Chapter 26 - Es Krim

405 21 0
                                    

Selamat Membaca! :D

***

Kuliah berakhir. Situasi di rumah Jerry pasti canggung. Di sana hanya akan ada aku dan Jerry. Ini tidak baik. Terlebih dia baru saja bilang ia menyukaiku. Dan juga menciumku. Kuputuskan untuk menginap di rumah Maureen. Aku ingat hari ini adalah jadwal Maureen mengikuti jam teori seni di akhir sesi kuliahnya. Jadi aku melangkah ke sana. Kulewati beberapa kerumunan anak-anak yang menatapku tidak peduli. Sama, aku juga sebenarnya tidak peduli dengan mereka. Haha. Aku berjalan menyusuri koridor menuju ruang kuliah Maureen. Terlihat cukup sepi karena memang kelas teori selalu dianggap membosankan untuk seniman-seniman di kampusku. Aku menjulurkan kepalaku sedikit ke dalam kelas. Yang kudapati hanya beberapa anak super rajin yang masih berkutat dengan buku mereka. Kuputuskan untuk masuk dan bertanya pada mereka yang kupikir agak bergerombol, meskipun aku tidak bisa mengatakan itu secara pasti. Salah satu dari mereka menanggapi pertanyaanku dan bilang bahwa Maureen tidak berangkat hari ini. Akhirnya aku balik kanan dengan lesu.

Aku duduk di anak tangga di depan ruang kelas yang seharusnya ada Maureen di sana. “Sial, harus ke mana aku? Ponsel saja aku tidak punya.” rutukku pada diri sendiri.

Salah satu mahasiswa mendekatiku. Seorang laki-laki. Mungkin satu semester di bawahku. “Datang ya, Kak, ke tokoku. Kami baru buka, dan ada diskon untuk hari ini…” Ia tersenyum padaku sambil berlalu setelah aku menerima selebaran yang ia berikan.
Aku membaca tulisan di selebaran itu. Sebuah toko es krim dengan tema taman terbuka sedang menggelar diskon 50%. Jaraknya kebetulan tidak terlalu jauh dari kampus. Tanpa pikir panjang aku ke sana. Kupikir ini ide yang tidak terlalu buruk. Karena letaknya yang masih terhitung di sekitar area kampus, aku memutuskan pergi ke sana dengan berjalan kaki.
Ruang dan waktu yang berlalu kemudian dengan sihirnya membawaku pada pikiranku yang terdalam. Sepeda yang berlalu di depanku mengingatkanku saat aku belajar menaiki sepeda dengan Dad. Lalu toko roti yang terlihat ramai keluar-masuk pengunjung mengingatkanku pada Mom yang setiap malam membawakanku roti. Dan terakhir, di halte kulihat dua remaja dua belas tahunan sedang asyik berbincang dan tertawa: mengingatkanku pada persahabatanku dengan Jerry lima belas tahun ini, yang baru saja dirusaknya dengan sebuah ciuman dan pengakuan. Tapi apa bocah itu sungguh-sungguh menciumku? Dan menyatakan perasaannya padaku?

Iya, dia melakukannya, Juney.

Berarti ini menyebalkan!

Langkahku terhenti di depan toko es krim yang kutuju. Cukup ramai, tapi tidak seramai seperti ketika kau mengantre karcis pertandingan bola grup papan atas. MU misalnya.

Di toko es krim itu ada banyak anak sekolah dasar yang lengkap sepaket dengan orang tua mereka, beberapa remaja seusiaku, dan pasangan yang sengaja datang untuk menikmati es krimnya. Aku segera mengambil antrean di belakang pria berjaket hitam yang dengan menyebalkannya menyerobot antreanku. Aku tidak bisa melihat wajahnya karena ia memakai penutup kepala dari jaketnya. Akhirnya, sambil menggerutu kesal aku berdiri di belakangnya dengan wajah masam menunggu giliran.

Antrean semakin tipis. Kali ini si pria penyerobot memesan es krimnya. Dua es krim coklat. Setelah membayar, ia membalikkan badannya. “Ini untukmu…” katanya sambil tersenyum.

Mimpi apa aku semalam? Jerry lagi, Jerry lagi!

“Cepat ambil, kita tidak boleh menunda antrean orang lain.”
Aku melihat orang di belakangku. Ia tampak kesal karena aku berlama-lama di depannya. Aku pun mengambil salah satu es krim yang disodorkan padaku.

The Protecting Blood Where stories live. Discover now