3rd: Third Notes

6.1K 316 0
                                    

25 Juli 201213

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

25 Juli 2012
13.42

Seperti biasa aku pergi kesekolah, dan menjalankan rutinitasku. Sheira bertanya apakah dia bisa menginap di rumahku sebentar malam atau tidak karena bibinya yang menyebalkan dari Orlando sedang datang. Aku menjawab tentu saja. Sudah biasa Sheira meminta hal ini. Dia pernah bercerita bahwa bibinya selalu memarahi apapun yang Sheira lakukan di rumahnya. Seperti; makan tidak memakai sendok atau garpu, dan membiarkan pemanas menyala saat sedang panas-walaupun yang ini aku setuju dengan bibinya-atau tentang Sheira yang bangun terlambat di hari sabtu dan minggu.

Malamnya, Sheira datang ke rumahku dan menyapa ibu, dan adikku, Bernard. Sheira bertanya pada ibu di mana aku dan tepat saat itu aku turun dari tangga.

Ibu mengajak Sheira untuk ikut makan malam dengan kami dan Sheira setuju. Ibu bertanya mengapa Sheira datang menginap malam ini?

"Kau tahu, Mrs. Miller, bibiku yang pernah kuceritakan datang lagi hari ini." Ibu tertawa mendengarnya. Ibu menawarkan hidangan penutup pada Sheira dan kami. Sepiring panna cotta yang dibuatnya tadi siang. Sheira dengan senang hati menerimanya dan berkata "Panna cotta anda sangat lezat, Mrs. Miller." Ibu tersenyum dan berkata terima kasih kepadanya.

Begitu makan malam kami selesai, aku dan Sheira naik ke kamarku dan mulai mengobrol. Sheira meraih bingkai foto yang dipajang di atas meja belajarku dan tertawa. "Kau serius masih menyimpan foto ini?" Aku mendekatinya dan ikut tertawa. Kami kemudian kembali mengingat saat kami mengambil gambar tersebut.

Saat itu kira-kira kami berusia delapan tahun dan duduk di sekolah dasar. Itu adalah perayaan halloween pertama kami bersama. Aku memakai kostum frankeinstein dan Sheira memakai kostum peri.

Kami tertawa sangat keras begitu mengingat kenakalan kami yang lain saat masih kecil. Karena tawa kami yang keras, Bernard datang dan mengetuk pintuku.

"Tidak bisakah kalian diam?" kesalnya. "Maafkan aku, tuan muda. Tapi sepertinya kakakmu tidak bisa." Bernard menggeram kemudian berjalan meninggalkan kami menuju kamarnya.

"Sheira." Aku memanggil Sheira dengan setengah suara. "Aku rasa aku harus memberitahukan sesuatu kepadamu." Sheira bertanya ada apa sambil tersenyum riang. Aku duduk di sampingnya. "Dua bulan lalu. Kau ingat saat aku pingsan di sekolah?" tanyaku. Sheira mengangguk. "Dokter mengatakan sesuatu kepadaku.

"Aku, tengah sakit, Sheira." Sheira terdiam mendengarnya. "Kau pasti bercanda. Berhenti bercanda, Jasmine." jawabnya. "Aku tidak bercanda. Jika aku bercanda, aku pasti mengatakannya. Kau tahu, Sheira, aku menderita kanker darah. Kau ingat ... aku pernah bercerita mengenai ayahku ... maksudku almarhum ayahku ... dia juga meninggal karena penyakit yang sama ... dan sekarang, aku yang selanjutnya. Sheira, aku hanya ingin mengucapkan beberapa hal sebelum benar-benar terlambat. Terima kasih sudah menjadi sahabat baikku selama ini. Aku harap ... kau mau mengingatku yang pernah menjadi sahabatmu ini." Setelah itu, Sheira menangis dan memelukku sangat erat.

Sungguh, aku merasa lebih baik setelah mengatakannya. Dan tepat setelah itu juga, semuanya terasa gelap. Semuanya berputar. Sheira memegang pundakku dan mengatakan sesuatu namun aku tidak dapat menangkap dengan jelas apa yang dia katakan. Aku menyentuh hidungku, dan, darah.

Dengan cinta,

-Jasmine

-Jasmine

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
265 Days of Love ✓Where stories live. Discover now