Fifteenth

27.2K 1.1K 10
                                    

Adel's POV

Sampai di sekolah, aku masih saja terngiang perkataan Nathan bahwa kami tidak akan kembali seperti dulu lagi, padahal itu adalah impian tersendiri bagiku. Dan sekarang impian itu terasa hilang tertiup angin. Dan itu membuatku betul betul hilang fokus, bahkan tadi aku hampir saja terkena lemparan bola basket saat melewati lapangan.

Sampai di kelas, aku kembali memakai topeng senyum palsu ku dan kembali memainkan peran sebagai gadis remaja yang selalu ceria dan tidak memiliki masalah yang berat. Tak pernah ada yang menyadari adanya masalah dibalik senyumku ini, dan ini membuatku berfikir mungkin lain kali aku harus mencoba mengikuti casting karena bakat akting ku untuk memalsukan semua keadaanku saat ini.

Belum sampai 5 menit aku sampai di kelas, Gisella sudah berdiri di depanku.

"Del, nanti ulangan bahasa inggris bantuin kita kita napa? Lu tau kan kalo nilai bahasa inggris lu selalu bagus, kali kali kita semua dong nilainya bagus." Pinta Gisella padaku yang sudah kuduga akan diucapkannya pagi ini.

"Gua takut ketahuan sama Miss Rossa, dia kan matanya tajem banget." Balasku yang kuyakin akan membuatnya menyerah.

"Gak mungkin lah, gua ama yang laen kan udah sering KS pas ulangannya dia, gak pernah ketahuan kok." Balas Gisella lagi.

"Kan gua gak terbiasa Gis, kalo ketahuannya pas gua gimana? Lu mau tanggung jawab nilai gua 0 gara gara mau bantuin kalian?" balasku lagi dengan nada yang mulai meninggi. Mood ku memang sedang kacau karena perkataan Nathan pagi tadi.

"Yah makanya lu usaha lah biar gak ketahuan, lagian kalo emang ketahuannya pas lu ngasih tau kita yah itu urusan lu, lu aja kali emang lagi apes." Perkataannya sukses membuatku emosi ku meluap.

"Lu tuh apa apaan sih, gua itu gak mau Gisella. Gua gak mau ngambil resiko buat masalah ini. Kalo lu mau nilai lu bagus, ya udah sana belajar. Gua gak mau gua yang cape cape belajar, nilai gua sama kayak lu yang maunya Cuma maen seharian terus besoknya sibuk nyari jawaban sana sini." Bentakku yang sukses membuat Gisella terdiam.

"Ya udah sih, kalo misalnya gak mau gak usah marah marah kali, lagi PMS bukan? Lagian lu tuh pelit amat, nilai kami sekali kali bagus juga gak bakal bisa ngalahin nilai lu juga." Jawab Gisella dengan nada tinggi pula.

"Bukan itu masalahnya Gisella.. udah lah, gua udah cape teriak teriak." Ucapku dengan nada yang mulai rendah karena aku sudah lelah bertengkar. Sudah cukup kemarin aku bertengkar dengan mantan pacar kakakku.

Gisella segera berjalan kembali ke tempat duduknya dan berkumpul bersama Felice, Stakia ,dan Leiora. Aku yakin bahwa Gisella akan menceritakan semuanya pada mereka dan mereka akan menjauhiku untuk beberapa hari, dan saat mereka membutuhkanku mereka akan meminta maaf padaku dan terus saja seperti itu. Dan anehnya aku tetap meladeni mereka.

Aku hanya menaruh kepalaku di atas meja dan memainkan handphone ku acak. Aku hanya melihat lihat social media ku dan membalas beberapa chat dan menjawab beberapa pertanyaan di ask.fm ku. Begitu saja sampai ada orang yang menepuk pundakku, saat aku menoleh aku melihat muka yang cukup menyeramkan.

"AAAAA !!!" aku berteriak dan kemudian muncul muka yang familiar bagiku sambil tertawa terbahak bahak mendengarku berteriak.

"Gloryyy !!! iseng banget sih. Untung gua gak jantungan." Ucapku sambil berpura pura marah dan memanyunkan bibirku.

"Ih jangan ngambek gitu dong, kan gua Cuma bercanda. Itung itung balas dendam gua pas di halte. Maaf deh, lagian pagi pagi udah lemes aja." Kata Glory dengan muka memelas.

Aku hanya diam dan berpura pura kesal padanya.

"Hayo lo Glory, Adel marah tuh." Ledek Steffy sambil mendorong badan Glory.

"Ya ampun... Adel gua bercanda doang, jangan marah ihh." Ucap Glory cemas yang membuatku tidak sanggup lagi menahan tawaku.

"Hahahahaha..... Glory, gua bercanda doang. Mana mungkin gua marah ama lu Cuma gara gara lu ngagetin gua." Ucap ku sambil tertawa ke arah Glory.

Kemudian kami semua tertawa bersama karena tak ada yang mengira bahwa Glory akan tertipu dengan aktingku yang berpura pura marah padanya. Sepertinya aku akan menjadi bintang film karena bakat akting ku ini.

"Oiya Del, followers lu banyak juga yah, maap tadi gua ngintip hp lu." Sahut Adine sambil menjulurkan lidahnya.

"Gimana sih dine, Adel kan pinter, cantik, baik pula. Pasti banyalah followersnya, lagian dia beda sama orang kaya yang lain. Padahal dia anak yang punya sekolah ini, tapi dia gak sombong terus mau bergaul sama anak beasiswa kayak kita." Jawab Steffy yang membuatku sedikit malu.

"Ah, Steffy berlebihan. Lagian yang kaya itu orang tua gua, gua sih belom punya apa apa. Gua juga belom punya penghasilan apa apa, jadi aneh aja kalo gua sombong gara gara harta. Emangnya main sama kalian salah ya? Itu tergantung orangnya aja, lagian kita ini kan temen sekelas, gak boleh ngebeda bedain orang. Apalagi kalo Cuma ngeliat latar belakang ekonomi nya aja, gimana ... bijak kan gua ??" tanyaku dengan gaya sok bijak.

"Dih, gak usah sok bijak deh lu. Gak cocok tau. Tapi makasih ya udah mau temenan ama kita kita ini, baru lu doang tau orang non beasiswa yang mau temenan ama orang miskin kayak kami." Ledek Glory tapi disetujui oleh Steffy dan Adine.

"Jangan ngomong gitu lagi ah, gua merasa tersanjung banget ini loh." Candaku sambil tertawa diikuti oleh mereka ber tiga. Sementara aku merasa seperti Gisella dan lainnya selalu memperhatikanku dengan tatapan marah saat aku bersama dengan Glory dkk.

TBC



Makasih yang udah mau baca

Cerita ini emang bosenin banget ya? Readersnya berkurang terus T_T

Kritik saran kesan nya komen aja ya, biar semangat nulisnya dan biar ceritanya bisa lebih baik =D

Makasih

-X-

Behind That Smile (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang