5b. Makan Siang (2)

270 32 5
                                    



"Bapak pasti paham bahwa Phoenix sangat berarti bagi Ayahanda," ucap Yasmina saat mengakhiri persuasinya.

Saat melihat Kukuh tidak bereaksi sama sekali, ia mulai memahami perkataan sang kakek. Lelaki ini tidak hanya hebat dalam bidang-bidang yang digeluti. Ternyata ia juga hebat dalam hal menolak. Akhirnya ia pun turut diam sambil menunggu apa yang akan dilakukan Kukuh.

"Mbak tahu mengapa hanya saya saja yang hidup setelah pembunuhan itu?" Akhirnya Kukuh bersuara setelah beberapa saat membisu. "Ayah saya sengaja dilenyapkan oleh pihak-pihak tertentu. Tanggung jawab saya adalah mengungkap fakta itu. Dan sudah saya lakukan. Jadi, kewajiban saya pada keluarga sudah selesai. Mbak tidak bisa mengaitkan saya dengan keluarga lagi."

Yasmina hanya bisa mengerjap saja. Otaknya blank. Segala jurusnya tidak mempan.

"Sekarang saya pensiun dari semuanya. Saya kembali ke rumah masa kecil saya ini untuk menikmati ketenangan sambil menghabiskan waktu yang tersisa. Saya harap Mbak bisa memahami," kata Kukuh kemudian.

Yasmina merinding. Ia sempat bertemu Andoyo Gunawan beberapa kali dan cukup mengenal lelaki itu. Bagaimana bisa, ayah dan anak seperti langit dan bumi begini? Ia tidak suka bagian 'menghabiskan waktu yang tersisa' itu. Apa maksudnya?

"Bila grup saya goncang, saya pribadi pasti selamat. Tetapi orang-orang di bawah saya, belum tentu. Begitu juga Anda, Pak. Dalam grup Bapak, ada ribuan orang yang menggantungkan nafkahnya pada bisnis Bapak."

Kukuh mengeluh dalam hati, mengapa perempuan satu ini tidak menyerah juga. Ia sudah malas dan mau kembali ke kamar. Halo, rasa nyeri dan pening, di mana kalian saat dibutuhkan?

"Mbak berlebihan memaknai keberadaan saya. Mbak bisa menemukan orang lain yang berkualitas. Kita punya 260 juta orang di negeri ini. Pasti banyak yang cakap dan lengkap fisiknya," jawab Kukuh lembut.

Yasmina menggertukkan gigi. Penolakan tajam yang dibalut dalam sikap lemah lembut itu sangat mengesalkan.

"Tidak semua orang memiliki akses ke bisnis Bapak seperti Bapak. Bapak lahir di keluarga Gunawan. Bapak sudah dipilih sejak semula. Lagi pula, kita bukan mencari pelari maraton. Selama Bapak masih sadar dan bisa bekerja dengan komputer dan telepon, semua bisa dikerjakan."

Kali ini Yasmina benar-benar asal bicara. Ia tahu perkataannya tidak berfaedah saat melihat wajah datar Kukuh. Ia melanjutkan saja tanpa banyak berpikir.

"Pak," katanya lembut. "Ada masa depan bagi semua orang, termasuk Bapak, sesingkat apa pun masa depan itu."

Tanpa terduga, Kukuh justru tersentil emosinya. Matanya berkilat sebentar, lalu redup kembali.

"Entah dia bisa berjalan, entah dia buta atau tuna rungu, entah dia menggunakan kursi roda dan berkemih dengan kateter, semua orang berkesempatan memiliki masa depan yang cerah." Yasmina meneruskan kalimatnya tanpa berpikir. Ia tidak tahu kalimat itulah yang berefek dalam ke lawan bicaranya.

Berkemih dengan kateter?

