Chapter 20 - Tamu Tak Diundang

Start from the beginning
                                    

Aku duduk di sofa ruang keluarga. TV kunyalakan, sekedar untuk bunyi-bunyian agar tidak terasa terlalu sepi. Aku bersandar dengan pasrah. Beberapa kali aku menyeka keringat yang masih saja mengalir di dahiku.

Ting-tong! Ting-tong! Teeeett! Ting-tong! Ting-tong! Teeeett!

Bel rumah berbunyi. Suaranya hampir menyerupai kode SOS. Orang di luar pasti sedang terburu-buru kemari. Dengan kesal aku berjalan melewati ruang tamu. Langkahku berhenti tepat di depan pintu. Aku mengintip orang di luar lewat lubang pengintai di pintu.

"Whitney!"

Aku membukakan pintu untuknya segera.

"Oh! Juney!" Bibirnya gemetar. Ia terlihat sangat ketakutan. Matanya cekung dan wajahnya sangat pucat. Rambutnya hampir aku yakin tidak disisir seharian. Tiba-tiba saja ia merangsek masuk. Ia lalu duduk dengan posisi tegak di sofa ruang tengah. Aku menutup pintu dan menguncinya. Sesuatu pasti baru saja terjadi padanya, sesuatu yang mungkin sangat berbahaya. Aku duduk di sampingnya yang masih saja menatap kosong vas bunga di depannya. Kedua tangannya saling menggenggam di atas pangkuan.

Aku bermaksud menenangkannya. Kusentuh tangannya. Dingin sekali! Whitney menatapku. "Kita harus pergi dari kota ini, Jun!"

"Ada apa sebenarnya, Whitney? Ceritakan padaku!"

"Aku tidak tahu apa aku pantas menyalahkanmu tentang semua yang telah terjadi padaku, tapi dua orang ahh..entah apa, mereka pasti saat ini sedang mencariku karena aku berhasil kabur dari rumah." Air mata Whitney jatuh begitu saja membasahi pipinya. Ia tidak berniat menghapusnya.

"Apa maksudmu, Whitney?" Aku sama sekali tidak mengerti dengan kalimatnya. Ia berhasil kabur dari rumah? Itu berarti...

"Apa sebelumnya kau terlibat hutang atau semacamnya dengan para gangster, Jun?! Cepat ceritakan padaku kenapa ada dua orang yang menyekapku di rumahku sendiri dan mereka mengancam akan membunuhku jika aku tidak mau membantu mereka mencarimu!" Whitney membentakku. Ia terlihat begitu murka padaku.

"A-aku tidak mengerti apa yang kau katakan... Sungguh, aku tidak pernah terlibat dengan orang-orang semacam itu!" Aku memeluk Whitney yang menangis semakin jadi. Ia menangis di bahuku. "Ceritakan padaku sejelas-jelasnya apa yang sebenarnya terjadi padamu."

"Aku akan menceritakan semuanya dari awal. Sejak kejadian di Pulau Nieffe..." kata Whitney tanpa penekanan. Ia memandangku dengan tatapan terluka.

Aku mendengarkannya dengan antusias. Ia menarik napasnya panjang sebelum memulai ceritanya. "Waktu itu ternyata ada kapal tambahan. Jadi kami semua bisa pulang dalam sekali pemberangkatan. Aku baru akan bilang pada polisi-polisi yang datang kalau kalian berempat belum kembali, tapi tiba-tiba saja seorang polisi diserang hyena. Kami semua berlari ketakutan dan berdesakkan masuk ke kapal. Di sana sangat kacau. Kami saling himpit dan aku entah bagaimana lupa tentang kalian. Saat ingat, kapalku sudah jalan dan aku berkali-kali menghubungi ponsel kalian berempat. Maureen dan Jerry tidak menjawab. Ponselmu dan Stefan tidak aktif. Jadi aku menelepon polisi untuk melaporkan kalian. Tapi saat aku hendak menelepon, dua orang yang tidak kukenal tiba-tiba merampas ponselku. Mereka bukan anak-anak Gerald-"

"Mereka penyusup dari Pulau Nieffe?"

"Aku tidak seratus persen yakin. Tapi kupikir ada benarnya. Mereka tidak tampak seperti kita. Mereka terlihat kuno. Tapi di sisi lain mereka begitu mengintimidasi..." Whitney berhenti sejenak menunggu komentarku.

