SEMBILAN

2.5K 339 118
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chapter 9

Tak ada maksud lain bagi Kalila untuk masuk anggota PMR selain karena ekskul tersebut adalah satu-satunya ekskul yang tak banyak menuntut kegiatan fisik di luar jam sekolah. Sejak SMP Kalila memang sudah mengikuti ekskul PMR, begitu pun ketika SMA. Selain karena tak terlalu banyak kegiatan, ia juga tak perlu ikut upacara hari Senin. Alih-alih mengikuti upacara bendera, Kalila berada di dalam UKS, atau bisa dibilang klinik karena ruangan ini cukup besar dengan lima kamar tidur, satu ruang khusus obat-obatan dan meja resepsionis serta ruang tunggu.

Untuk ukuran sekolahan, ruang UKS mereka memang tampak berlebihan karena sekolah mereka juga mempekerjakan satu dokter untuk mendampingi anak-anak PMR. Sama seperti minggu-minggu sebelumnya, Kalila mengurung dirinya di salah satu kamar dan menyibukkan diri dengan buku bacaanya di sela-sela datangnya murid-murid yang jatuh pingsan atau lemas karena mengikuti upacara.

Kamar sebelah sudah penuh, sedangkan kamar yang Kalila tempati saat ini masih kosong. Kalila memang sengaja berjaga di ruang kosong agar tak ada yang mengganggunya.

"Kal, siapin tempat tidur sama teh ya."

Kalila berdiri dengan siaga ketika Kak Aldo masuk membuka pintu dengan lebar. "Loh, emang di ruang sebelah udah penuh?"

"Udah," sahut Aldo sebagai ketua PMR, ia meletakkan topi PMR di atas meja dan merapikan buku-buku Kalila. "Aku aja yang rapiin buku kamu, kamu ke dapur aja ambil teh sama roti."

Kalila hanya mengangguk dan bergegas ke dapur. Gadis itu tak dapat menggerutu karena sadar bahwa ini adalah bagian dari tugas yang harus ia laksanakan. Konsekuensi atas pilihan ekskulnya, tetapi ini masih jauh lebih baik ketimbang ia harus mengikuti ekskul paduan suara seperti yang ibunya suruh.

Kalila mendorong pintu kamar dengan kakinya, ruanganya sudah kembali sepi dan Aldo sudah tidak ada di tempat. Topinya pun sudah tidak ada di atas meja, buku-buku Kalila sudah disimpan di laci meja. Kalila menaruh sebentar nampan yang ia bawa, menatap tirai-tirai pembatas tempat tidur yang tertutup.

"Mana yang sakit?" gumam Kalila pada dirinya sendiri karena ruanganya terasa begitu sunyi.

Srekk!!!

Kalila terkesiap saat tirai paling pojok di tarik oleh seseorang, ia melangkah mundur selangkah ketika mendapati kepala Jingga menyembul dari tirai yang tersingkap itu. Lelaki itu melambaikan tanganya pada Kalila. "Aku disini."

Kalila berdecak pelan lalu melirik ke arah pasien gadungan yang masih melambaikan tanganya. Anak seperti dia mana mungkin sakit. Alih-alih mengantarkan teh dan roti ke Jingga, Kalila menghempas pantatnya di tempat duduknya. Wajahnya berpaling lalu Kalila menutupi sebagian wajahnya dengan tangan agar Jingga tak dapat melihatnya.

Kalila hampir geram ketika lelaki itu hanya cengengesan di tempatnya tetapi Aldo datang ke dalam ruangan tiba-tiba. "Loh Kal, kok teh nya nggak dikasih ke Jingga?"

TWF 1 - BLOOD SWEET TEAR LOVE (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang