Delapan belas

161 23 2
                                    

ArgioRakaS
Nanti malem gue jemput ya.. Lo ga ada acara kan?

Send.

Rachel.Alinsn
Oke, gue free ko nanti malem.

Read at 15.00 pm


Alin terus tersenyum memandangi ponselnya. Dia benar-benar tidak bisa mengontrol perasaan senang di dalam hatinya.

Seperti benar-benar jatuh cinta.

Sampai-sampai sahabat yang disebelahnya kesal dibuatnya. Karena Alin terus saja memandangi ponselnya itu, dan tidak menghiraukan sahabatnya yang sedang berbicara panjang lebar di depan halte sekolah mereka.

"Plis lin, hp lo lagi ga ngelawak. Jadi, buat apa lo cengar cengir ga jelas sambil mandangin hp lo yang layarnya mati." Dira yang kesal, menatap Alin dengan tatapan menyelidik.

"Ish Dira, ganggu aja sih." ucap Alin. Dia menaruh ponselnya dalam tas. Lalu membereskan buku-bukunya.

"Terus ngapain cengar cengir? Hmm?" ucap Dira. Dahinya yang menyerit, tatapan matanya yang penasaran sungguh membuat Alin kikuk.

"Gapapa ko hehe. Ra, gue balik duluan ya, mau ngambil baju pesenan nyokap gue dulu soalnya. Sorry ya, hehe"
Ya, daripada diintrogasi terlalu dalam dan akhirnya terkuak bahwa dia senyum-senyum tidak jelas karena pesan yang diterimanya dari Gio dan akhirnya akan diledek. Lebih baik menghindar, toh Alin memang sudah janji untuk pergi ke tukang jahit untuk mengambil baju.

"Hmm... Yaudah bye. Hati-hati."

***

Malam pun tiba, kini Alin dan Gio sedang menonton sebuah film di bioskop suatu pusat perbelanjaan.

Terkadang, mereka terlihat mengobrol, tertawa, menyimak film tersebut. Tanpa mereka sadari, sepanjang film itu diputar mereka saling berharap bahwa film jangan dulu selesai.

Mereka belum puas untuk duduk berdua seperti ini.

Tetapi, film tetap berdurasi. Dan akhirnya film tersebut selesai. Semua penonton beranjak keluar. Termasuk Alin dan Gio.

"Abis ini mau kemana?" tanya Gio.
Alin terlihat berpikir sejenak. Hatinya ingin bersama Gio, tetapi dia ingat pesan bundanya agar tidak pulang terlalu larut.

"Kayanya pulang aja deh, bunda gue lagi lembur rumah ga ada yang jaga."

"Hmm yaudah kalo gitu, yuk."

Gio keluar dari bioskop sambil menggenggam tangan Alin.

Alin yang terkejut, hanya menatap telapak tangan kanannya yang sudah digenggam. Pipinya merah padam, merona.

Ya ampun, jantung gue rasanya mau copot.

Alin benar-benar salah tingkah.

Lutut, kaki mendadak lemas. Tapi, apa boleh buat sangat tidak mungkin dia tiba-tiba tidak mampu berjalan hanya karena genggaman tangan Gio. Mau tidak mau, Alin harus jaga image dan berjalan dengan tenang. Ya, walaupun susah.

***

Sesampainya dirumah Alin, Gio pun langsung mematikan mesin motornya.

Alin turun lalu membuka helmnya, dan seperti biasa helm itu dan mengembalikannya kepada Gio.

"Udah sampe nih, mau mampir dulu?" ucap Alin sambil merapikan sedikit rambutnya yang berantakan.

"Makasih lin, mungkin lain kali." ucap Gio sambil tersenyum.

Alin pun melambaikan tangannya ke arah Gio. "Gue masuk dulu ya," Alin balik badan, dan melangkahkan kakinya.

Tiba-tiba saja, ada yang menarik tangannya. Terkejut, Alin pun menoleh.

Alin terkejut saat membaca tulisan yang ada di dalam kertas yang disodorkan oleh Gio.

"Yo, ini... apa?" tanya Alin.

Tetapi, Gio diam tidak menanggapi pertanyaan Alin.

***

Hai, maaf ya cerita ini pendek sekali. Sengaja aku buat pendek.
Soalnya part ini akan langsung dilanjut ke part berikutnya.

Jika part ini berhasil menarik perhatian kalian, aku janji akan langsung meneruskan part berikutnya. Jadi, di next atau ga itu tergantung kalian para pembaca:)

Maaf kalau ceritanya ga jelas, hambar dan membosankan.

Jangan lupa vomment💕

Ketika Pelangi Telah PergiWhere stories live. Discover now