17th: Seventeenth Note's

1.7K 113 0
                                    

26 Agustus 20127

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

26 Agustus 2012
7.45 pm

Jujur saja, aku tidak tahu akan menulis apa sekarang. Tidak ada yang menarik dari hidupku akhir-akhir ini. Aku sedang berlibur dan menikmati hari-hariku yang membosankan di rumah.

Tapi, jika memang kalian penasaran, aku akan menuliskan apa yang terjadi.

Aku bangun pagi sekali dan berjalan dari tempat tidurku menuju dapur. Meraih segelas air hangat dan kemudian berjalan menuju ruang tamu untuk membuka jendela. Sebenarnya, cahaya matahari belum benar-benar memasuki ruangan. Namun, aku hanya membuka jendela untuk menyaksikan pemandangan pagi sebelum matahari bersinar.

Aku melihat tetangga kami yang aneh, Max, sedang duduk di taman, dan bermain dengan anjingnya yang cukup besar. Max seusia denganku. Dia bersekolah di rumah dan oleh karena itu dia memiliki teman yang sedikit. Atau mungkin tidak sama sekali. Temannya hanya anjing besar yang selalu menemaninya itu. Aku mengetahui namanya dari Bernard. Namun aku tak tahu apa itu bisa di percaya atau tidak.

Hari ini, aku memutuskan untuk menjadi lebih baik kepadanya. Bukan karena aku pernah berbuat jahat padanya. Bukan.

Aku membuka pintu rumahku yang masih terkunci. Max terkejut melihatku. Mungkin itu karena dia tidak pernah bergaul dan merasa aneh jika seseorang sepertiku tiba-tiba saja berjalan mendekatinya dengan senyum aneh di pagi hari.

"Hai, kau Max bukan?" tanyaku. Dia menaikkan alisnya. "Max?" ujarnya kemudian tertawa keras. Aku terdiam. Sepertinya Bernard memang berbohong padaku mengenai nama Max.

"Aku bukan Max. Aku Timothy. Kau bisa memanggilku Tim. Yang bernama Max adalah anjingku." aku ingin menampar diriku sendiri dan berjalan kembali ke rumahku saat mendengarnya. Aku malu. Aku berjanji akan memukul Bernard begitu dia terbangun.

"Ah—maafkan aku. Aku Jasmine." seruku. Dia membalas uluran tanganku sambil tersenyum.

Tim memiliki mata yang besar dan bersembunyi di balik kacamatanya. Rambutnya pendek dan berwarna hitam pekat. Dia memiliki lesung pipi di pipi kirinya begitu dia tersenyum atau berbicara. Wajahnya lumayan menarik. Lesung pipinya menambah kemenarikkan wajahnya—walau hanya di pipi kirinya.

Tepat setelah itu aku meminta izin Tim apakah aku bisa duduk di sampingnya, dan dia menjawab tentu saja. "Akhirnya aku memiliki teman. Sejak aku pindah kesini, aku tidak pernah memiliki teman. Setelah menyelesaikan Home Schooling, aku tidak melanjutkan kuliahku. Dan karena itu aku tak punya teman." ujar Tim. Kali ini, satu informasi dari Bernard benar.

"Kenapa kau tidak mencoba untuk bergaul, atau bersekolah seperti anak lain?" tanyaku. "Orang tuaku tidak mengizinkannya. Mereka sangat posesif. Aku memiliki beberapa teman tentu saja. Namun tidak begitu dekat seperti anak lainnya." aku mengangguk mendengarnya. Sebenarnya dalam hati aku berpikir orang tua Tim adalah orang tua yang aneh.

Bertepatan dengan itu, seorang pria keluar. "Tim, ayah dan ibu akan pergi ke rumah bibi Lona." ujar pria itu sambil sibuk memakai jam tangannya sehingga tidak menyadari keberadaanku.

"Ya, tentu saja." seru Tim. Pria itu mendongkakan wajahnya dan bertanya siapa aku. Tim menjawab aku adalah tetangga mereka yang tinggal di seberang rumah.

"Selamat pagi tuan. Saya Jasmine." kataku sambil menjabat tangan pria yang adalah ayah Tim dan bernama Tn. Clark. Berikutnya, seorang wanita keluar. Aku menyapa dan menjabat tangannya juga. Orang tuanya sangat ramah dan baik. Mungkin aku bisa menjadi lebih dekat dengan Tim.

Dengan cinta,

-Jasmine

-Jasmine

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
265 Days of Love ✓Where stories live. Discover now