23. Kata-Kata (1)

1.8K 221 48
                                    

Kata-kata Iskandar menjadi kenyataan. Aktivis lingkungan dan kelompok peduli kedaulatan ekonomi menggelar demonstrasi serentak di depan kantor Phoenix, Madava Energy, dan Kementerian ESDM. Tuntutan mereka jelas, Grup Andreans harus mundur.

Pengusaha bukan tentara yang berani mati untuk tujuan mulia membela negara. Perusahaan tidak sepatriot itu. Mereka ingin mencari keuntungan tanpa keributan. Andreans akhirnya mengundurkan diri. Hal itu menjadi pukulan tersendiri bagi Kukuh. Apalagi setelah itu Iskandar mengundangnya pada jamuan makan bagi para pemegang saham Madava.

"Kamu yakin, Bang?" tanya David saat mobil mereka memasuki halaman rumah Iskandar. "Kita masih bisa putar balik, kalau kamu mau."

"Yakin," jawab Kukuh singkat.

David mendesah diam-diam. Sebagai pewaris tunggal Phoenix, Kukuh adalah pemegang saham mayoritas di Madava Energi. Tentu ia harus hadir. Dengan mundurnya Andreans, besar kemungkinan ia akan menerima banyak sindiran di dalam sana.

Iskandar sendiri yang menyambut Kukuh di pintu depan. Lelaki itu menyuruh anak buahnya untuk membantu Kukuh turun dari mobil. Untung ia sigap mencegah para asisten itu. Kukuh sudah bisa berpindah sendiri. Ia membutuhkan kemandirian itu untuk menjaga harga diri.

Hmm, penghinaan pertama, batin David.

Driver mereka mengeluarkan kursi roda Kukuh dari bagasi dan meletakkannya di samping pintu mobil. Kukuh mengeluarkan kakinya yang kecil dan layu satu demi satu. Dengan gerakan singkat, ia beringsut untuk memindahkan tubuh dari mobil ke kursi roda.

David menahan napas melihat proses itu. Di depan mereka berkerumun beberapa orang yang menyambut kehadiran Kukuh. David tidak dapat membayangkan bagaimana rasanya menjadi seseorang yang terpaksa menunjukkan kelemahan di hadapan banyak orang. Bila ia yang berada di posisi Kukuh, ia tidak akan sanggup!

Beberapa detik kemudian, Kukuh telah duduk mantap di kursi roda. Dengan tenang ia mengayuh rodanya mendekat ke orang-orang yang menunggu lalu menyalami mereka dengan ramah. Seseorang hendak mendorong kursi rodanya. Kukuh menolak dengan santun. David dapat melihat tatapan iba semua orang yang mengikuti Kukuh ke dalam ruang. Ia mau memaki. Cuma melihat kursi roda saja, mengapa harus dipelototi seperti itu?

Dia masih manusia biasa, hellow! Biasa aja kali! rutuk hati David.

Di dalam, mereka disambut oleh wajah-wajah ramah yang berbasa-basi menanyakan kabar. Mereka para pemegang saham Madava yang lain, dan para petinggi Madava.

"Oh ya, Om ingin kenalkan orang yang membantu negosiasi dengan pihak pembeli, ya Kuh," kata Iskandar ramah. Ia melambai pada seseorang.

Serta merta mata David terbelalak saat melihat siapa yang datang. Pramudya. Senyum lelaki itu sebenarnya manis, namun entah mengapa, sekarang terlihat bagai seringai iblis dalam penglihatan David.

Penghinaan kedua!

Di belakang Pramudya, muncul seseorang yang tiba-tiba salah tingkah saat berdiri di hadapan Kukuh. Siapa lagi kalau bukan Restu. David seperti melihat belati neraka tengah menghunjam ke dada Kukuh.

Penghinaan ketiga, sial!

Lebih parah lagi, ternyata mereka ditempatkan satu meja dengan Restu dan Pramudya. Rahang David langsung terkatup erat menahan geram.

Penghinaan keempat.

Untung Rosa dan Meinar bergabung dengan mereka tak lama kemudian. Mereka sengaja mengambil tempat duduk di sebelah kiri dan kanan Kukuh.

Meinar tampak memeluk Kukuh dengan mata berlinang. Kukuh membalas tanpa mengucapkan sepatah kata pun, namun matanya juga basah. Untuk sesaat, David kebingungan. Otomatis rasa ingin tahunya tergelitik. Ia melirik Restu. Ternyata perempuan itu juga meneteskan air mata. Suasana malam itu semakin muram saja.

Jamuan makan itu ternyata cukup singkat. Setelah beberapa sambutan, acara utamanya adalah penyampaian rencana strategis oleh CEO Madava Energy. Tentu saja, semua tampak indah dan menjanjikan. Paparan oleh CEO Madava tersebut disambut tepuk tangan meriah. Sesudah itu, makanan dihidangkan dan hiburan dimulai.

"Wah, luar biasa proyek ini, Pak Is!" seru Pramudya di tengah lantunan suara Isyana Sarasvati. Ia sengaja menoleh pada Kukuh. "Bukan begitu, Mas Kukuh?"

Kukuh mengangguk mengiyakan.

"Bagaimana penjualan asetnya? Saya dengar Andreans mengundurkan diri," tanya Pramudya lagi.

David yang masih geram semakin geregetan. Buat apa Pramudya mengungkit soal penjualan aset sementara ia tahu penjualan itu tidak berjalan lancar?

Kurang ajar! Penghinaan kelima.


////////////////

Bersambung nanti sore. Voment dulu, donk ....

YasminaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang