Aku dibawa keluar. Yang kulihat hanya Whitney, berteriak di pintu dengan lengan Si Topi Hitam yang melingkari tubuhnya. Si Topi Hitam menggerakkan tangannya ke saku. Ia mengambil sesuatu dari sana. Sebilah. Bercahaya. Pisau! Itu pisau! Aku menjerit dan meronta. Saat aku kembali melihat Whitney, tatapannya memudar dan ia terhuyung lemas ke lantai. Si Topi Hitam menarik pisaunya yang baru saja menembus perut Whitney.

"Whitney! Whitney!" Aku menangis memanggil namanya meski mulutku terlilit kain. "Tolong! Seseorang, tolong kami! Seorang pria bertopi hitam baru saja menusuk temanku! Tolong!" pekikku tidak jelas.

Si Bandana tampak tenang-tenang saja. Ia kemudian memasukkanku ke dalam mobil. Ia setengah membantingku ke kursi belakang mobilnya. Aku menendang-nendang agar pintunya tidak bisa ditutup. Pria itu menjegal kakiku. Ia mengikatku lagi! Selesai mengikatku, ia menutup pintu mobil. Cip! Cip! Alarm mobil berbunyi dua kali.

Keringat membanjiri tubuhku. Aku berusaha meloloskan diri dari ikatan erat tali sialan ini, tapi aku tidak bisa. Terlalu ketat!
Aku melihat kedua pria itu sedang membicarakan sesuatu di depan rumahku. Dan di ujung sana bisa kulihat juga Whitney masih tergeletak tidak berdaya.

"Apa Whitney sudah mati?" tanyaku dalam hati. Tanpa sadar air mata kembali jatuh dan membasahi pipiku. Air mata ketakutan bercampur dengan kesedihan. "Apa semua ini salahku, Tuhan?" Aku membenturkan kepalaku ke kaca mobil. Lebih karena perasaan bersalah. Tapi juga maksudnya untuk memberi tahu seseorang yang mungkin kebetulan lewat dan mendengarnya.

Alarm peringatan pada mobil kembali berbunyi. Berarti ada seseorang! Dan ia pasti baru saja menyentuh salah satu bagian mobil ini.

"Tolong! Tolong!" racauku tidak jelas.

Alarm mobil masih berbunyi panjang. Seorang pria berkaos hitam membuka pintu di sampingku. Terlihat mudah saja, tanpa hambatan. Jantungku berpacu gugup. Aku harus cepat kabur, dengan atau tanpa orang itu (yang menyelamatkanku). Pria yang juga belum sempat kulihat wajahnya itu tanpa persetujuan menarikku keluar.

"Masuk ke mobilku, Patricia!" kata pria itu sambil melepaskan ikatan di kakiku.

Charly?

Mataku beralih pada jeep di belakang sedan hitam. Aku hampir saja berlari menuju jeep itu jika saja aku tidak ingat bahwa Charly adalah seorang... ah.. entahlah, manusia hyena. Apakah ada jaminan ia tidak akan melakukan hal yang sama padaku?

Dua pria yang hendak menculikku berlari menghampiri Charly dan aku yang masih berdiri mematung di dekat sedan itu.

"Cepat Patricia!" Charly mendorongku untuk segera pergi.

Aku tidak mengerti sama sekali kenapa kakiku berlari begitu saja menuju jeep yang terparkir sembarangan di pinggir jalan di depan rumahku itu. Aku masuk dan menguncinya. Aku berniat kabur membawa mobil Charly, tapi di sana tidak ada kuncinya. Dan apakah yang kulakukan ini benar, sementara di luar sana Charly sedang berkelahi dengan dua orang yang bahkan tidak memberitahu siapa mereka sebenarnya. Aku harus bagaimana??

