus kesalahanku. Aku bisa melihat kilatan marah dari matanya saat aku menyetujui tawaran Tommy, tapi aku tidak peduli lagi. Apapun asal kakaku selamat. Ia sudah memaafkanku saja sudah lebih dari cukup bagiku. Apalagi ia berjanji akan menerimaku lagi. Aku sangat menantikan saat itu.

Aku hanya fokus memikirkan keadaan kakakku yang sudah tidak sadarkan diri setelah Gisella memukulnya karena berusaha mengulur waktu untukku tadi. Aku sungguh tersentuh dengan itu membuatku yakin apa yang kuperbuat ini tidak salah. Kakakku jauh lebih penting bagiku dari pada diriku sendiri, kakak yang selalu menyayangiku itu. Lalu kulihat Nathan mulai membuka matanya, aku senang, setidaknya ia tidak meninggal, karena itu akan menyianyiakan pengorbananku. Setidaknya penderitaanku sedikit membuahkan hasil. Walaupun sebenarnya aku tidak ingin Nathan melihatku dalam keadaan seperti ini.

Kemudian Tommy meninggalkanku dan berjalan ke arah Nathan dan berkata

"Nathan, jangan salahin gua. Lu sendiri yang ngizinin gua buat deketin adek lu." Perkataannya membuatku tertegun dan mengingat chat ku dengan Tommy saat aku sedang liburan dengan orang tuaku. Dan disaat itulah aku merasa gagal menjadi kakak LAGI. Aku sangat marah pada diriku.

"Tapi gua gak pernah ngizinin lu buat ...."

Aku sedikit terkejut mendengar perkataan Tommy, kalau kalian berpikir aku marah dan kecewa pada kakakku... itu salah, salah besar. Sama sekali tidak ada terbesit kemarahanku dalam hatiku. Aku tau Nathan pasti mengatakannya sebelum perubahan sikapnya padaku belakangan ini. Hatiku yakin Nathan tidak pernah menyangka bahwa hal inilah yang dimaksud Tommy.

"KALIAN SUDAH TERKEPUNG !!! KELUAR KALIAN" suara berar terdengar dari arah luar. Itu suara polisi, aku bisa mendengar sirinenya.

Aku sedikit terkejut dengan suara itu, begitu pula dengan Tommy dan Gisella. Tapi Nathan malah terlihat lega dan menghela nafas. Sekarang aku mengerti maksud dari Nathan yang mengulur waktu tadi. Aku ingin sekali tertawa karena selama apapun ia akan mengulur waktu untukku, Tommy pasti akan sempat melakukan 'itu' padaku. Aku bahkan terlalu lemas untuk tertawa. Tapi setidaknya aku dan Nathan masih sadar kan?

Tapi aku melihat Tommy mengarahkan pistol dalam keadaan siap menembak itu ke arah Nathan. Saat aku melihat jari Tommy yang mulai bergerak menekan pelatuk pistol itu, tubuhku otomatis berlari ke depan Nathan

"Kakak awasss !!!!!"

dan saat itu juga aku merasa sebuah benda panas melesak masuk ke dalam dadaku, melewati jantung bahkan aku merasakan benda itu berada dalam jantungku yang seperti akan berhenti berdetak. Kalau aku boleh bilang... INI SANGAT SAKIT !!
Aku pasrah bila aku mati, setidaknya aku sudah melindungi Nathan. Aku sudah membayar kesalahkanku, setidaknya mama dan papa tidak marah lagi padaku kan?? Tapi hanya satu yang membuatku menyesal kalau aku mati. Aku tidak bisa merasakan lagi sikap Nathan yang sudah 100% menerimaku. Tapi setidaknya aku sudah tau ia tidak marah lagi padaku, itu sudah cukup. Terima kasih Tuhan, akhirnya doaku terjawab. Lalu aku merasakan Nathan memelukku, memberi kehangatan pada tubuhku yang kurasa mulai mendingin. Kemudian aku merasa kesadaranku menjauh, apa aku akan mati? Entahlah.. biarkan itu menjadi urusan Tuhan YME, aku hanya menjalankannya. Sebelum itu, aku usahakan wajahku tersenyum, jadi jika aku mati setidaknya orang tau aku bahagia karena bisa melindungi sosok berharga yang tengah memelukku ini.

Adel's POV end

.

.

Monique's POV

Behind That Smile (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang