Empat

354 43 2
                                    

"Surat?" Selidik Alin.

"Iya, silahkan mbak tanda tangan disini." kata Pak Pos itu sambil menyodorkan sebuah kertas kepada Alin dan dia pun menurut dan menandatanganinya. Setelah itu, Alin masuk ke rumah dan menemui Bundanya.

"Tadi siapa Lin?" tanya Bundanya.

"Pak Pos Bun, nih ngasih surat." Alin memberikan surat itu kepada Bundanya.

"Ini dari siapa Lin?"

"Ayah kayanya, itu ada alamatnya. Yaudah Bun aku udah kenyang, aku ke kamar dulu ya." Alin menunjuk bagian surat yang tertera alamat pengirimnya, lalu dia beranjak dari tempat duduknya.

"Loh ko kamu malah ke kamar ? Ini suratnya kan buat kamu Lin, kenapa di kasih ke Bunda? Nih bawa sana ke kamar. Ayah kamu mungkin kangen Lin sama kamu, mangkanya dia ngirim surat ini buat kamu. Dibaca, siapa tau penting. Jarang jarang loh Ayah kamu ngirim surat kaya gini." nasehat Bundanya panjang lebar.

Dengan setengah hati, Alin mengambil kembali surat itu. Walaupun sebenarnya dia sangat rindu kepada Ayahnya. Tapi tetap saja, dia masih punya rasa kecewa. Kecewa terhadap Ayahnya yang lebih memilih pulang ke Amerika dibanding tinggal bersamanya. Memang, Ayah dan bundanya menikah tanpa persetujuan dari keluarga Ayahnya. Itulah yang menyebabkan Orang tua Ayah Alin memaksa agar Ayah Alin tinggal disana dan tentu saja meninggalkan bunda juga dirinya.

Sesampainya Alin di kamar, Alin tidak langsung membaca surat dari Ayahnya. Namun, dia hanya meletakkannya di meja kecil disamping tempat tidurnya. Alin sangat enggan untuk membacanya sekarang. Dia lebih memilih untuk merebahkan dirinya diatas kasur. Lalu, dia mengambil sebuah bingkai foto. Dia menatap foto itu dengan tatapan sedih, di foto itu terdapat 3 orang yang sedang tersenyum bahagia.

Kapan aku bisa merasa bahagia seperti ini lagi Tuhan.

Di peluknya foto itu dengan erat, sambil memejamkan matanya dan akhirnya dia pun terlelap.

****

Berhari-hari sudah surat itu tergeletak di atas meja kecil kamar gadis itu, namun surat itu tak pernah kunjung dibuka olehnya. Entah mengapa, dia merasa sangat malas untuk membacanya.

Merasa bosan karena hanya dikamar saja, Alin pun beranjak untuk keluar dari kamarnya.

"Kamu mau ke mana Lin?" Tanya Bundanya.

"Mau cari angin Bun diluar, mungkin ke taman depan komplek sana. Alin bosen dikamar terus."

"Hati-hati loh Lin, pulangnya jangan kelamaan"

"Iya Bunda, Alin berangkat."

***

Angin malam yang sejuk, di tambah dengan suasana pohon rindang yang ada ditaman membuat malam menjadi semakin indah. Banyak orang yang berkunjung ketempat ini. Termasuk cowok yang kini duduk dibawah pohon, sambil mendengarkan musik yang mengalun lewat headset yang dia pakai. Dia mendengarkan musik sambil terpejam.

Bahkan dia tidak menyadari bahwa ada seseorang yang mengamatinya dari kejauhan.

Tiba-tiba saja seseorang itu menghampiri dan mengejutkannya.

"Gio!" teriak orang itu sambil menepuk pundak

"Loh, Alin lo ada disini?" tanya cowok yang ternyata Gio itu sambil melepas headset yang sedang dia pakai itu.

"Yee emang cuma lo doang yang boleh kesini terus gue gaboleh gitu?" jawab Alin sambil duduk disamping cowok itu.

"Ya boleh lah, apa sih yang ga boleh buat kamu" Gio memandang Alin sambil tersenyum lebar.

"Idiih Gio apaan sih." cengir Alin saat Gio mengatakan itu.

"Rumah lo dimana Lin?" tanya Gio

"Itu deket ko dari sini, masih disekitar komplek ini juga. Lo udah lama disini yo?"

"Hmmm... Lumayan lah, gue emang suka dateng kesini. Disini enak Lin, liat deh dari sini lo bisa liat bintang bintang yang lagi ngehias langit malam ini. Karna ini udah malem juga, jadi udaranya lebih sejuk." tunjuk Gio kearah langit sambil tersenyum.

Alin memperhatikan cowok yang tengah berbicara dengannya itu sambil tersenyum pula.

Ko ngeliat lo kayanya jauh lebih indah ya

Eh, apaan sih.

••••

Haii.

Terima kasih kalian yang masih mau baca cerita aku:)
Terima kasih buat yang sudah vote+comment.

Yang sudah baca, jangan lupa tinggalkan jejak yaaa;)

Ketika Pelangi Telah PergiWhere stories live. Discover now