Kukuh membuang muka. Ia sungguh malu Yasmina mengetahui kondisi terdalamnya. Ia juga tidak terima kondisinya dijadikan bahan pembicaraan. Siapa perempuan ini hingga berhak mengomentari hidupnya seperti itu?

"Maaf, saya mulai pusing," kata Kukuh untuk menyudahi pertemuan itu. Tentu saja ia berbohong. Belum pernah ia sesehat ini, bebas pening dan nyeri menyayat. Ia memutar kursi roda dan bergegas meninggalkan ruang tamu.

Tersisa Yasmina yang terbengong. Ia tahu ia telah membuat kesalahan fatal. Mengapa ia harus memicu kemarahan lelaki itu? Berkemih dengan kateter? Lelaki mana yang egonya tidak tertusuk bila dikomentari seperti itu oleh perempuan yang baru dikenal? Akhirnya, ia kembali ke mobil dengan kepala melayang.

"Kita pulang, Bu?" tanya Irawan, asistennya.

"Ya." Yasmina menggaruk kepala dan mengacak rambutnya sambil berdecak beberapa kali.

"Ada berita menarik tentang suami Restu. Sudah saya kirim link-nya."

Yasmina menyalakan tablet. Link itu merujuk berita tentang Pramudya Indrawan, suami Restu yang ikut mendanai film Hollywood. "The Network" adalah film baru bergenre science fiction yang meroket dan menjadi perbincangan di seantero jagat. Pramudya sukses menjadi kebanggaan rakyat negeri ini.

"Dia juga punya perusahaan perfilman di sana," lanjut Irawan. "Restu ikut main dalam film itu."

"Masih semuda ini sudah sukses banget," komentar Yasmina.

"Dia kaya sekali, Bu. Coba Ibu lihat profilnya."

Yasmina mengamati foto-foto lelaki itu. Rupanya sebelum menikah, lelaki ini playboy juga. Banyak foto lama menunjukkan ia sedang berpesta ria dengan artis-artis Hollywood seperti Alicia Keys dan Miranda Kerr.

"Dia memberi Miranda berlian seharga delapan juta dolar!" tandas Irawan.

"Wow, berapa juta yang dia berikan ke Restu?" selidik Yasmina.

Gadis itu beralih ke foto-foto Pramudya setelah menikah. Ada foto pasangan itu dengan pesawat jet pribadinya. Mereka juga tampak mesra mendiami kastil mungil nan indah di Swiss. Mereka tampak bahagia saat Pramudya merayakan ulang tahun Restu dengan pesta meriah di yacht super megah, serta setumpuk foto berlatar kemewahan lain.

"Kata orang, semua itu milik dia, Bu," imbuh Irawan. "Satu lagi, dia keponakan Presiden."

"Oh, ya? Usaha apa dia?"

"Jasa keuangan, kalau tidak salah. Kurang jelas juga saya."

Yasmina mengamati penampilan Restu di semua foto itu. Wajah itu ranum dalam kebahagiaan. Pipinya penuh, senyumnya cerah, serta matanya memancarkan gairah. Apakah benar ia terpaksa menikah? Yasmina terbayang wajah Kukuh. Lihatlah, lelaki kurus itu masih berkabung dalam kesunyian.

Hidupnya pilu dan kelabu, berbanding terbalik dengan kamu, rutuk Yasmina dalam hati.

"Coba ibu cari komentar netizen tentang Restu Maheswari," usul Irawan sambil tersenyum penuh arti.

Yasmina membuka beberapa situs. Ia menemukan banyak sekali komentar pedas. Kadang netizen Indonesia sangat emosional dan sadis terhadap selebritis. Ia tergelak, lalu menutup kembali tabletnya.

"Ooh, saya puas, Wan!" ujarnya.


"Ooh, saya puas, Wan!" ujarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

=Bersambung=

Note: Nggak semua penderita SCI mengalami apa yang dirasakan Kukuh ya Gaes. semuanya tergantung pada tingkat dan keparahan cederanya.

YasminaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang