Kamu dan Masa Lalu' 12

3.5K 252 6
                                    

Tessa melangkahkan kakinya ke kursi yang waktu itu dia duduki bersama Adrian. Samar-samar Tessa mendengar suara tangis tersedu-sedu, bulu kuduknya meremang.

Tessa memberanikan diri mendekati kursi dan dia menemukan seseorang yang sedang menangis disana.

"Adrian?" Tessa menyentuh punggung anak kecil itu.

Anak itu menoleh dan ternyata memang benar dia Adrian. Ternyata benar Adrian yang menangis.

"Kak Tessa?" mata bulatnya menatap Tessa.

"Iya, ini Kak Tessa... Kamu ngapain disini?" tanya Tessa sambil menyeka air mata Adrian.

"Adrian sedih, tadi ada anak kecil sama ibunya datang kesini. Dia bilang Adrian nggak punya orang tua. Katanya Adrian ini anak nggak jelas."

Tessa mengernyit. Anak kecil bisa berbicara kasar seperti itu? Ibunya juga tidak melarangnya? Sungguh aneh...

Tessa menatap Adrian, "Adrian nggak boleh sedih. Adrian kan punya orang tua, hanya aja mereka sudah tinggal sama Tuhan. Kamu masih punya Nenek, Kak Tessa dan Kak Aksa. Adrian kan yang waktu itu ngajarin Kak Tessa supaya nggak sedih. Tapi kok Adrian malah sedih?"

Adrian diam sambil memainkan jarinya.

"Adrian senyum dong," Tessa menyentuh pipi Adrian.

Adrian menghapus air matanya dan tersenyum tipis.

"Yuk pulang, kasian Kak Aksa pusing cari Adrian," Tessa menggendong Adrian sambil mencari keberadaan Aksa.

Aksa menghelas nafas lega ketika melihat Tessa kembali sambil menggendong Adrian.

"Nangis, diejek temennya," kata Tessa.

"Makasih ya," katanya kepada Tessa.

Tessa hanya mengangguk.

Sekarang Aksa menatap Adrian, "Adrian tau nggak? Kak Aksa cari Adrian kemana-mana, Kak Aksa pusing."

Adrian menunduk takut, "Maaf, Kak."

Tessa mengelus pelan punggung Adrian.

"Sini biar aku yang gendong," kata Aksa, tapi Adrian menggeleng keras.

"Sama aku aja."

"Kamu nggak boleh ngerepotin kakak ini, kasian."

Adrian menggeleng, "Adrian nggak ngerepotin kok."

"Yaudah, kita pulang," kata Aksa kepada Adrian.

Tessa melongo, "Aku gimana?"

"Anter Adrian dulu, habis itu aku anter kamu ke amour."

Tessa mengangguk dan berjalan di depan Aksa.

Setelah mengantar Adrian, Aksa kembali ke amour cafe untuk mengantar Tessa. Tadinya Nenek menyuruh Tessa untuk makan bersama, tapi Tessa menolak karena dia kurang akrab dengan Nenek sekaligus Aksa.

Aksa memakaikan jaketnya ke bahu Tessa sebelum dia naik ke motor. Tessa sempat kaget, dia menyentuh jaket milik Aksa. Jantung Tessa berdetak lebih kencang dari biasanya.

"Dipake, dingin," ucap Aksa tanpa melihat ke arah Tessa.

Tessa segera memakai jaket itu dan naik ke motor Aksa.

"Kamu udah makan?" tanya Aksa saat sudah menjalankan motornya.

"Belom."

"Mama kamu nggak masak?"

"Aku ngekos," jawab Tessa sambil membenarkan letak helmnya.

Aksa sedikit menolehkan kepalanya ke belakang.

"Makannya gimana?"

"Beli, kadang enggak makan," jawab Tessa jujur. Memang kalau ada tugas dia biasanya lupa makan.

"Mau makan nggak?"

Tessa mengernyit, "Maksudnya?" Dia ngajakin gue makan apa cuma nanya doang gue mau makan atau enggak?

"Ya... Kamu mau makan nggak?"

Tessa menjawab dengan ragu, "Sama kamu?"

Aksa mengangguk.

"Aku juga belom makan," ucap Aksa.

"Oke..." sahut Tessa.

Aksa langsung mengambil arah putar balik.

"Kita makan sate aja gimana? soalnya kalo aku tanya pasti kamu jawab terserah," kata Aksa sedikit berteriak.

Tessa mengangguk sambil membatin, Tau aja.

"Sa? Mau kan?"

Oh iya, Aksa kan nggak bisa lihat Tessa mengangguk.

"Eh, iya..."

Lima menit kemudian Aksa menghentikan motornya di depan warung sate. Setelah melepas helm, mereka berdua masuk ke dalam.

Aksa baru menyadari bahwa Tessa membawa tas.

"Tadi kamu lagi belajar ya? Maaf ya kalo aku ganggu."

"Enggak. Bosen aja di kos."

Percakapan mereka terhenti karena penjual sate itu sedang meletakkan pesanan mereka di meja.

Selesai makan, Aksa mengantar Tessa ke amour cafe untuk mengambil motornya.

"Makasih ya, udah bantu nyari Adrian," kata Aksa saat Tessa sudah turun.

Tessa tersenyum tipis dan mengangguk.

"Aku pulang dulu," Tessa berjalan meninggalkan Aksa.

"Hati-hati..." kata Aksa pelan.

Tessa menoleh kemudian mengangkat jempolnya.

Tessa menghela napas pelan, "Dua ratus delapan puluh hari, Yan..."

"Kamu udah lama pergi dari hidupku, tapi kenapa kamu nggak mau hilang dari ingatanku? Senyummu, suaramu... selalu membekas, nggak mau pergi..." Tessa menaburkan bunga di atas gundukan tanah itu sambil menghela nafas berat.

Tessa menyelipkan rambutnya yang beterbangan ke belakang telinga, lalu kembali menaburkan bunga.

"Aku memang nggak mau lupain kamu. Tapi seenggaknya aku mau berusaha nggak terlalu kebayang-bayang kamu terus..."

"Kamu masih tetap ada disini," Tessa menunjuk hatinya, "Selalu disini..."

Tessa menepuk roknya dan berjalan menjauhi makam Rian.

Langit sudah mulai berubah menjadi gelap. Tessa duduk di rooftop sambil memandangi cahaya lampu dari gedung-gedung yang berkelap-kelip.

Tessa memasang earphonenya dan ikut menyanyikan lagu yang sedang diputarnya.

Can you hear my call?
This hurt that i've been through
I'm missing you, missing you like crazy...

Buru-buru Tessa mengganti lagu itu. Lirik lagunya membuat Tessa semakin ingat akan Rian, dan akan membuat Tessa semakin susah untuk merelakan Rian.

Tessa menghidupkan layar ponselnya untuk melihat jam.

Sudah jam sembilan malam, ternyata Tessa sudah berada di atas sini sejak satu setengah jam yang lalu. Dia berdiri dan turun untuk masuk ke kamar.

Lagi pengen ngepost. Jadi minggu ini post dua part. Padahal aturan seminggu post sekali😝 Gapapa yaaa.

12 Feb 2017

Kamu dan Masa Lalu [Terbit Ebook]Where stories live. Discover now