Di awal kulihat Charly berhasil menangkis serangan dua pria itu, sekali pun dengan tangan kosong. Charly terlihat lebih unggul dari mereka. Gerakannya cepat dan tangguh. Tapi aku hampir melupakannya, Si Topi Hitam membawa pisau! Dan Charly terlambat menyadari. Pisau itu berhasil menggores lengan kirinya cukup dalam. Charly memegangi lengannya sambil terus melawan. Gerakannya tidak setangkas sebelumnya, dan dua pria itu memanfaatkan saat-saat lemah Charly. Tidak butuh waktu lama, Si Topi Hitam berhasil menjegalnya. Ia berseru, "Kami hanya menjalankan perintah ayahmu, Charly! Benar, ayahmu saja meragukanmu! Kau pasti akan membawa lari gadis itu 'kan?!"

Apa maksudnya?

"Diam kau!" hardik Charly sambil mencoba kabur dari jegalan Si Topi Hitam.

Sementara Si Bandana bergerak ke arahku. Ia menarik gagang pintu. Tapi gagal. Aku baru saja menguncinya. Ia beralih memecahkan kaca di depanku dengan tangan kosong. Aku beringsut mundur dibarengi gemetar yang menjadi-jadi. Tangannya masuk dan merogoh kunci pintunya. Aku memukul tangan pria itu, membuat lengan besarnya berdarah menusuk sisa pecahan kaca pada jeep yang menjadi tempat persembunyianku.

"Sialan!" umpat pria itu. Iris matanya kuning menyala menatapku. Dan aku tidak yakin apa aku baru saja berimajinasi atau ini sungguhan, gigi taringnya memanjang dan memendek bersamaan. Ya Tuhan! Makhluk apa sebenarnya pria ini?!

Aku terus memukuli lengan pria itu, tapi ia berhasil meraih pembuka kuncinya. Pintu menjeblak dan ia langsung menarikku. Lagi-lagi aku ditarik olehnya. Aku menjerit sebisaku. Kulihat Charly masih melawan Si Topi Hitam. Saat tau aku menjerit histeris hendak dimasukkan lagi ke dalam sedan, Charly seperti orang kesetanan membenturkan bagian belakang kepalanya pada wajah Si Topi Hitam. Hanya sepersekian detik sebelum Si Bandana menyadari Charly berlari ke arahku, tiba-tiba tanganku terasa nyeri dan panas. Kulihat di sana darah keluar dengan cepat, menetes dan beberapa jatuh di atas aspal. Aku panik dan terpaku dengan itu. Aku meringis sambil mencoba menghentikan pendarahan di-yang baru kusadari-nadiku.

Dua pria bertubuh besar yang semula berniat menculikku entah bagaimana tiba-tiba diam mematung dan setelah itu api besar membakar tubuh mereka berdua. Mataku membelalak tidak percaya. Api itu benar-benar membakar mereka! Yang terjadi selanjutnya adalah mereka hilang. Ya, hilang! Dan kudapati Charly berdiri di depanku dengan tatapan kosong sambil mengenggam pecahan kaca yang salah satu sisinya berwarna merah. Seperti darah?

"Apa kau yang melakukan ini padaku? Mengapa mereka mengenalmu? Dan apa yang terjadi pada mereka? Apa ini ada hubungannya dengan perjanjian itu?" tanyaku hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja kulihat.

Charly menatapku. Ia membuang pecahan kaca di tangannya. Ia berjalan mendekatiku.

"Jangan mendekat!" larangku. Kakiku sedikit terseok ke belakang.

Charly tetap mendekatiku. Aku terpojok oleh sedan di belakangku sementara Charly terus memotong ruang di antara kami. Ia meraih tanganku yang terluka, lalu dirobeknya sebagian kaos hitamnya itu. Ia membebatkan potongan kaos itu ke tanganku.

"Maafkan aku Patricia..." ucap Charly dengan nada rendah sesaat setelah ia selesai mengikatkan potongan kaosnya pada tanganku.

***bersambung***

Jangan lupa vote dan comment yaa... (^_^)/

The Protecting Blood जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें