32. Menangis

2.7K 131 1
                                    

Terkadang tuhan turunkan petir dan kilat
Dibalik itu ternyata tuhan hendak memberikan pelangi


One Life•

Abyan masih setia menunggu saat-saat Febi benar-benar keluar dari rumah sakit.

Pengobatannya ternyata memakan waktu lebih cepat, hanya harus satu hari opname. Gejala yang dialami Febi ternyata hanya masalah syok yang biasa ditemukan pada pasien remaja lainnya.

Karena disaat seperti inilah hormon perasaan, fikiran, dan tindakan kadang tidak selaras. Maklum, disaat masa remaja terjadi pembiasaan seseorang menjadi lebih dewasa akan timbul. Terkadang fikiran mereka masih ingin menjadi anak-anak, berbeda dengan tindakan yang lebih menginginkan kedewasaan.

Tangan Febi maaih di infus hanya saja selang oksigen sudah terlepas dari hidung mancungnya. Tubuhnya kini tengah bersandar di bantal, dan matanya tengah asyik memandangi ciptaan karya tuhan itu.

"Febi.." panggil Abyan seraya menggenggam sebelah tangan Febi yang tidak memakai infus.

Jdarr..

Febi rasanya seperti tengah mendapatkan sengatan listrik beraliran kecil, tetapi bertubi-tubi. Saat tangannya digenggam Abyan.

Ini bukan pertama kalinya mereka berkontak fisik. Beberapa kali Febi menyentuh Abyan, dengan tujuan menarik perhatian Abyan agar tidak melirik Niki dan tetap menatapnya.

Tetapi ada rasa yang berbeda kali ini. Tangan Abyan kini terasa begitu hangat dan lembut. Tangan mungilnya merasakan kenyamanan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.

Jantungnya berdebar kencang tak karuan. Ada apa dengannya?

"emm" jawab Febi sekenanya. Berusaha menyembunyikan kegelisahan yang menggerayangi tubuhnya.

"kamu udah baikan?"

"iya, lumayan"

"kamu yakin? Atau.. Gini deh.. Kamu butuh sesuatu? Atau ingin sesuatu? Nanti aku akan berusaha cari-"

"Be.. Kamu kenapa sih? Kok lucu haha" tertawanya Febi pun masih sangat tidak enak di dengar dengan suara yang begitu lemah itu.

Abyan merasa bersalah menjadi pacarnya. Selama ini ia terlalu buta dan tuli akan kehidupan kekasihnya. Febi begitu banyak membantu dalam hidupnya.

Febi tau segala masalah tentangnya, entah dimulai dari tenis, keluarganya yang kurang akrab dengan Alan, bahkan hingga masalah Niki.
Tapi Abyan bahkan tak tahu tentang masalahnya. Setidaknya Febi harusnya cerita tentang masalahnya.

Bagaimana jika Febi memiliki masalah yang serius, apa gunanya ia jika Febi selalu memendam masalahnya sendiri dan tidak pernah membaginya.

Rasanya benar-benar tidak adil jika Febi tak menceritakan apapun padanya. Tapi apa mungkin Febi akan menceritakan masalahnya?

Abyan pun meraih pucuk kepala Febi.
Seraya tersenyum Abyan mengusap lembut rambut ombre coklat-hitam itu. Menimbulkan rona merah di pipi Febi akibat perbuatan lembut Abyan barusan.

"Abyan.. Ke-kenapa?"

"apa kamu suka?"

Dengan malu-malu Febipun menggangukkan kepalanya.

"cepet sembuh ya?" Abyan menarik tangannya dan beralih menjadi bertopang dagu di bibir ranjang. Memperhatikan setiap inci dari wajah Febi yang masih memerah. "hoam.. " Abyan pun tanpa sadar menguap.

One Life [Completed]Where stories live. Discover now