Chapter 20 - Tamu Tak Diundang

506 24 0
                                    

Selamat Membaca! :D

***

Seperti biasa. Pagi hari aku selalu bangun dan mendapati diriku hanya sendirian di rumah. Mom selalu berangkat awal sebelum aku sempat bangun dan melihat matahari pagi.

Tapi kali ini ada yang berbeda. Hari ini aku sengaja membolos kuliah. Tidak patut dicontoh sih. Aku janji besok akan berangkat lagi kok, hehe. Setelah kejadian mengejutkan kemarin, aku khawatir Charly mengikutiku dan memaksaku menerima penjelasannya. Ini terdengar tidak masuk akal, tapi mau bagaimana lagi? Aku benar-benar belum siap mengetahui pria itu tidak sama sepertiku.

Tidak banyak yang kulakukan ketika di rumah. Bangun tidur, membuka jendela, turun melongok dapur dan mandi. Aku jarang melihat Mom di pagi hari. Yang pasti kulihat setiap hari adalah sandwich dengan dobel keju buatan Mom di meja makan. Di samping sarapan itu biasanya Mom menyelipkan catatan kecil untukku. Berisi pesan 'Selamat Makan' dan hal-hal apa saja yang belum sempat ia lakukan untuk selanjutnya kuselesaikan. Hari ini yang tertulis di sana adalah mencuci piring dan mengepel rumah. Aku menarik bibirku masam. Tapi bagaimana pun aku selalu mengerjakannya. Toh memang itu untuk kebaikanku juga.

Dan mengenai Mom, ia pasti marah jika tahu aku membolos. Untungnya hari ini adalah hari Jumat, dan Mom pasti pulang malam. Jadi ia tidak akan tahu tentang aksi nakalku ini. Hmm... terkadang sebenarnya aku tidak tega melihatnya kelelahan sepulang kerja. Aku biasanya menunggunya meski di hari-hari tertentu ia bahkan bisa pulang sampai pukul dua dini hari. Dan Mom selalu membawakanku makanan setelah hafal kebiasaanku menunggunya itu. Tidak peduli tentang larangan makan larut malam, kami tetap makan makanan yang Mom bawa. Apa yang bisa kulakukan untuk menyenangkan hatinya ketika pulang kerja, ya itulah yang kulakukan. Ada hal yang selalu membebani hatiku saat memikirkan Mom yang jarang menghabiskan waktu akhir pekan denganku. Semenjak Dad meninggal, Mom menjadi sangat sibuk. Dan ia juga semakin kurus karena harus kembali bekerja di rumah sakit sebagai resepsionis. Sebelumnya Mom sudah berhenti bekerja di sana, itu karena Dad melarangnya. Waktu itu aku masih terlalu kecil. Tidak banyak yang bisa kulakukan untuknya. Kami di rumah hanya berdua. Beberapa bulan setelah kepergian Dad, kami masih bisa membeli makanan dan keperluan rumah tangga lainnya dengan uang santunan kematian Dad. Tapi di awal musim semi tahun itu, akhirnya kami benar-benar kehabisan uang. Salah satu pamanku di Bradford kemudian menawarkan untuk kami tinggal di sana. Mom menolaknya. Alasannya ia tidak ingin meninggalkan rumah kami. Ya, memang ini terdengar emosional. Di rumah pertama kami memang banyak tersimpan kenangan. Terutama kenangan saat bersama Dad. Itu adalah sesuatu yang takkan pernah terganti untuk kami.

Awalnya aku heran pada Mom. Ia yang sebelumnya bersikukuh tidak ingin pindah, tiba-tiba saja bilang bahwa ia sudah menemukan tempat yang cocok untukku mulai bersekolah. Ya, kami pindah minggu itu juga. Dan di sana kemudian aku mengenal Jerry sampai hari ini. Rumahnya dua blok dari tempatku. Dulu, saat pertama kami berkenalan, ia bahkan tidak pulang ke rumahnya dan memilih menginap di rumahku. Setahuku anak laki-laki seumuran dengannya saat itu biasanya enggan untuk bermain dengan anak perempuan. Tapi Jerry tidak begitu, dan aku bersyukur Tuhan mengirimkan sahabat sepertinya untukku. Setelah kematian Dad sifatku berubah total jadi pendiam. Berkat dorongan dan perhatian dari Jerry, hari ini aku masih bisa berkomunikasi dengan orang lain. Aku sudah tidak pernah takut lagi sekedar berpapasan dengan orang asing. Sekali lagi, jika bukan karena Jerry aku tidak akan menjadi diriku seperti saat ini.

Sekitar pukul setengah sepuluh aku selesai mengepel seluruh bagian rumah. Ups! Tidak termasuk basement maksudku. Lebih lama dari biasanya. Itu karena saat mengepel, pikiranku melanglang buana entah kemana. Dari mulai kepergian Dad, apa yang dilakukan Mom setelah itu, dan Jerry yang kemudian seolah jadi dewa penolongku. Haha, terkadang melamun memang aneh ya?

The Protecting Blood Where stories live. Discover now