Aku hanya diam. Tidak ada clue yang mungkin bisa menghubungkan kejadian ini dengan kejadian lain di otakku.

Whitney melanjutkan, "Yang terjadi selanjutnya adalah mereka pergi dengan membawa ponselku. Aku mengejar mereka, tapi sia-sia. Aku tidak menemukan mereka."

"Kukira kau benar-benar melupakan kami..."

Whitney menggeleng menyesal. "Aku kemudian meminjam ponsel orang di sebelahku. Aku tidak mengenalnya, tapi aku beberapa kali pernah bertemu dengannya dalam pertemuan kemahasiswaan. Ia memberikan ponselnya padaku dan aku segera menghubungi pihak kepolisian. Aku melaporkan kalian yang tertinggal di Pulau Nieffe. Mereka lalu menghubungi polisi yang masih berada di sana. Mereka bilang tidak ada orang yang tertinggal. Dan mereka menganggap kau, dan teman-teman kita lainnya sudah ada di kapal lain. Selama tiga puluh jam kupikir mungkin saja itu benar terjadi. Tapi saat aku sampai di rumah dan menghubungi nomor rumah kalian, keluarga kalian bilang kalian belum kembali. Aku hampir gila saat itu. Aku telah meninggalkan kalia-"

"Kau tidak perlu menyalahkan dirimu, Whitney. Kami semua kembali ke kota ini dengan selamat." selaku menenangkannya yang tampak akan kembali dengan sikap khawatir yang berlebihan.

"Belum genap sehari aku di rumah, dua orang tidak dikenal itu entah bagaimana berhasil menemukan rumahku. Mereka datang saat sialnya, orang tuaku sedang ke luar kota. Aku disekap dan mereka mengancamku memberitahu mereka tentang semua wanita bernama Patricia yang ada di ponselku. Mereka membentak dan berteriak di hadapanku. Aku sangat takut. Mereka juga beberapa kali memukulku." Whitney menyentuh pipi dan bibirnya yang baru kusadari berwarna biru keunguan. Ia terus saja menangis selagi menceritakan kejadian yang baru saja menimpanya. Ia kembali melanjutkan ceritanya, "Jadi akhirnya aku menceritakan pada mereka tentang bibiku, temanku yang bekerja di kafe, dan kau. Mereka tertarik denganmu. Mereka memintaku menceritakan kehidupanmu secara rinci. Mereka yakin orang yang mereka cari adalah dirimu. Mereka baru akan memancingmu datang ke rumahku hari ini, dan aku berhasil kabur dari rumahku saat mendapati mereka masih tertidur di ruang tamu. Mereka sudah tahu alamat rumahmu. Jadi kuharap kita bisa pergi dari kota ini secepatnya, Jun!" Seluruh tubuh Whitney gemetar.

Dua kalimat terakhir yang ia ucapkan sukses membuat jantungku meledak. "Ini buruk sekali! Kenapa baru kau katakan itu?! Ayo pergi sekarang!" Ajakan itu lebih terdengar seperti perintah.

"Siapa sebenarnya mereka, Jun?!" tanya Whitney mencecarku selagi aku sibuk mencari kunci mobil yang kuingat sebelumnya kuletakkan di cantelan kecil dekat pintu depan.

Siapa mereka? Siapa? Yang mencariku dan menjadikan Whitney sebagai korbannya? Apa yang harus kukatakan pada Whitney tentang semua ini?

"Aku tidak tahu, Whitney... Aku juga tidak tahu kenapa semua jadi aneh akhir-akhir ini."

Aku setengah berjongkok mencari kunci mobilku, barang kali terjatuh dan terselip di rak sepatu yang ada di bawahnya. Di mana kuncinya? Kunci mobilku...di mana kau?

"Iya, tapi bisakah kau cepat, Jun? Kita harus pergi sekarang juga!" Whitney semakin membuatku gelisah.

"Apa ini yang kau cari?" tanya sebuah suara dari belakang kami. Suara pria? Dari belakang? Itu artinya ia ada di dalam rumahku?

***bersambung***

Jangan lupa vote dan comment yaa... (^_^)/

The Protecting Blood Where stories live. Discover now