15. Kejutan

2.3K 259 87
                                    

Kejutan dari seseorang datang ketika Kukuh tengah berlatih bergerak. Begitu demamnya turun, ia menyempatkan diri untuk belajar menggunakan kursi roda. Ia sadar penuh bahwa benda itu akan digunakan selama sisa hidup. Jadi, mulai sekarang, ia harus bisa menyatu dengannya. Sepanjang pagi hingga siang, ia terus mengayuh alat bantu itu berkeliling kamar.

Ia tak pernah menyangka orang itu akan datang, bahkan tidak mengharapkannya datang. Seseorang yang membuat jantung berdetak kencang, dan yang kesannya membekas sangat dalam, tahu-tahu muncul di pintu.

Restu!

Artis berbakat yang pernah menjadi tunangannya itu muncul seorang diri, masih dengan wajah sendu yang khas. Begitu melihatnya, perempuan itu berurai air mata. Restu, sendu, dan tangis adalah campuran abadi. Campuran yang dulu sangat ia sayangi dengan segenap jiwa dan sekukuh komitmen.

Restu kini sudah resmi menyandang gelar Ny. Pramudya. Walau begitu, melihat perempuan itu datang dengan keanggunan aristokrat dan senyum ayu, jujur, hatinya masih berbunga-bunga. Ia sadar, sekeras apa pun Restu menyakiti, sampai tiga kali pacaran dengan pria lain dan yang keempat menikah, rasa sayangnya tak pernah hilang.

Mereka bertetangga sejak kecil. Boleh dikatakan, mereka tumbuh bersama sampai akhirnya berpacaran. Restu bukan orang lain. Ia bagian dari perjalanan hidup.

"Res, apa kabar?" sapa Kukuh setelah membiarkan Restu menenangkan diri.

"Baik. Aku datang karena ingin melihat keadaanmu."

"Terima kasih. Aku sudah sehat."

Restu menatap sendu. Sesaat, matanya mengerling ke kursi roda. Kilau mata perempuan itu berubah sejenak. "Kamu kurus sekali."

Kukuh menghela napas. Tolong, jangan dilanjutkan.

Pandangan Restu tak lepas dari kaki Kukuh. Melihat itu, Kukuh mengelus kedua tungkai yang tampak kecil itu seraya tersenyum.

"Aku sudah menerimanya, Res," katanya lembut.

Restu terkesiap dan segera menyadari kesalahan. "Baru kali ini aku bisa menjengukmu," katanya, terbata.

Kukuh terdiam. Saat mengakhiri hubungan, mereka tidak bertemu. Orang tua Restu datang Ke Jogja untuk mengembalikan cincin pertunangan sambil memintanya melepaskan Restu untuk menempuh hidup bersama orang lain.

Tentu saja, saat itu ia sangat sakit hati. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, ia bisa memaklumi bahwa Restu lebih baik bersama orang lain dari pada bersama dirinya yang tidak sempurna.

"Terima kasih sudah datang," kata Kukuh sambil mengangsurkan kue dan teh kemasan.

"Apa kegiatanmu selama ini, Kuh?" tanya Restu seraya menyambut teh dan kue itu.

"Nggak ada. Aku cuti."

Restu terenyuh. Kukuh tidak cuti. Kabar burung mengatakan lelaki ini depresi berat karena tragedi itu sehingga mengasingkan diri. Ia merasa jahat sekali. Bukannya mendukung Kukuh di saat-saat terberat, ia malah menikah dengan orang lain.

"Aku masih merasa bersalah," kata Restu lirih.

"Jangan begitu. Menuruti orang tua itu kewajiban setiap anak."

"Aku minta maaf, Kuh." Air mata Restu kembali meleleh.

"Res, aku sudah memaafkanmu. Kamu lihat sendiri, aku baik- baik saja."

Restu kembali mengerling ke arah kaki Kukuh dengan pandangan iba. "Aku tahu, dua tahun ini kamu nggak baik-baik saja," ratap Restu di sela tangis.

Kukuh mendesah. "Tolong jangan begitu." Tangannya meraih beberapa lembar tissue lalu diberikan kepada perempuan yang sesenggukan untuk kesekian kali itu.

YasminaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang