Eighteenth

23.8K 1.1K 5
                                    

Author's POV

Hari ini kediaman Setta terlihat lebih ramai dari biasanya, walau hanya ada 2 orang tambahan yang akan tinggal beberapa hari di rumah itu, itu akan membawa dampak yang besar terhadap keadaan rumah. Nathan yang sudah pulang dari jam 12 siang sudah berbincang bincang seru dengan kedua orang itu, dia merasa sangat senang karena bertemu dengan 2 orang yang jarang sekali bisa menemuinya, karena selama ini ia hanya bisa mendengar suara mereka melalui telfon, kalau tidak paling hanya bisa video call bersama orang itu. Mereka berdua memang sangat sibuk sehingga jarang sekali bisa bertemu dengan Nathan.

Mereka berhenti berbincang karena terdengar bunyi pintu dan memperlihatkan sesosok gadis dengan seragam sekolahnya yang baru sampai rumahnya dan menunjukkan muka heran sekaligus bahagia.

"Mama ... Papa... sejak kapan udah dateng?" seru Adel melihat sosok kedua orang tuanya yang mungkin sudah hampir 8 bulan tidak bertemu dengannya. Sebenarnya orang tuanya pulang saat libur sekolah 6 bulan yang lalu, tapi Adel tidak bisa bertemu dengan mereka karena orang tuanya sudah pergi liburan dengan Nathan saat Adel kembali dari liburan singkatnya di pantai bersama teman teman SMP nya. Dan saat kembali dari liburannya, orang tua Adel langsung kembali ke Amerika tanpa menengok keadaan Adel. Adel sangat sedih saat melihat Nathan pulang ke rumah hanya sendiri tanpa ada yang lainnya.

"Udah dari tadi siang." Jawab wanita berumur 40 tahun yang duduk bersandingan dengan pria gagah berumur 45 tahun yang adalah suaminya.

"Oh, Mama Papa gak cape? Tidur aja dulu nanti aku masakin makan malam, kalian mau makan apa?" tanya Adel sopan pada 3 orang di depannya.

"Kami udah istirahat dan nanti kamu masak makanan buat kamu aja. Papa, mama, sama kakak mau ke acara temen kerja papa. Kami bakal pulang malem jadi kamu gak usah nungguin kami pulang." Tegas pria yang Adel panggil papa itu.

"Oh, ok. Oiya kalian berapa lama di sini?" tanya Adel dengan senyum yang tidak hilang dari wajahnya walau hatinya baru saja teriris mendengar pernyataan papanya tadi.

"Papa mama masih belom tau kapan balik ke Amerika, udah sana lu mending ganti baju terus diem aja di kamar. Kami masih mau ngobrol di sini." Ujar Nathan yang hampir saja membuat air mata Adel jatuh.

"Iya kak." Ucap Adel singkat sambil berjalan menuju kamarnya. Kembali dilihat kalau orang tuanya kembali berbincang dengan Nathan bahagia. Tidak ada yang sadar bahwa Adel sudah meneteskan air matanya sebelum ia mencapai kamarnya.

'Apa mereka tidak menginginkan keberadaanku di sini?' tanya Adel dalam hati. Adel langsung berbaring di kasurnya dan memeluk boneka kesayangannya tanpa mengganti seragamnya. Hatinya sangat sakit hanya dengan mendengar 2 kalimat terakhir dari ayah dan kakaknya. Ditambah lagi dengan mendengar tawa bahagia mereka yang terdengar oleh Adel yang hanya bisa menangis di kamarnya. Baginya tawa bahagia mereka seperti tusukan pisau ke hatinya karena mereka tertawa saat Adel tidak ada disana. Sedangkan saat ada dirinya di sana, suasana akan terasa sangat canggung seperti mereka adalah orang yang baru berkenalan beberapa hari. Mungkin kalau orang lain tidak akan sadar kalau mereka adalah keluarga melihat hampir tidak ada pembicaraan di antara mereka.

"Aku harus bisa membuat papa dan mama mengakui keberadaanku." Ucap Adel dengan nada yang tegas. Adel sudah lelah dengan keadaan bahwa mama dan papa nya selalu hanya memperdulikan kakaknya di berbagai bidang. Adel hanya mau papa dan mama nya mengakui dirinya dan setidaknya perlakukan Adel sebagai anak.

Lelah menangis, Adel bangkit kemudian menuju kamar mandi dan memutuskan untuk mandi. Adel bersyukur tadi pagi ia lupa meletakkan handuknya di jemuran karena kalau tidak, Adel harus kembali melihat interaksi hangat antara Nathan dan kedua orang tuanya. Baginya pemandangan itu terlalu menyakitkan untuk dilihat terlalu sering.

Selesai mandi, Adel duduk di kursi dan melihat foto keluarga yang ada di meja belajarnya. Baru disadarinya kalau senyum orang tuanya dan Nathan terlihat begitu terpaksa. Beda dengan foto yang ada di kamar Nathan dan yang ada di ruang kerja ayahnya. Foto yang hanya ada Nathan, dan kedua orang tuanya di sana. Yap, tidak ada Adel di foto itu, dan mereka bertiga terlihat sangat bahagia dan tersenyum penuh kebahagiaan tanpa beban seperti yang terlihat di dalam foto yang kini sudah ada di genggaman tangan Adel. Dan tanpa disadari, Adel kembali meneteskan air matanya hanya dengan melihat foto di depannya itu, hanya dirinya lah yang tersenyum senang di sana.

TBC

Makasih buat readers yang masi mau baca cerita ini

Tapi readersnya kurang terus T_T, tolong bantu sayaa

Kritik saran kesan komen aja ya, biar semangat dan ceritanya bisa lebih baik

Makasih

Gimana ? udah cukup kasian belom Adelnya ?? kok gua berasa kejam yah sama Adel ?

Abaikan saya =P

-X-

Behind That Smile (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang