Dua puluh Tiga

177 16 3
                                    

Hari telah berganti, minggu juga sudah terlewati. Memasuki bulan-bulan yang baru. Tak terasa, kini Ujian Nasional sudah di depan mata.

Kurang dari sebulan lagi, kelas 12 SMA akan menghadapi Ujian Nasional. Mereka mempersiapkan diri untuk menghadapi UN. Begitupun Alin dan juga teman-temannya. Alin baru saja selesai mengikuti pelajaran tambahan di sekolahnya.

"Lin sendirian? Gue mau pulang nih, lo ga mau pulang?" ucap Tiara. Dia menghampiri Alin yang terlihat sedang menunggu bis sekolah datang.

"Iya nih, sendirian." ucap Alin.

"Loh ko tumben sendirian, jemputannya mana?" ucap Tiara sambil tersenyum meledek.

Alin hanya tersenyum simpul. "Lagi sibuk."

"Gue duluan ya, dah." ucap Tiara melambaikan tangannya.

Gue juga sebenernya gatau Ra, dia dimana.

Tak lama kemudian, bis sekolah pun datang.

Ah, Alin jadi teringat beberapa bulan yang lalu dia bertemu Gio di bis sekolah. Pertama kali mereka berkenalan.

Aku kangen kamu, tapi kamunya ngga tau kemana.

***

"Heh, lo dengerin gue ga sih dari tadi?" ucap Dira sambil menyikut lengan Alin, dia melihat Alin dengan tatapan menyelidik.

Alin yang tersentak hanya menggaruk tengkuk kepalanya. Dia salah tingkah, Dira terus menatapnya. "Hmm.. Sorry dir, tadi lo bilang apa?"

Dira mencium hal yang aneh dalam diri Alin. Dia cenderung menjadi pendiam dan sering melamun akhir-akhir ini. "Udah lupain aja." ucap Dira singkat. Dira lebih memilih memainkan ponselnya dibanding sekedar bertanya Lo kenapa? .

Karena percuma saja Dira mencerca Alin dengan ribuan pertanyaan. Itu tak membuat sahabatnya menjadi lebih baik, mungkin saja Alin memang butuh waktu untuk bercerita.

Sudah sering juga Dira merasakan hal seperti sekaranh ini. Dimana dia terus berbicara namun tak sepatah katapun didengar oleh orang disampingnya ini. Dira paham betul kalau saat ini Alin sedang memikirkan sesuatu.

"Dir, gue balik duluan ya." ucap Alin.

"Ko buru-buru? Bukannya lo sendirian soalnya nyokap lo lagi di luar kota? Oh lo udah dijemput Gio ya?" tanya Dira masih sambil memainkan ponselnya.

"Ngga, gue disms Melia barusan. Gue disuruh pulang sama tante Ana."

"Oh oke, naik apa pulang?"

Alin yang sedang membereskan barang-barangnya ke tas terlihat berpikir sebentar. "Hmm... Angkot mungkin."

"Gue perhatiin akhir-akhir ini lo sering pulang sendiri, Gio kemana? Kalian ada masalah?"

Alin mengangkat kedua bahunya. "Gue juga ga tau dia kemana, sibuk mungkin."

"Hmm.. Yaudah deh gue balik dulu ya, bye Dir." ucap Alin.

***

Tok, tok, tok

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, loh nak Gio tumben ke rumah. Cari Alin ya?" ucap Bunda.

"Hmm, iya tante. Alinnya ada?" ucap Gio.

"Aduh, barusan aja Alin pergi sama temen-temennya tadi di samper. Nak Gio ga tau Alin pergi?" tanya Bunda

Gio terdiam. Jangankan tau Alin pergi kemana, menghubungi Alin saja dia tidak. "Ng... Ngga tante." ucap Gio.

"Ya sudah, mau tunggu Alin disini atau datang lagi nanti? Kebetulan tante mau arisan di rumah tetangga rumah kosong, coba aja telpon Alin atau mau tante bantu telponin?"

"Ga perlu tante, saya pulang aja. Mungkin besok bakalan balik lagi. Gio pamit ya tante." ucap Gio.

"Iya, hati-hati ya nak Gio."

***

Gio kini sedang duduk bersantai di taman dekat rumah Alin, tempat dimana mereka bertemu waktu itu.

Lin, maaf.

Dia sedang duduk menatap langit.

To : +628**********
Lin, tadi aku kerumah kamu. Tapi kamunya ga ada. Maaf ya, kemarin hp aku lagi di service dan baru bisa ngabarin kamu. Aku juga sibuk sama pertandingan basket yang aku ceritain waktu itu.

Kamu cantik kalo lagi maafin aku:)

Sent.

Dia memejamkan matanya, menikmati udara di sore hari. Merasa bosan dia pun berjalan menuju taman bermain di dekat taman itu. Taman bermain saat sore hari memang sudah mulai dipadati orang-orang.

Dia melihat seseorang di taman tersebut, seseorang yang dikenalnya.

"Loh, Citra?" ucap Gio.

Orang yang dipanggil Citra itu terdiam. Lalu, sesaat kemudian dia langsung memeluk Gio.

"Ya ampun Gioo, aku kangen banget sama kamu. Maaf maaf maaf aku pergi tanpa pamit." ucap Citra dengan semangat.

Gio melepaskan pelukannya. "Kamu kemana aja cit selama ini?" tanya Gio.

"Aku akan jelasin semuanya sama kamu, tapi boleh kita ke tempat yang sepi?"

Mereka pun langsung meninggalkan tempat bermain itu. Mereka menuju salah satu rumah makan.

Di sela-sela menunggu makanannya, Citra pun menceritakan yang terjadi dengannya. Mengapa dia pindah keluar kota, mengapa dia berhubungan dengan laki-laki lain dibelakang Gio.

Ternyata, Citra melakukan itu semua karena Ayahnya. Ayah Citra sedang sakit-sakitan, namun mereka terhalang biaya untuk berobat ke rumah sakit. Tetapi berkat bantuan teman lama ayahnya, dia pun dapat berobat di rumah sakit. Dan teman ayahnya berniat menjodohkan Citra dengan anaknya.

"Kenapa kamu ga pernah bilang citra?" tanya Gio.

"Karena aku ga mau merepotkan orang lain lagi. Gio aku kesini untuk menjelaskan semua sama kamu, aku mau minta maaf dan menyampaikan satu berita bagus." ucap Citra berbinar.

"Berita? Berita apa?"

"Ternyata aku dikasih kesempatan untuk memilih. Kalaupun aku tidak menerima perjodohan itu, mereka tidak keberatan. Itu artinya kita masih ada kesempatan kan?" ucap Citra.

Gio tak menjawab pertanyaan Citra, dia lebih memilih untuk bungkam dan menghabiskan makanannya.

Gue harus apa?

***

Ketika Pelangi Telah PergiWhere stories live. Discover now