43. Marshmallow and Hot Ginger Tea

Start from the beginning
                                    

“Menabrakkan diri?” Ranan mengulang.

Tiara enggan membalas tatapan Ranan. “Satu-satunya fobia yang aku punya. Aku hanya tidak sadar saat melakukannya. Ini ada hubungannya dengan cerita di mana aku diculik dulu. I told you before.”

Ranan diam.

“Tapi sepertinya Yanet tahu..,” ujar Tiara. “Tidak hanya menarikku, dia juga menutup mataku. Dia melakukannya persis seperti Gladys saat terjadi kejadian yang sama.”

***
Kali ini pandangannya menyorot kosong. Hampa. Perhatiannya meneliti lagi beberapa sudut dalam rumah itu. Rumah tua. Bergaya klasik dengan dinding-dinding yang semakin lama mengelupas memperlihatkan warna bata. Ketika malam, warna jingganya akan berubah menjadi merah pekat. Bayangan-bayangan berkelebat di mana-mana. Berbanding terbalik ketika hari cerah.

Damar menutup mata sekilas, menyerapi baris demi baris lirik dalam lagu yang dia dengar.

“Meet me there at midnight..
Same place we always go.
I’m absolutely sure he doesn’t know.”

Perih luka dalam batinnya menyusup pelan-pelan. Laki-laki itu bergeming sembari kedua tangannya mengepal erat. Napasnya serasa berat, seolah-olah sesuatu sedang menekannya. Sedikit sulit dia menghirup napas dalam-dalam, berharap setidaknya hatinya akan sedikit tenang. Namun dia salah. Sama sekali tidak ada ketenangan di sini. Damar selalu diliputi rasa bersalah. Kemarahan beberapa kali mengusiknya. Akan tetapi geraknya tetap terantai.

“When can I next see you? I’ve been counting down the days.
I promise you our secret will be safe..”

Betapa Damar ingin menerobos. Dia ingin mencabik-cabik sosoknya sendiri seperti cermin yang hancur setelah dilempari bebatuan. Hanya saja monster beringas itu tidak akan membiarkannya. Sekali Damar salah melangkah, taringnya akan mengarah pada orang lain. Pekat lelah dalam hatinya bertambah saat dia mengetahui siapa target selanjutnya.

Laki-laki itu mendongak lagi. Dia menatap lagi bangunan yang penuh aroma menyesakkan. Mata itu terpejam, kemudian langkahnya berbalik pergi.

***
“Kak Susan mau ke mana?” tanya Tiara ketika sepulang sekolah siang itu, dia melihat Susan telah berpakaian rapi.

“Mau belanja sebentar. Kulkasnya udah mau kosong tuh. Makanmu banyak pula.”

Tiara meringis. Beberapa detik selanjutnya, sebuah ide terlintas dalam benaknya. Gadis itu buru-buru menyusul Susan yang baru saja melewati ambang pintu depan. Dia meminta Susan untuk menunggunya berganti baju sebentar, baru setelah itu Tiara bisa menemaninya berbelanja.

***
Yanet menghabiskan waktu sorenya untuk tidur siang. Kepalanya yang berdenyut berangsur-angsur membaik. Dia keluar dari kamar dan disambut suara berisik berasal dari ruang depan. Suara yang familiar. Abe, Bagas dan Luki pasti menguasai televisi di sana. Mereka juga akan berebutan joystick. Yanet sempat menoleh sewaktu melewati pintu kamar Logan. Samar-samar dia mendengar bunyi decit. Sepertinya si Hulk tengah menggunakan ranjangnya. Semoga saja tidak roboh.

Sesampainya di dapur, Yanet mendapati Susan sedang mengiris-iris nanas lalu memasukkannya ke blender. Yanet tidak begitu menghiraukannya. Dia berjalan gontai mengambil gelas lalu mengisinya dengan air dingin sebelum dahaganya terpuaskan.

“Kusut banget. Habis ngapain waktu di sekolah tadi?” tanya Susan setelah berkomentar.

“Aku berkelahi,” jawab Yanet asal. “Dia mencekik dan menendang dadaku.”

Kaget, Susan lantas menatapnya.

“Siapa?”

“Ulangan geografi.”

When Marshmallow Meet Dark ChocolateWhere stories live. Discover now