- 4 -

327 176 13
                                    

Bel pulang sudah berbunyi, tentu Thania tidak langsung pulang gitu aja. Ia punya tanggung jawab untuk membersihkan Toilet. Ini adalah hukuman yang didapat karena telat. Tapi, anehnya, dia malah senang dengan hukuman ini, karena Dana menemaninya sampai ia selesai. Apa lagi, Dana bilang kalau dia ingin mengantar Thania pulang. Itu membuat Thania semakin gembira, dan tidak sabar. Tak peduli dengan hukuman ini, yang penting ada Dana.

Thania keluar dari kelas, dan Dana sudah menunggunya didepan kelas. Mereka berdua duduk bersebelahan di kursi didepan ruangan kelas itu, "Kak Ayu kemana?" tanya Thania yang penasaran, karena semua ini karena Ayu yang terlalu bersemangat untuk menghukum Thania.

Dana menghela nafasnya yang berat, "Maafin ya, gak bisa belain kayak kemaren." kata Dana. Thania hanya mengangguk dan tersenyum kecil. Jantung Thania berdebar dengan kencang sampai terdengar ditelinganya, ia gugup untuk duduk bersama cowok yang ia suka, apa lagi dengan kata-kata Dana tadi, membuat dirinya lupa daratan, terbang jauh kesana.

Ayu pun datang membawa pel dan ember yang sudah berisi air, "Huh..." desisnya, ia meletakkan kain pel dan ember didepan Thania. "Nih, bersihin ya. Dan, liatin tuh dia bener apa gak." lanjutnya melirik ke Dana, ia hanya mengangguk. Ayu pun segera pergi, untuk pulang kerumah.

Thania berdiri dari tempatnya, diikuti oleh Dana. "Bersihin yang mana dulu?" tanya Thania, Dana pun dengan sigap mengambil ember berat berisi air itu, sedangkan Thania hanya membawa kain pel. "Lantai dua aja dulu, ya?" jawab Thania sendiri. Dana pun hanya mengangguk, ia seperti nurut kepada omongan-omongan Thania.

Disebelah kelas Thania ada toilet cowok, jadi, Thania dan Dana memulai dari situ. Ia memasuki toilet itu, bau tak sedap sudah merasuki indra penciumannya, ia hanya bisa menutup hidungnya dengan lengannya. Ia mulai membersihkan lantai, dengan mengepel lantai yang kotor itu. Lalu, ia membersihkan coretan-coretan gak jelas yang ada ditembok, dan juga dipintu. Thania bersyukur, toilet cewek tidak menjijikan seperti ini.

"Kak, lo kalo mau pulang gak apa-apa kok..." kata Thania, yang sedang berusaha mengelap coretan ditembok kamar mandi menggunakan kain dan tinner yang baunya sangat menyengat.

Dana menggelengkan kepalanya, "Gak..." jawabnya, yang sedang memperhatikan Thania mengelap tembok tersebut. Thania mendengar itu, jantungnya terasa sangat senang, kapan lagi bisa berduaan dengan Dana, dan kali ini tak ada yang mengganggu.

***

Thania meletakkan kembali kain pel dan ember ke toilet. Ia mengelap keringat yang menetes dari keningnya, badannya terasa sangat pegal dan lelah. Dia segera ingin pulang dan tidur dikasurnya yang nyaman. Dana sudah menyiapkan motornya, dia sudah menunggu Thania didepan gerbang. Thania segera turun dan menghampiri Dana.

"Gak bawa helm lebih, gak apa-apa ya?" tanya Dana yang sedang berdiri dimotor besar bernuansa hitam-hijau tersebut. Thania mengangguk, ia melirik motor besar itu, kakinya pendek dan Thania sudah yakin kalau dia gak bisa naik maupun turun dari motor itu. Terakhir kali dia naik motor yang tinggi seperti itu, dia jatuh saat mencoba turun tepat didepan rumahnya.

"Kak, gue gak bisa naiknya." kata Thania, "Hehehe..." Thania tersenyum kikuk. Dia gak mau mempermalukan dirinya dengan terjatuh. Dana menolehkan wajahnya ke Thania dan terlihat bingung. "Gue pernah jatoh gara-gara gak bisa turunnya, gue kependekan..."

Dana segera turun dari motornya, berdiri dihadapan Thania. Memang Thania pendek, tubuhnya hanya setinggi dada Dana, bahkan lebih pendek sedikit lagi. "Gendong?" tanya Dana mengangkat satu alisnya. Thania pun melotot mendengar itu, Ya kali masa digendong.

Dana mendekatkan tubuhnya ke Thania dan tiba-tiba tanpa ada aba-aba, tanpa ada angin ataupun hujan. Dana mengangkat tubuh wanita yang kecil itu, dan meletakkannya di motor yang besar itu. Thania pun kaget, jantungnya berdebar dengan cepat. Tak disangka Dana akan melakukan hal seperti itu. Dana segera naik ke motornya, dan segera menyalakan motornya. "Enteng..." gumam Dana, tersenyum didalam helmnya itu.

Bad LuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang