48. Tea Party Night

Start from the beginning
                                    

“Memang.” Sofi mengangguk. Sikapnya membantah terang-terangan tuduhan kalau gadis itu iri. “Tapi aku cuma mau membantu ayah. Kelincinya yang terakhir sudah lenyap. Jadi kita butuh yang baru kan? Kalau dia nggak ada, nggak ada lagi pengacau di sekolah. Aku jadi bisa konsentrasi belajar.”

Anak yang mengerikan..

Namun Damar harus mendapati kenyataan kalau dirinya juga tidak berbeda. Terutama setelah kejadian itu.. saat ketika hasratnya terlepas dengan menarik kedua ujung kawat yang menjerat leher Bertha.

***
Day 2
(6.47 AM)

Bercak memar di kulitnya kian bertambah. Tiara ingat bagian mana saja yang terkena hantaman, dan dia yakin bercak-bercak itu muncul di tempat yang tidak seharusnya. Ditambah lagi tubuhnya kian menggigil ketika terbangun pagi-pagi benar. Ronanya memucat dengan cepat, puncak bibirnya pun membiru. Mulanya Tiara menganggap dirinya demam biasa, tapi semakin lama, gadis itu merasa aneh.

Apa sebelum masuk ke sini mereka memberiku sesuatu?

Napasnya semakin berat. Keringat dingin mengucur, menambah hawa menggigil di sekelilingnya kini. Tiara sempat melemparkan pandangan pada Euodia dan gadis itu hanya balas menatapnya sedih. Isyarat mata yang diberikannya seolah membenarkan dugaan Tiara.

“Apa yang mereka inginkan dengan mengurung orang di sini?” tanya Tiara yang mendekap tubuhnya sendiri—berharap dingin yang menusuk kulitnya akan berkurang.

“Hanya tubuhmu,” jawab Euodia getir. “Mereka tidak sembarang membawa perempuan ke sini. Hampir semuanya memiliki keluarga yang tidak peduli. Keluarga yang rusak. Ditinggalkan. Juga yang tidak memiliki teman.”

What did they give me..?”

“Kamu sudah diberi serum sewaktu tidur. Sayangnya aku nggak tahu apa guna serum itu.”

“Bahan percobaan?” tebak Tiara miris lalu meringis menahan nyeri yang merayap di tulang-tulangnya.

Euodia tersenyum hambar. “Mungkin.”

They also gave it to you?”

Euodia mengangguk membenarkan. “Yang lain juga,” katanya yang langsung membuat tubuh Tiara bertambah tegang.

“Di mana mereka?”

“Meninggal karena gagal menerima serum dan berusaha kabur.”

“Tapi kau tidak..”

“Sejauh ini aku eksperimen yang berhasil,” ujar Euodia. Pandangannya menerawang kosong tidak ke mana pun. Tidak ada barang sedikit pun kelegaan dalam ucapannya karena telah selamat meski pun sudah beberapa kali kena suntikan serum yang sama tiap beberapa hari. “Tapi mereka tetap mengurungku di sini untuk alasan yang berbeda.”

Tiara mengerutkan kening bertanya-tanya. Euodia lalu kembali memandangnya—nanar. Gadis itu agak mengusap bagian bawah tubuhnya yang tertutup selimut tebal, meski kusam dan agak kotor setidaknya bisa membuatnya bertahan terhadap hawa dingin. Euodia tersenyum miris untuk yang kesekian kalinya mendapati Tiara yang tidak sanggup mengerti.

“Karena ada janin di perutku.”

***
(11.35 AM)

Seorang pria yang juga mengenakan penutup kepala masuk ke ruang Euodia dan Tiara. Pada nampan yang dibawanya terdapat dua piring makanan untuk kedua gadis itu. Euodia tidak bereaksi. Dia memejamkan mata, entah tertidur atau hanya berpura-pura.  Barulah saat pria itu ganti meletakkan piring makanan dekat Tiara, benda itu langsung dihantam hingga terbanting pecah setelah menabrak tembok.

Kaget, Euodia terpaksa terjaga dengan sepasang matanya yang membelalak.

PLAK!!

Satu tamparan keras mendarat ke pipi Tiara. Saking kerasnya, tubuhnya terjatuh ke samping. Kakinya yang terpasung tertarik kencang, membuat gadis itu mengerang kesakitan.

When Marshmallow Meet Dark ChocolateWhere stories live. Discover now