36. Marshmallow: Faded

Start from the beginning
                                    

"Damar dan yang lain pasti udah bawa Tiara ke rumah, terus ngapain kita ke sini?" tanya Abe sebelum Logan membuka pintu.

"Yanet akan akan ke sini sebentar lagi," balas Logan tidak menjawab pertanyaannya. "Katanya dia tahu sesuatu soal kejadian tadi."

"Oh ya?"

Mereka akhirnya masuk ke dalam. Bagian dalamnya benar-benar kotor akibat debu. Penghuninya sepertinya sudah bertahun-tahun meninggalkan tempat itu. Tumbuhan sulur merambati dinding. Lumut merajai sisi-sisi yang lembab. Semua perabotan dalam keadaan rusak. Kalau saja hari tidak sedang terang, tempat itu cocok dijadikan lokasi uji nyali.

Sementara pandangan Abe mengedar, Logan duduk di atas bifet yang salah satu pintunya copot. Laki-laki berbadan besar itu diam sembari memperhatikan Abe seksama. Batinnya menerka-nerka alasan kenapa Yanet menyuruhnya membawa anak itu ke sini.

Beberapa menit berselang, tidak ada yang bicara. Abe mengatupkan bibirnya rapat saat menyadari semuanya terasa aneh.

Mereka tidak menunggu lama sampai akhirnya si Gadis berambut merah datang. Yanet langsung berdiri berhadapan dengan Abe yang punya tinggi badan yang sama dengannya.

"Kak Yanet," ucap Abe. "Tiara gimana?"

Yanet tetap diam. Sorotnya menyelidik, seperti sedang menyelami segala emosi yang ditampakkan lawan bicaranya kali ini. Tingkah Abe berubah kikuk. Dia benar-benar tidak mengerti apa yang gadis itu coba lakukan.

"Marah?" kata Yanet kemudian. Dilihatnya Abe mengernyit. Gadis itu juga tersenyum penuh makna. "Setelah seseorang membantai kelinci-kelinci kesayanganmu?"

Air muka Abe mendadak berubah. Perhatian Yanet terpaku pada iris matanya. Gerak pupil laki-laki itu tidak pernah normal. Yanet yakin ada bayangan-bayangan di baliknya yang tidak pernah ketahuan oleh orang lain. Dugaannya tidak salah. Abe punya gangguan kejiwaan. Anak itu mirip dengan Ferox—pembunuh paling beringas yang pernah Yanet kenal. Bahkan ibu sendiri yang mengajarkan pada Yanet untuk mengenali karakter yang mirip dengannya.

"Kak Yanet ngomong apa sih?" tanya Abe bingung.

"Aku akan memanggilmu Abberline mulai sekarang," kata Yanet lagi-lagi tidak menghiraukan. "Namamu yang sebenarnya."

Abe adalah bibit. Akan jadi seperti apa dia, tergantung orang yang akan mengawasinya mulai sekarang.

"Tiara tidak ada hubungannya dengan kelinci-kelinci itu, jadi jangan marah padanya," ujar Yanet seakan-akan Abe harus benar-benar mengetahuinya. Gadis itu kembali menambahkan dengan penuh penekanan saat langkahnya maju lebih dekat pada Abe. "Jangan usik dia selama ada aku di sini."

Abe diam. Sosoknya mulai membalas intimidasi yang Yanet berikan padanya.

Segala tingkah yang Abe tunjukkan selama ini adalah tiruan. Karenanya dia selalu ada di mana pun Bagas berada. Dengan cara itulah karakter aslinya bisa tersembunyi. Dia juga memiliki rasa sayang yang sedikit ganjil. Dan empati ... kalau dugaan Yanet benar, Abe sama sekali tidak memilikinya. Karena itulah setiap kali Abe bertindak, Yanet selalu menemukan kebohongan.

"Aku turut sedih soal kelinci-kelincimu yang lucu, Abberline.." Yanet berbisik. Mata dengan kontak lensa yang merah terkesan menyala menatap Abe. "Bagaimana kalau kita.. bersama-sama menghabisi pelakunya?"

***
Yanet dan Logan kembali sekitar dua jam kemudian. Mereka datang tanpa Abe. Entah ke mana anak itu setelah Yanet mengajukan penawaran padanya. Yanet mendapati Damar, Luki, Bagas, dan Susan berkumpul di depan pintu kamar Tiara. Wajah mereka keruh. Bahkan tanpa bertanya, Yanet langsung tahu apa yang terjadi.

Tiara mengunci diri. Yang membuat mereka gusar, tidak lain adalah karena kesunyian yang mereka dengar. Dalam keadaan saat ini, jauh lebih baik kalau Tiara mengamuk seperti biasanya. Tapi jika gadis itu tidak bersuara, mereka tidak akan tahu keadaannya sekarang ini.

When Marshmallow Meet Dark ChocolateWhere stories live. Discover now