29th

24.1K 995 7
                                    

Author's POV

"Apakah nanti ada yang sedih saat aku MATI?"
Pemikiran yang mungkin terdengar gila, tapi itulah yang terus berputar dalam pikiran Adel. Saat ia melihat pemakaman seseorang, ia melihat banyak orang yang sedih dan menangisi kepergian orang tersebut. Tapi apa ada yang akan sedih dan menangisinya bila ia lah orang yang akan dimakamkan ?

Tidak ingin berpikir negatif terlalu jauh, Adel memutuskan untuk kembali ke kamarnya setelah selesai membersihkan bekas makan malamnya. Ada perasaan lega yang teramat sangat karena telah berbagi sedikit masalah yang terpendam 12 tahun lamanya dalam benak Adel. Ia sadar, Glory belum tentu bisa memberikan solusi terhadap masalahnya ini, karena Glory berasal dari keluarga yang bisa dibilang sangat harmonis. Pergi berlibur bersama keluarga tiap ada libur seperti sekarang, atau sekedar bersantai bersama di akhir pekan menjadi rutinitas keluarga mereka. Tapi hanya dengan bercerita seperti bisa melepas beban di pundaknya.

Adel terus bercerita hingga malam telah larut, ia merasa mengantuk dan menyudahi sesi curhatnya dengan Glory. Sebelum tidur Adel tiba – tiba ingin tau apa saja yang dilakukan kakak dan orang tua nya di Bandung. Tapi tidak mungkin ia menanyakan langsung pada mereka, sehingga Adel menjadi stalker dadakan. Ia melihat – lihat postingan Nathan di Instagram. Ia melihat di sana ada foto Nathan dan kedua orang tuanya di sebuah restorant yang kalau dilihat – lihat suasananya sama dengan foto yang dikirim Steffy tadi. Adel hanya tersenyum sendu melihatnya dan mengutuk dirinya sendiri karena menambahkan sendiri luka di hatinya.

"Mengapa kau begitu bodoh Adeline? Udah tau bakalan sakit, kenapa pake kepo segala?" Adel hanya mengomel sendiri di kamarnya.

Dengan melihat caption di postingan tersebut membuat pertahanan Adel runtuh seketika.
"Thank you for the amazing holiday. I love you."

Adel segera menutup Instagramnya dan membanting dirinya ke kasur dan menangis sejadi – jadinya mengingat hanya dirinya saat ini yang ada di rumah. Ia menangis pilu bahkan andai saja ada yang mendengar tangisannya akan menangis dalam hati mendengar betapa menyedihkannya tangisan gadis ini.

Adel terus menangis dan tertidur karena kelelahan menangis. Kalau dilihat bahkan ia masih menangis dalam tidurnya. Di saat rapuhnya saat ini tidak ada yang bisa menenangkan dan menghibur dirinya. Walaupun bisa dibilang sudah biasa hal ini terjadi dalam hidupnya. Luka yang disebabkan karena keluarga mungkin adalah hal tersulit untuk disembuhkan. Dan ini sudah dialaminya selama 12 tahun. Dimulai dari kejadian saat Nathan menyelamatkan Adel dan harus melepaskan mimpinya untuk selama – lamanya. Yang bahkan sampai saat ini tidak disadari Adel dan tak ada yang bersedia menceritakan ini padanya.

07.00 AM

Adel's POV

Aku terbangun karena notifikasi dari hp ku.

"Siapa coba ini pagi – pagi?" Aku dengan malas membuka mataku dan mencari hp ku. Dan aku yakin 101% bahwa mataku pasti bengkak saat ini. Karena menangis semalaman ditambah lagi sekarang mataku terasa sedikit berat.

Melihat notifikasi dari Instagramku, Tommy ternyata me-mention ku di komen post Ig Nathan.

"Kenapa lagi sih ini orang?" gerutuku sambil melihat comment Tommy.

"Lu kok gak ada ? @adelinerosetta" itu yang tertera di kolom comment.

Aku berniat tidak meladeninya karena mengingat itu adalah Instagram kakakku, baru saja aku mau menutup Instagram, Nathan terlihat membalas comment Tommy.

"Ngapain gua ngajak tuh bocah ikut? @tommyy" aku sudah menduga jawaban seperti itu akan dikatakan Nathan. Aku hanya menghela nafas panjang dan aku memilih membaca novel saja karena aku masih belum lapar untuk sarapan.

Ting...Tong..

Mendengar bel rumah berbunyi, aku segera membuka pintu depan dan aku terkejut melihat ada Nathan dan kedua orang tuaku di depan rumah. Aku memberi mereka senyuman ramahku dan sedikit merapikan keadaanku yang bisa dibilang kacau pake banget.

"Nangis lagi lu bocah? Emang dasar cengeng lu, ato mau caper aja lu HAH??!!" ejek Nathan dengan sedikit menaikkan nada berbicaranya di ujung kalimat dan malah seperti membentak.

Sempat aku berharap akan sedikit dibela oleh orang tuaku walau aku tau itu mustahil.

"Dengerin kakak kamu, badan masih normal aja udah nangis kayak gitu, apa kabar Nathan?" sindir mama kepadaku. Aku paling malas kalau sudah membicarakan ini, karena aku sama sekali tidak ingat apa kejadian yang dimaksud keluargaku, mengingat aku masih 4 tahun saat itu.

"Ma, Pa, Kak, tolong jawab aku. Kejadian apa sih yang kalian maksud 12 tahun itu. Aku sama sekali gak inget apa apa." Tanyaku dengan nada memohon dengan sangat. Aku juga sudah lelah memikirkan hal ini.

"Panjang ceritanya, mama sama papa mau pergi lagi, mau kerja. Tunggu aja Nathan kalo dia udah siap cerita." Jawab papa yang membuatku hanya menatap Nathan sendu.

"OK, gua bakal cerita, tapi sekarang gua mau tidur dulu. Mama Papa hati – hati ya, kapan kapan kita pergi lagi." Ucap Nathan ditanggapi senyum ceria mama dan papa.

"Iya kak. Mama Papa hati hati ya disaha, jaga kesehatan ya." Ucapku yang hanya disahuti seadanya.

"Eh bocah, kalo lu mau denger ceritanya, lu harus siapin mental lu, karena kejadian 12 tahun itu ngebuat lu jadi perusak semua hidup gua." Tegas Nathan sambil memasuki kamarnya yang hanya membuatku menelan ludah.

"Apa yang sudah kulakukan??"

TBC

Makasih banget yang masih mau baca cerita ini, jadi buat yang pengen tau masalahnya, bakal dikasih tau di chapter selanjutnya.

Aku gak bisa janji bakal update cepet karena tergantung tugas sekolah banyak ato gak, terus inspirasinya juga

Tapi diusahain cepet kok

Yang punya kesan kritik saran cerita ini komen aja ya ... Makasih :) 

-X-

Behind That Smile (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang