Resus (Part 6)

503 38 1
                                    

Butiran abu bertabur ditiup angin, kobaran api dengan cepat menyebar, menyala-nyala pada pemukiman desa, menyulap bangunan bertembok kayu menjadi arang yang tak ada lagi artinya. Rumah kecil pun menjadi mangsanya, rumah yang kini tak lagi utuh diterjang api, runtuh pada bagian depannya hingga membuat seorang gadis kecil tak berdosa terperangkap di dalamnya. Dirinya menangis sunyi dengan napas yang sesak, bongkahan kayu nan besar menindih sekujur tubuhnya yang mungil. Gelap menyelimuti tempatnya terbaring pasrah, hanya sedikit celah yang membiarkannya mengintip nyala api yang berkobar di luar sana.

Raungan monster terdengar menggema, terdengar suara kaki yang buru-buru menjiplakkan jejak di atas jalan berlumpur. Hujan dan guntur menemani mereka-para penduduk desa-yang tengah berteriak, merintih, dan menangis dalam duka dan keputusasaan.

Terlihat dari celah reruntuhan, seorang wanita yang berjalan terseok-seok dengan kaki gemetar. Tangannya meremas erat pundaknya yang terluka. Tubuhnya bermandikan darah yang mengucur di sepanjang jejak yang dicetaknya. Tak lama, wanita itu tersungkur, jatuh dengan posisi berlutut sebelum akhirnya terbaring tak berdaya di atas tanah berlumpur. Entah bernapas, entah bernyawa, genangan air melahap sekujur wajahnya, tubuhnya pun tak bergerak seinci pun, titik air hujan menyapu sebagian darah yang menempel pada permukaan bajunya.

"Ibuu...," rintih sedu sang gadis, ketakutan dalam pilu dan deritanya.

Bergetar, tanah mendadak bergetar. Sesuatu yang besar menghantam tanah-tidak, bukan! Sesuatu yang tengah melangkah, bertubuh besar layaknya seorang raksasa. Rentetan dentuman terdengar, perlahan mendekat dengan pasti. Getaran terasa menguat, celah reruntuhan pun melebar seketika, terlihat bayangan hitam yang tercetak di tanah, mewakili sesuatu yang besar, teramat besar dan berkaki empat.

Ketakutan bukan main, bising bencana lenyap dari telinga sang gadis, hening pun datang mendekap, detak jantungnya yang semakin memburu menggantikan segala suara yang ditangkap telinganya.

"I-itu...," bisik kaku sang gadis.

Tak begitu jauh di depan matanya, hadir sesosok makhluk berbulu dan bertubuh besar yang membuat telinganya seakan tak ingin lagi menangkap suara. Seekor predator berkepala dua, bertubuh jangkung, dan bernodakan darah pada setiap giginya yang meringis. Makhluk itu mengendus-ngendus wanita yang terkulai di atas jalan berlumpur, lalu menjilati sekujur tubuhnya dengan kedua lidahnya dari masing-masing kepala. Tak lama, monster itu menggigit salah satu kakinya dan menyeretnya jauh-jauh hingga tubuhnya tak lagi terlihat. Gemeletuk keras terdengar setelahnya, beriringan dengan suara daging yang terkoyak oleh taring-taring yang tajam. Sesuatu yang merah pun mengalir dari sisi yang sama, bersua dengan genangan lumpur yang semakin kental bercampur darah.

Sang gadis kecil menahan mulutnya erat-erat, menangis dalam sunyi, genangan bening di matanya mewakili batinnya yang histeris ingin menjerit.

Tidak..., besitnya dalam hati yang tak sanggup lagi mengharapkan keselamatan.

Napasnya tak tahu arti kendali, detak jantungnya semakin menjadi-jadi dan tak beratur, namun itu bukanlah berita buruk yang membuatnya demikian. Makhluk itu datang kembali, kedua mulutnya yang meringis seakan memberi tanda bahwa ia tak puas dengan apa yang dilahapnya barusan. Makhluk itu mengendus-ngendus sekitarnya seraya melangkahkan kakinya mendekati sang gadis, memanjat reruntuhan rumah dengan keempat kakinya yang berlumuran lumpur dan darah. Moncongnya bersimbah merah, darah pada mulutnya perlahan menetes, jatuh mengalir pada seluk-beluk reruntuhan di bawah kakinya, bergantung pada tepian bongkahan kayu hingga akhirnya mendarat pada pipi sang gadis.

Berat dan semakin berat, sang gadis meringis pedih ketika sang monster menindih reruntuhan yang membuatnya semakin terjepit. Tubuhnya terasa hancur dengan perlahan, tak sengaja ia merasakan tulang pinggulnya yang perlahan retak. Tak tahan dengan pedih yang dirasanya, sang gadis tak sengaja membiarkan jeritnya meledak, sekeras-kerasnya ia berteriak, sakit bukan main ketika sekujur tubuhnya terhimpit jauh lebih erat.

The Sacred Witcher Act I: The CurseWhere stories live. Discover now