Enam

310 38 2
                                    


Alin tidak menghiraukan panggilan Andira dari tadi. Menurutnya Andira sangat aneh, karena tidak biasanya dia seperti itu.

Saat dia sampai di parkiran sekolah, tiba-tiba dia diam terpaku melihat Niko dan Sisil –Pacar barunya Niko. Ternyata Niko sedang membuat kejutan ulang tahun Sisil bersama temannya.

Deg

Alin terpaku, benar-benar seperti patung. Kalau kemarin dia melihatnya dari kejauhan kini dia melihatnya dari dekat. Kakinya seperti berat sekali untuk melangkah. Tetapi untuk beberapa saat kemudian dia tersadar dari lamunannya. Dia mulai melangkahkan kaki menjauh dari tempat itu. Dia bertekad menjadi dewasa, dan mulai menjadi seperti Alin yang dulu lagi. Ia menggenggam gelang yang pernah Niko berikan kepadanya saat dia ulang tahun, tahun lalu. Dengan gerakan cepat, dia melepaskan gelang itu. Dia tidak ingin terus teringat akan Niko. Di saat itu, ia bertekad untuk melepaskan Niko. Cinta pertamanya

Mungkin perpisahan ini, memang yang terbaik untuk kita. Kalau dia yang bisa membuatmu lebih bahagia, lalu aku bisa apa?

"Alinn! Lo jalannya tungguin gue kek, cape nih gue ngejar lo." Ucap Andira

Andira melihat Alin sedang menatap Niko.

"Tuh! Lo liat kan sekarang, gue udah bilang ya berkali-kali jangan lewat gerbang depan. Batu sih lo! Udah ah jangan sedih." tambahnya lagi.

"Siapa yang sedih? Gue ga sedih, lagian apa urusannya sama gue? Gue ga ada hak lagi kali Dir, terserah mereka juga mau ngapain. Jadi plis, lo ga usah khawatir kaya tadi lagi."

"Eh, iya gua lupa gue ada janji. Gue duluan ya. Jangan ngeliatin orang yang lagi pacaran mulu nanti iri lo, jomblo sih." Alin menujulurkan lidahnya seraya meninggalkan Andira disitu.

"Heh!! Lo juga jomblo!"

***

Saat Alin tiba di halte depan sekolahnya, dia mengedarkan pandangannya ke kiri dan ke kanan. Namun, orang yang di carinya belum juga datang.

"Nyari gue?" suara bass itu mengejutkan Alin, seketika Alin pun langsung menengok ke belakang.

"Loh, Gio? Gue fikir lo lupa."

"Mana mungkin gue lupa? Berangkat sekarang aja yuk, ayo cepetan naik."

"Ayo, berangkat." ucap Alin

Saat Gio melajukan motornya, tiba-tiba tangannya menarik tangan Alin untuk memeluknya. Alin terkejut saat itu.

"Gue ga mau lo jatoh, pegangan."

Kenapa tiba-tiba gue jadi deg-degan gini ya, ya ampun. Mana ini pipi rasanya panas banget, aduh ga bisa diajak kompromi gini. Mudah-mudahan aja Gio ga liat. Batin Alin.

Dia berusaha menyembunyikan wajahnya di balik punggung Gio, berharap cowok itu tidak melihatnya. Namun sayang, hal itu bisa terlihat olehnya melalui kaca spion.

Lucu ya kalo liat lo lagi blushing gitu. Batin Gio.

Suasana hening menyelimuti perjalanan mereka. Sampai akhirnya mereka tiba di tempat yang mereka tuju.

"Lin? Udah sampe nih. Masih betah aja meluk gue." ledek Gio

Alin pun segera turun dari motornya.

"Ini dimana yo? Indah banget." kata Alin.

Alin mengedarkan pandangannya ke sekeliling tempat itu. Dilihatnya danau yang ada didepan matanya saat ini, disekitar tepi danau itu tumbuh berbagai macam tumbuh-tumbuhan liar yang membuat kesan indah di tepi danau itu. Aroma rumput segar, membuat kesan sejuk disana lebih terasa.

"Kita kesana aja yuk, dibawah pohon itu." Ajak Gio.

Alin berjalan mengikuti Gio, lalu meraka pun duduk dibawah pohon besar dan rindang di tepi danau tersebut.

Alin menghembuskan nafasnya, seakan menikmati hawa sejuk disini. Angin yang bertiup membuat rambutnya agak berantakan. Dia pun merapikan kembali rambutnya. Tangannya menyibakan rambut ke belakang telinga.

"Tumben gelangnya ga di pake." Ucap Gio melirik tangan Alin. Alin juga ikut melihat pergelangan tangannya."Gelangnya ga mungkin gue pake lagi." ucapnya

"Kenapa? Padahal waktu itu lo panik banget pas gelang itu jatoh seakan-akan gelang itu berarti  banget buat lo." ucap Gio

"Gelang itu udah ga pantes gue pake lagi, lagian udah seharusnya kita ngelepasin sesuatu yang udah bukan milik kita lagi." Ucap Alin.

"Tunggu deh, ko gue ga ngerti." ucap Gio bingung

Alin menghela nafas panjang
"Gelang itu dari mantan pacar gue. Dulu dia ngasih itu waktu gue ulang tahun. Tapi sebulan yang lalu, dia mutusin gue gitu aja. Dan sekarang dia udah punya cewe baru."

"Dari dulu, gue selalu nganggep gelang itu adalah bagian dari dia. Karna, gue ngerasa saat gue pake gelang itu seakan akan tangan gue digenggam sama dia. Selalu ngingetin gue sama dia. Tapi, karna sekarang dia bukan milik gue lagi. Jadi gue mutusin buat lepas gelang itu. Karna ga seharusnya gue masih ngerasa di genggam sama orang yang udah bukan milik gue lagi."

"Maaf Lin, ga bermaksud bikin lo jadi sedih." ucap Gio

"Justru lo yang bikin gue seneng lagi, lo bawa gue ke tempat yang indah kaya gini. Makasih banget ya. Eh tapi ko gue jadi curhat colongan gini ya sama lo." ucap Alin sambil terseyum kikuk.

Ada kebahagiaan yang muncul di hati Gio saat melihat Alin terseyum dan berkata bahwa Gio telah membuat dia senang.

"Tetep senyum ya Lin, jangan pernah ada air mata lagi. Ngelepasin seseorang itu emang berat, tapi percaya deh. Badai yang menyakitkan itu akan selalu digantikan oleh pelangi yang indah. Dan lo juga ga usah sungkan buat curhat gitu, seneng ko gue bisa ngeringanin beban hati lo."

****

Hii:)
Jangan lupa tinggalkan vote, dan comment yaa.

Terima kasih buat semua yang udah baca cerita aku:)

Ketika Pelangi Telah PergiWhere stories live. Discover now