Awake (Part 2)

1.5K 135 3
                                    

Purnama menjemput di tengah malam, sorotan cahayanya mendadak menyorot tajam. Menusuk melalui celah-celah gumpalan awan hitam, menyilaukan mata Lilith yang baru saja terbuka. Batinnya bangkit kembali, namun tidak di tempat yang sama. Ia merebah lemas, menemukan dirinya terlentang di atas lantai keramik. Ada lingkaran di sekitarnya, lingkaran yang dipenuhi oleh tulisan abstrak mirip huruf prasejarah. Tak ada atap, hanya ada pilar yang berdiri mengelilinginya dengan diameter sekitar 20 meter. Terlihat sakral, rasanya seperti sedang berada di tengah-tengah tempat ritual.

Hatinya membesit, "Di mana ini?"

Perlahan, ia membangunkan dadanya, membangkitkan dirinya hingga berada pada posisi duduk. Nalurinya masih belum bisa menerka 'tuk menjawab rasa penasarannya sendiri. Terakhir kali, ia mengingat dirinya yang pernah berbaring sepi di atas sofa hitam yang nyaman, lalu bertemu dengan wanita berambut hitam bernama Eterna, juga majikannya, Claude. Semuanya terlihat baik-baik saja di matanya, sampai hitam dan kunang memenuhi pandangannya dan membuat dirinya terlelap, lagi. Tak ingat akan apa penyebabnya, ia pun berusaha membawa memorinya kembali. Namun hatinya menjadi tak peduli seketika ia sadar bahwa itu tak ada gunanya.

Sebercak cahaya menyapu gelap, namun yang kali ini bukan berasal dari bulan di atas kepalanya, melainkan dari obor gantung yang membara, menyala benderang pada salah satu pilar yang berselimutkan cahaya. Sadar akan bayangan dirinya yang tercipta, Lilith pun menoleh ke belakang, ke arah sumber cahaya yang menerangi pandangannya.

"Hei!" Lilith menyahut, mungkin mengira ada orang jauh di sana.

Tak ada suara yang menjawab, hanya hening. Hening yang diikuti oleh kejadian serupa yang lain. Api sekali lagi meneranginya dari sisi yang berbeda, kali ini ia sadar akan adanya obor lain yang terbakar di sebelah pilar yang satunya dan yang satunya lagi, juga yang satunya lagi, kemudian yang satunya lagi, terus begitu sampai semua obor gantung di setiap pilar menyala dan menyorot dirinya di tengah lingkaran sakral.

Ia menoleh ke kiri dan ke kanan, berusaha mencari tahu siapa gerangan yang menyulutnya hingga membara. Namun matanya tak kunjung menemukan apa-apa selain udara kosong. Pikirannya dilanda bingung, bulu kuduknya pun juga ikut berdiri. Suara degupan didengarnya, tersadar olehnya bahwa jantungnya berdetak cepat, memburu akibat diburu takut dan panik.

Tak tahu harus berbuat apa, Lilith pun membekukan sekujur tubuhnya di sana, di tengah-tengah deretan pilar yang mengelilinginya secara siklis. Dahinya diguyur keringat, mengalir cepat dari pelipis, hingga bergantung di dagu.

"Apakah aku akan mati di sini?" pikirnya berlebihan.

Merasa terancam, Lilith pun berusaha membangunkan tubuhnya dengan susah payah. Sayang usahanya terbuang percuma setelah ia sadar bahwa kakinya tak bisa bergerak. Hatinya yang berbalut niat ingin hengkang, membuat tangannya merayap di lantai. Susah payah ia menyeret tubuhnya, berusaha keluar dari lingkaran bertuliskan abjad prasejarah.

Namun, ketika sampai di pinggiran, langkahnya terhenti ketika hidungnya menabrak udara kosong. Ya, udara kosong yang padat. Ada tembok tak terlihat di depannya, permukaannya membentuk gelombang seperti genangan yang terciprat setetes air, tepat setelah ia menabraknya.

Belum menyerah, Lilith memukul-pukul permukaan tembok transparan di depannya, berkali-kali dan berkali-kali, sambil hatinya berharap tembok itu akan hancur oleh pukulannya yang hanya terus menciptakan semakin banyak gelombang air.

"Tolong!" pekiknya memohon kepada angin.

Percuma, tak ada telinga yang sanggup menangkap suaranya, lantaran hanya dirinya yang bernyawa di sekitar sana. Ia mengulang mohonnya berkali-kali, tak peduli dengan pita suaranya yang kian terus bergetar, terasa hampir putus di pangkal laringnya.

The Sacred Witcher Act I: The CurseWhere stories live. Discover now