"Yas, aku sudah ketemu David and the gangs!" Rosa melapor.

"Trus?"

"Mereka mau menjenguk akhir minggu ini. Tapi kamu jangan ikut dulu. Kayaknya Kukuh alergi sama kamu."

Sedih rasa hati Yasmina mendengar kata alergi itu. Apa boleh buat, nasi telah menjadi bubur. "Nggak masalah."

"Kamu apain dia?" canda Rosa.

"Nggak tau. Aku terlalu menekan barangkali? Menurutmu gimana?"

"David bilang, Kukuh memang sensitif sejak lumpuh. Coba nanti aku cari tahu gimana caranya supaya kamu bisa dekat lagi. Aku kabari kalau sudah ketemu dia."

"Ah? Kamu mau ketemu dia? Kamu datang sebagai apa?"

"Ehm! Teman David, dong. Begitu, kan, skenariomu?"

Yasmina melongo. Biarpun mereka kembar, ia kerap terkaget-kaget dengan aksi Rosa, terutama untuk urusan lelaki. "Kamu sedang memainkan skenario atau suka beneran sama David?"

"Menurutmu?" goda Rosa sekali lagi.

Yasmina tidak menjawab. Sejak pertemuan di pekuburan itu, pikirannya tersita pada lelaki yang menyandarkan kepala di perutnya. Jemarinya masih merasakan helai-helai rambut itu. Lengannya masih mengingat tubuh dingin yang menggigil. Hatinya terus mendesak untuk kembali ke sana. Perasaan apa ini? Bila sekadar rasa iba, mengapa menyebut namanya saja hatinya menderu?

☆☆☆

Pagi berikutnya, Kukuh terbangun dengan tubuh menggigil. Selimut tebal tidak membantu apa-apa untuk mengurangi rasa dingin. Beno mengecek suhu. Ternyata ia demam tinggi.

"Bu Yeni sudah memanggil dokter," ujar Beno. "Minum obat penurun panas dulu, ya, Mas?"

Beno membantu Kukuh meminum obat. Sesudah itu dibujuknya lelaki yang pernah menjadi idola anak muda itu untuk memakan roti lapis sebagai pengisi perut.

Dokter keluarga datang beserta asistennya. Sampel darah dan air seni diambil untuk diperiksa.

"Masih bisa makan dan minum tanpa muntah?" tanyanya.

"Masih bisa," jawab Beno.

"Kalau begitu makan dan minum yang banyak, supaya tidak dehidrasi. Kita tunggu hasil labnya."

Sepanjang pagi itu perasaan dan pikiran Kukuh kacau sekali. Tubuhnya yang lemah karena demam membuat otak tidak bisa mengatur memori dengan baik. Bayangan peristiwa-peristiwa sedih berputar-putar tanpa tersaring. Dari ingatan akan kecelakaan itu, Restu, kesakitan karena kelumpuhan, hingga pertemuan dengan Yasmina.

Mengapa ia mesti bertemu gadis itu? Ia selalu tampak menyedihkan saat bersamanya. Mula-mula serangan nyeri itu. Lalu dirinya yang muntah-muntah dan digendong bagai bayi.

Ahh ...! Tidak, tidak!

Kukuh mendesis kesakitan. Serangan nyeri itu semakin parah saat demam. Beno memiringkan tubuhnya dan memberikan kompres hangat di bagian punggung di mana operasi tulang punggung itu dilakukan. Hal itu biasanya membantu memberikan rasa nyaman.

Rupanya serangan kali ini yang terparah. Kukuh meringkuk dengan napas tersengal-sengal.

"Mas, apa tidak minum obat anti nyeri saja?"

Kukuh menggeleng.

"Mas, nanti pasti lebih enakan kalau obatnya sudah diminum," bujuk Beno.

Kukuh tetap menolak. Akhirnya Beno menyerah.

Napas Kukuh memburu di balik gulungan selimut. Rasa sakit itu menyiksa, teramat menyiksa. Namun, ada bagian diri yang terpuaskan. Sebuah palung hati menjadi lega manakala siksaan itu mendera. Ia boleh meringkuk tanpa perlu menghadapi dunia. Selimut yang menutup tubuh, serasa menggantikan rengkuhan yang tanpa sadar ia rindukan.

Demam telah membuat tubuh ringkih itu menggigil. Kukuh mengerang lirih beberapa kali sebelum akhirnya tertidur kelelahan.

Beberapa waktu kemudian, hasil laboratorium keluar. Ia terserang demam berdarah. Trombositnya turun drastis, sehingga harus diopname segera.

Rumah sakit di mana keluarga Kukuh bekerja sama telah mengirim ambulans untuk menjemput, lengkap dengan dokter dan paramedis. Sayang, Kukuh bergeming di ranjang.

"Nanti," kilahnya saat Yeni memaksa.

Ia malas saja ke rumah sakit. Baru membayangkan berbagai alat dan selang itu saja sudah sebal, apalagi harus benar-benar dipasangi.

"Diinfus di sini saja, bagaimana Mas?" tanya dokter yang merawat, masih belum menyerah untuk membujuk.

"Nanti," tolaknya halus. Tangan adalah alat gerak yang tersisa. Bila harus dikekang dengan tusukan infus pula, akan seperti apa ia? "Saya mau tidur dulu."

Ia lalu memaksa semua orang keluar kamar sehingga membuat mereka kalang kabut. Saat beberapa orang berusaha membujuk dengan setengah memaksa, ia semakin keras menolak.

"Saya tidak suka dipaksa. Saya akan ke rumah sakit nanti saat saya ingin. Bisakah kalian memahami? Tolong semua pergi, atau saya potong nadi saya!"

Akhirnya ia mengunci diri di kamar dengan belati siap di tangan.

Ia sendiri tidak tahu untuk apa bersikeras. Demam tinggi dan kesedihan yang menumpuk selama dua tahun telah membuatnya enggan berpikir. Ia hanya tahu satu keinginan.

Aku ingin sendiri.
Aku ingin tidur dengan tenang.
Biarkan aku sendiri.
Biarkan aku menjalani kesakitan ini dengan tenang.
Aku tidak ingin apa pun yang lain.


Aku tidak ingin apa pun yang lain

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.




Author's Note

Cerita ini akan dipublish sampai tamat di Wattpad. Tapi, kalau Sobat Fura penasaran banget gimana kelanjutannya dan kepingin maraton baca Yasmina, kisah ini udah tamat dan bisa dibaca di KBM dan Karya Karsa.

Khusus untuk Karya Karsa, ada tiga cara mendapatkan Yasmina sampai tamat:

1. Beli chapter satuan, dan bisa diakses selamanya.

2. Beli paket atau tier "Paket Yasmina Selamanya" dengan jumlah dukungan yang minim, tapi dapat diakses selamanya.

3. Cara paling ekonomis: "Paket Yasmina 30 Hari". Kalau memilih paket ini, pastikan memasukkan kode voucher yas032022 supaya Sobat dapat potongan senilai Rp. 20.000,- . Paket ini dapat diakses selama 30 hari.

Buat pembelian Kakoin di Karya Karsa, pastikan Sobat semua membelinya lewat web ya (Chrome, Firefox, dll) biar dapat harga termurah.

Nama akun: nataliafuradantin

Judul: YASMINA

YasminaWhere stories live. Discover now