Chapter 35 - Pelarian

368 15 0
                                    

Selamat Membaca! :D

***

Aku mendengar derit gorden dibuka. Cahaya matahari masuk menerangi seluruh sudut kamarku yang lampunya sudah padam. Aku sudah benar-benar terjaga dari tidurku. Aku menoleh kecil ke arah datangnya suara. Rasa sakit di leherku sudah banyak berkurang, tapi tidak bisa kupungkiri masih ada nyeri di pangkal leherku. Di dekatku ada Mom yang berbentuk siluet, itu karena ia membelakangi cahaya dari jendela.

"Aku benar-benar khawatir padamu tadi malam. Jerry meneleponku dari telepon rumah kita. Saat aku kembali kau sedang tidur, dan Jerry ada di sofa ruang tamu. Kenapa bisa terjadi seperti itu, Sayang?" tanya Mom cemas. Ia menyentuh pipiku dengan ekspresi yang sangat-sangat-sangat dalam. "Kau tahu kan aku sangat jarang bersamamu. Kuhabiskan sebagian besar waktuku untuk pekerjaan. Dan hal-hal semacam ini membuatku sangat khawatir."

"Maafkan aku, Mom. Aku baik-baik saja," balasku diakhiri dengan satu senyuman manja.

"Kau tidak baik-baik saja. Kau perlu ke dokter, Sayang..." Mom merayuku.

Tidak! Dokter pasti akan memeriksaku apakah tulang leherku patah atau tidak. Dan ia bisa menganalisis dan mungkin membuat kesimpulan bahwa ini adalah luka akibat percobaan bunuh diri. Jika sampai itu terjadi, tamatlah riwayatku karena Mom pasti akan menangis sambil memarahiku seharian. Ia pasti akan ceramah ini itu sampai aku ketiduran. Ini tidak baik. Sungguh aku tidak menginginkannya. "Tidak perlu, Mom. Aku baik-baik saja. Hanya pegal sedikit di tengkukku." Ini sedikit logis mengingat Jerry bilang aku tertimpa pajangan dinding.

Mom menatapku seolah ia memeriksa apa ada kebohongan di wajahku. Tapi sepertinya Mom tidak cukup teliti untuk menemukannya.

"Aku harus berkunjung ke rumah Mrs. Edellaine untuk berterima kasih."

"Oh! Eumm... Sebenarnya Jerry sudah melakukan itu kemarin."

Bohong lagi.

"Kalau begitu baiklah." Mom menatap jam tangannya. Dengan setelan seperti itu aku yakin Mom akan berkata: "Maafkan aku ya, Sayang. Aku harus bekerja."

Dugaanku benar.

"Hari ini Jerry tidak ada kuliah jadi aku menitipkanmu padanya. Dia tidak tidur semalaman menjagamu sampai aku kembali. Sekarang sepertinya dia sedang kelelahan. Biarkan dia beristirahat dulu, oke? Dan... jaga dirimu baik-baik. Kau juga perlu istirahat." Mom mencium keningku dan berlalu pergi.

Tidak lama setelah kudengar mobil Mom meninggalkan halaman rumah, kuputuskan untuk turun dan melihat Jerry. Benar, ia memang tidur di sofa ruang tamu. Ia tampak sangat kelelahan, seperti kata Mom. Jadi aku membiarkannya.

Telepon berdering. Aku berjalan pelan menghampiri.

"Halo?"

"Ya, halo. Siapa ini?" tanyaku pada seorang pria yang meneleponku.

"Ini Charly. Apa ini Patricia?" tanyanya lagi.

"Hm-mmh," jawabku singkat. Charly? Tahu nomorku dari mana?

"Aku ada firasat ayah sedang datang untuk mencarimu. Aku perlu membawamu ke tempat lain, Patricia."

"Tapi-" kalimatku menggantung.
Sambungan telepon berakhir begitu saja. Itu bukan aku tapi Charly.

Aku gemetaran setengah mati hanya untuk meletakkan gagang telepon itu kembali ke tempatnya semula. Aku panik dan berjalan cepat menaiki tangga menuju kamarku. Aku akan berkemas, tidak peduli apa pun di sini. Aku harus pergi. Sumpah aku takut setengah mati. Seorang malaikat maut sedang bergerak kemari! Untuk menangkapku!

The Protecting Blood Where stories live. Discover now