9. The Marshmallow: Fragile

Mulai dari awal
                                    

Damar beralih ke gadis sebelahnya. Tingginya hanya mencapai dagu Damar. Wajahnya tampak lebih familiar baginya ketimbang laki-laki tadi, mungkin karena terdapat tipikal gadis lokal umumnya. Dia memakai lensa kontak merah. Rambutnya juga berwarna kemerahan dan panjang-maksudnya, benar-benar panjang. Damar tidak bisa membayangkan sepanjang apa rambut itu kalau digerai, sebab gadis itu mengikatnya tinggi di atas kepala, itupun dengan gelungan rambut yang dijalin di puncak. Dan hasil ikatan yang tinggi itu, panjang rambutnya sampai mencapai bawah pinggul.

Kebalikan dengan laki-laki bongsor di sebelahnya, gadis itu memberikan senyum cerahnya.

"Ya," balas gadis itu tanpa malu ditambah anggukan mantap.

"Kenapa?" tanya Damar lagi.

Gadis itu lantas mengacungkan jari telunjuknya ke rumah besar Irene di atas bukit.

"Kami juga mau ke sana," katanya.

Damar mengernyit. Sementara wajah gadis itu berseri-seri oleh senyum yang-entah kenapa-terlihat menggebu-gebu, Damar mencoba menebak melihat koper dan tas besar yang tengah mereka bawa.

"Jangan-jangan kalian.. penghuni baru?"

"Oh, astaga." Gadis itu terlihat terkejut. "Jangan-jangan kau tinggal di sana?" Damar belum sempat membenarkan tebakannya karena gadis itu langsung menyahut tangan Damar untuk bersalaman. "Salam kenal! Namaku Yanet! Umurku tujuh belas tahun! Aku selalu bermimpi tinggal di tempat yang asri seperti ini! Banyak buah dan bunga! Selama ini aku tinggal di lingkungan pabrik, kau tahu? Senang sekali bisa berkenalan denganmu!"

Barulah setelah menyelesaikan rentetan kalimat yang panjang itu, Yanet melepas tangan Damar.

"Ah, ya, salam kenal juga..," balas Damar meski merasa aneh. "Namaku Damar. Dan dia...?" Pandangannya beralih pada laki-laki di sebelah Yanet.

"Oh, I'm sorry. The name is Logan." Laki-laki bak monster itu mengulurkan tangannya pada Damar supaya mereka bersalaman. Tinggi Damar hanya mencapai puncak leher Logan.

"Kalau begitu.. kita ke sana sama-sama?" tawar Damar pada mereka disusul anggukan. Damar melangkah di depan sementara Yanet dan Logan mengikuti.

Dalam hati Damar membatin. Darimana sebenarnya Irene mendapatkan penghuni-penghuni nyentrik macam mereka untuk menumpang tinggal di rumahnya?

***

Melisma tidak main-main dengan ancamannya. Begitu Gladys kembali, Fara langsung ikut mereka ke kantor polisi. Melisma bahkan tidak memberikan kesempatan pada Gladys untuk bertanya. Manajer Tiara itu kaget bukan main melihat luka Tiara terekspos karena pembebatnya lepas. Dia juga ingat wajah Fara yang pernah difotonya saat konser. Hanya saja Gladys dipaksa bungkam dan hanya punya pilihan untuk menurut ketika Melisma memerintah dengan bentakan murka kalau mereka harus ke kantor polisi saat ini juga.

Gadis itu mengabaikan begitu saja rencana awalnya di Singapura dan memutuskan akan membereskan masalah yang membangkitkan emosinya tanpa menunda lagi.

Selang beberapa menit, mobil Gladys sampai di kantor polisi terdekat. Fara pun berjalan bagai robot menuju ke tempat duduk yang ditujukan padanya.

Melisma diam mendengarkan polisi memberikan beberapa pertanyaan pada Fara meski batinnya uring-uringan. Gadis itu rupanya sempat merebut ponsel Fara yang telah merekam kejadian tadi lalu memberikannya pada polisi sebagai barang bukti. Sesuai prosedur, mereka juga menghubungi wali Fara. Hanya dalam hitungan menit, orangtua gadis itu pun datang bersama dengan seorang laki-laki sepantaran mereka.

"Sa-saya tidak berniat menyakitinya," papar Fara terbata. "Tadinya saya pikir pembebat itu palsu karena Chrysantee ingin gosipnya hilang dengan berlaku seperti korban."

When Marshmallow Meet Dark ChocolateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang