24. Menahan Perasaan (1)

107 7 1
                                    

Close your eyes I'm in your heart
The moon, the sun, and your song
An endless song of love

= Kim Hyun Joong =

.

.

Menahan perasaan itu sangat sulit, terutama bagi Restu saat ini. Tangannya nyeri akibat dicengkeram suaminya. Rupanya, Pramudya terlalu sensitif malam ini. Padahal apa yang perlu ditakutkan dari seorang Kukuh Arkatama? Selingkuh dengan istri orang? Hal seperti ini sama sekali bukan sifat Kukuh.

"Matamu dijaga!" bisik Pramudya di telinga Restu.

Bulu kuduk wanita itu kontan meremang. "Apaan?" balasnya sembari memelotot.

"Mata, ya, mata! Jangan ke depan terus!" desis Pramudya, kesal karena dipelototi. Kerlingannya mengarah pada Kukuh yang duduk tepat di seberang mereka.

Restu mengikuti arah pandang Pramudya. Wajah Kukuh yang masih tirus kembali menyayatkan sembilu di hati. Lelaki itu tidak memandang ke arahnya, melainkan tengah bercakap dengan Meinar. Lekuk wajah yang terlihat dari samping itu masih sanggup menggetarkan kisi-kisi hati Restu. Tangannya otomatis meraba perut yang membuncit. Masih nyata dalam kenangan, tangan kurus Kukuh mengelusnya, seolah anak yang ada di dalam itu adalah darah dagingnya.

Ah, seandainya anak ini memang anak Kukuh, tentu rasanya akan berbeda. Pramudya sudah memilih nama untuk putrinya, yaitu Princess Kanya Pramudya. Lelaki itu menyematkan namanya untuk sang calon putri tercinta. Ada rasa kesal yang menggunung. Jujur, Restu malah memikirkan nama lain. Sontak, sebuah penggalan kejadian lama terbayang kembali.

Suatu saat dulu, setiap kali mereka selesai menikmati kebersamaan di kamar Kukuh, lelaki itu kerap mengelus perutnya.

"Semoga kali ini jadi, ya, Res."

Ia hanya tersenyum. Tidak mungkin akan "jadi" karena ia sudah mencegahnya. Kukuh menginginkan anak untuk memuluskan pernikahan mereka. Ia tidak sanggup menolak, pun tidak menginginkan anak sebelum resmi menikah. Jalan keluar termudah tanpa menimbulkan keributan adalah menenggak pil-pil anti kehamilan diam-diam.

"Kalau perempuan, kita kasih nama Karenina. Cantik, nggak?" Suara lembut Kukuh masih terngiang jelas.

"Bagus! Karenina siapa kepanjangannya?"

"Karenina Arkatama, tentu!"

"Cantik banget!" puji Restu sambil berpura-pura bahagia. Bibir mereka bertaut kembali sesudahnya.

Restu segera menepis memori indah yang sekarang terasa getir. Di seberang, Kukuh terlihat tenang. Lelaki itu masih tersenyum lembut. Sayang, senyum itu bukan lagi miliknya.

Maafkan aku. Sekarang, nggak mungkin lagi ada Karenina Arkatama, Kuh.

☆☆☆

Melihat suasana menjadi tidak nyaman, Meinar membisikkan sesuatu pada suaminya. Iskandar mengangguk kecil.

Meinar menatap Kukuh sejenak.

"Kukuh, kamu sudah selesai makan?" tanya Meinar.

"Sudah, Tante," jawab Kukuh.

"Kamu sudah lama tidak datang ke sini. Mau jalan-jalan mengenang masa kecil?"

"Mau banget!" Tentu saja, Kukuh tidak akan melewatkan kesempatan untuk menjauh dari Restu dan Pramudya.

"Mari," ajak Meinar. Wanita itu kemudian melangkah anggun menuju ke area belakang dan Kukuh mengayuh kursi roda di sampingnya.

☆☆☆

Rumah besar itu sudah banyak berubah, terutama penataan interior dan taman. Namun, Kukuh masih mengenali ruang-ruang tempat ia dan Sukma biasa bermain dan menginap. Ia mengayuh kursi roda meninggalkan hingar-bingar ruang tengah menuju koridor yang diapit taman.

"Kalian dulu sering bermain di taman itu," kata Meinar. Ia duduk di salah satu bangku teras. Senyumnya mengajak Kukuh menerawang ke masa lalu.

"Iya Tante, saya masih ingat," balas Kukuh.

Ia ingat teriakan-teriakan Sukma saat berlarian mengejar anjing pudel bernama Melita. Mereka belajar berenang di kolam itu, bahkan bermain cebur-ceburan sampai menggigil. Mereka menggali lubang di sudut taman untuk menyembunyikan kapsul waktu.

"Beberapa hari lalu, pekerja yang membongkar taman menemukan ini," kata Meinar. Ia menyerahkan kotak kecil terbuat dari logam.


///////////////////

Lanjutannya nanti sore, ya

YasminaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang