24. Dark Chocolate: Silhouette

Start from the beginning
                                    

Mama... Ranan berbisik. November yang mama tunggu-tunggu itu sudah lama terlewat.

Cahaya tidak pernah mengunjungiku lagi.. entah kenapa..

***
"Kalian nggak pulang?" Abe heran saat mereka berbarengan keluar gerbang, Tiara dan Damar mengambil arah berlawanan.

Tiara balas menatap polos, sementara Damar seperti biasa tersenyum sebelum menanggapi.

"Kami mau jalan-jalan sebentar. Duluan ya," katanya sebelum mereka berbalik pergi.

"Mencurigakan," gumam Luki sambil mengelus-elus dagu. Dia menoleh pada Abe dan Bagas yang rupanya punya semburat ekspresi yang kurang lebih sama.

Mereka bertiga saling merangkul bahu dan berbisik-bisik. Logan pun hanya bisa mengangkat alis melihat tingkahnya. Saat meneleng pada Yanet, Logan menyadari gadis itu seperti sedang menebak-nebak. Dia menggigiti kuku jempol kanan dengan kaki yang terus-terusan mengetuk.

"Kenapa?" tanya Logan.

"Nothing," jawab Yanet yang kemudian melangkah mengikuti Abe, Bagas dan Luki.

***
Tiara dan Damar berjalan bersisian beberapa menit lamanya, tapi tidak ada yang mulai berbicara duluan. Tiara sempat mencuri pandang ke arah laki-laki itu dan mendapatinya berwajah tenang juga santai. Damar hanya mengurusi jalan di depannya saja. Air mukanya pun normal, tidak seperti Tiara yang berkali-kali mengernyit tidak sabaran.

Saat jalan kecil yang mereka telusuri akan melewati sebuah kafe mungil, saat itulah Tiara berhenti otomatis. Tatapannya terpaku pada papan menu yang didirikan di samping pintu masuk.

Strawberry milkshake float dengan potongan stroberi dan wafer rolls.

"Kalau lurus, kita bisa ke taman. Atau kalau belok kanan, kita bisa ke kebun stroberi. Pilih yang ma—.." Kalimat Damar terputus saat sosok Tiara mendadak raib di sampingnya. Laki-laki itu pun menoleh ke kanan dan ke kiri, namun tidak menemukannya. Barulah saat dia berbalik, Damar langsung menghela napas lega.

Beruntung gadis itu tidak benar-benar menghilang. Tiara hanya berdiri di depan sebuah kafe susu. Bibirnya mengulum.

Gadis itu sungguh ekspresif—kalau Damar boleh mengomentari. Waktu-waktu yang terlewat dengan Tiara berada tidak jauh darinya membuat Damar pelan-pelan mengenali lebih jauh karakter satu ini. Keluguannya saat masih tidak bisa bicara, tangisannya yang kentara, kemarahan yang meledak, juga mungkin pola pikirnya yang sederhana dan apa adanya sedikit demi sedikit membuat Damar terbiasa. Tinggal bagaimana caranya gadis itu bisa tertawa lepas—satu hal yang belum dilihat Damar.

"Mau masuk?" tawarnya yang langsung membuat Tiara terkesiap.

"A—aku tidak bawa dompet," ucap gadis itu malu. Bohong sebenarnya. Tiara membawa dompet. Dia hanya tidak memiliki uang tunai. Dalam hati Tiara juga bertaruh kalau Viola sudah memblokir semua kartu kreditnya.

"Biar aku yang belikan." Damar tersenyum.

Senyuman itu membuat Tiara meleleh.

Mereka masuk lalu menghampiri meja pesan. Damar lebih dulu mengucapkan pesanannya. Perhatiannya dan waitress lalu beralih pada Tiara. Kening gadis itu tampak berkerut membaca satu persatu baris tulisan di papan menu. Ada tiga minuman yang sama-sama bertuliskan strawberry sehingga Tiara perlu berpikir keras sebelum memesan. Kenapa daftar menu itu tidak sekalian ditempeli gambar?

Tunggu dulu. Tiara lagi-lagi mengernyit. Dia mendadak menepuk keras kedua tangannya seperti baru saja menerima ide brilian.

"Sama gambar yang di depan!" serunya sambil menunjuk keluar pintu.

When Marshmallow Meet Dark ChocolateWhere stories live. Discover now