Lima

324 39 3
                                    


"Yee si Alin, gue lagi ngomong bukannya dengerin malah senyam senyum ga jelas. Lo sakit ya?" tanya Gio sambil menempelkan punggung tangannya di dahi Alin.

Tiba-tiba jantung Alin berdebar saat itu. Namun, dengan cepat dia menyingkirkan tangan Gio dari dahinya takut jika Gio menyadari jantungnya berdebar.

"Lo fikir gue setres? Gue tuh cuma mikirin kata kata lo yang bilang tempat ini indah. Ternyata bener ya, indah banget. Padahal gue sering kesini, tapi ternyata tempat ini bisa jadi lebih indah kalo dilihat dari sisi yang berbeda." Alin tersenyum.

"Tapi gue tau loh tempat yang lebih indah dari ini. Mau kesana?" ajak Gio.

"Boleh" Alin menganggukan kepala dengan antusias.

"Besok gue jemput di depan halte sekolah lo ya."

"Okee, besok gue tunggu. Sekarang, gue pulang dulu ya takut orang rumah khawatir." Alin mulai beranjak untuk pergi.

"Ehh tunggu, bareng aja yuk. Kebetulan gue bawa motor, jadi bisa nganterin lo." ajak Gio

"Ga ngerepotin nih?" tanya Alin

"Ya enggaklah Lin, udah yuk" Gio menarik tangan Alin menuju ke parkiran motor.

**

Sesampainya dirumah, Alin pun turun dari motor itu.

"Gue langsung pulang aja ya Lin" pamit Gio sambil membuka helmnya.

"Loh ga mau masuk dulu?"

"Lain kali aja deh Lin, udah malem juga."

"Oh yaudah kalo gitu, makasih ya. Hati-hati dijalan" Alin melambaikan tangan kepada Gio. Dan Gio membalas senyum dan memakai kembali helmnya.

Setelah Gio pulang, Alin langsung masuk kedalam rumah dan dia melihat ada Bundanya di ruang tamu.

"Assalamualaikum Bunda." Alin duduk disebelah Bundanya yang tengah duduk di sofa sambil menonton televisi.

"Waalaikumsalam, kamu pulang sama siapa? Ko tadi Bunda denger suara motor?."

"Sama temen Bun, tadi ga sengaja ketemu."

"Oh gitu. Oh iya Lin, beberapa hari yang lalu kan ayah kamu ngirimin kamu surat, dia bilang apa sama kamu?"

"Gatau Bunda, belum Alin baca."

"Kalo ada yang penting gimana Lin? Gimana kalo ayah kamu nungguin balesan? Sekedar baca aja nak. Mungkin ada pesan yang ingin ayah kamu sampaikan buat kamu."

"Iya bunda, nanti Alin baca. Alin pamit ke kamar dulu ya, mau bobo. Selamat malam bunda." Alin beranjak dari tempat itu sambil mencium pipi bundanya.

Bundanya tau, Alin sepeti itu mungkin karena kecewa terhadap ayahnya. Tetapi dia tidak bisa berbuat banyak. Dia hanya berharap bahwa anaknya akan menerima kenyataan ini dan berhenti kecewa terhadap ayahnya.

Alin memasuki kamarnya, di pandanginya setiap sudut ruangan itu. Lalu pandangannya beralih ke meja kecil itu. Dilihatnya surat dari ayahnya.

Ayah, maafin Alin.

***

Pagi ini, Alin diantar oleh Bundanya ke sekolah. Sesampainya di sekolah, Alin langsung pamit dan tidak lupa ia mencium tangan sang Bunda.

"Bun, nanti Alin gausah di jemput. Alin mau pergi sama temen habis pulang sekolah." Ucap Alin sambil turun dari mobil berwarna silver itu.

"Hati-hati ya Lin, pulangnya jangan kemaleman." Alin melambaikan tangan kepada Bundanya.

"Alin!" terdengar suara cempreng milik seseorang yang sangat Alin kenal. Sahabatnya Andira memanggil Alin sambil setengah teriak membuat Alin menutup kedua telinganya.

"Yaela, gue ga budek kali Dir" cibir Alin.

"Hehe peace yoo" Andira membuat simbol V ditangannya itu.

"Dir?" panggil Alin saat mereka berdua jalan menuju kelasnya.

"Ada apa Nona Alinson?"

"Lo percaya cinta pandangan pertama ga?"

"What? Alin, lo lagi jatuh cinta sama siapa?" pekik Andira lagi.

"Diraaa, pelan ke ngomongnya! Diliatin orang tuh. Duh punya temen ko malu-maluin banget sihh" ucapnya sambil menahan malu akibat perbuatan sahabat disebelahnya ini, yang berhasil membuat siswa yang ada di koridor memperhatikan mereka berdua.

"Kita cepet-cepet ke kelas aja deh yuk" ajak Andira.

***

Kini, Alin tengah sibuk merapihkan buku ditasnya. Lalu sahabatnya Andira muncul dari pintu kelas mereka.

"Habis dari mana Dir?"

"Toilet, Lin pulang lewat gerbang samping aja yuk." Pinta Andira dengan wajah yang agak panik namun berusaha dia tutupi itu.

"Enggak bisa Dir, gue ada janji. Jadi gue mesti lewat gerbang depan, emang ada apa sih? Ko muka lo aneh gitu?.

"Ya lo bilang Bunda lo aja buat jemput disamping, ya? Plis Lin, dengerin kata gue." Mohon Dira

"Big No! Lagian gue ga dijemput Bunda, buat apa gue muter muter lewat samping kalo depan lebih deket?." Alin pun pergi keluar kelas dan menuju gerbang depan sekolahnya.

Aduh, gimana ini? Gimana kalo si Alin liat. Bakalan ada pertumpahan air mata lagi deh ini. Batin Andira

"Lin, tungguin guee!" teriaknya

**

Hi:) maafkan yah kalo ceritanya makin ga jelas gini. Maaf juga ya judulnya aku ganti. Soalnya aku masih kurang srek sama judulnya.
Jangan lupa tinggalkan jejak yaa:) vote/comment/kritikan kalian sangat aku butuhkan sebagai pembelajaran.

Terima kasih:)

Ketika Pelangi Telah PergiWhere stories live. Discover now