Lima belas

233 31 1
                                    

Sore ini, Alin sedang bersantai di depan rumahnya. Sore hari memang waktu yang tepat untuk bersantai sambil menenangkan pikiran.  Dia duduk bersantai ditemani oleh secangkir teh dan komik di tangannya.

"Aliinnn!!!"

Alin menoleh, dan melihat Andira diaana. Dia berlari kecil menghampiri Alin.

"Loh? Ada apa Dir? Ko tumben main ke rumah gue?" tanya Alin.

"Gapapa, gue bete di rumah, lagi sepi rumah gue. Terus iseng aja mampir kesini."

"Oh iya, nih ada sesuatu dari nyokap gue buat lo."

Dira menyodorkan sebuah papper bag bermotif bunga .

"Nyokap gue juga nyampein salam. Selamat ulang tahun buat lo." tambah Dira

"Ya ampun, makasih ya Dir. Sampein juga ke nyokap lo, terima kasih banyak. Sini duduk sini."

"Sama-sama. Oh iya, lo udah denger kabar terbaru belum?"

"Kabar? Kabar apa?" tanya Alin bingung.

"Tentang Niko."

"Udah lah dir, gue ga mau denger apapun tentang dia lagi. Lo mau minum apa?" ucap Alin sambil membuang muka dengan malas.

"Ga usah, nanti aja gue baru aja beli minum di jalan tadi. Tapi ini ada sangkut pautnya sama lo Lin."

"Loh kenapa sangkut paut sama gue? Gue kan ga ngelakuin apapun."

"Jadi lo beneran ga tau kabar itu?"

"Gue denger, Niko sama Sisil itu berantem hebat. Dan Niko bawa-bawa nama lo. Dia bilang, Sisil itu ga jauh lebih baik dari lo."

"Astagaa... Ini itu ada apa lagi sih?"

"Lin, apapun yang lo denger di sekolah nanti. Jangan ada satupun yang di masukin ke hati ya"

"Tangan gue cuma dua, ga akan cukup untuk menutup semua mulut yang ngomongin gue. Tapi, dua tangan ini cukup untuk menutup rapat-rapat kuping gue."

Dira hanya tersenyum mendengar ucapan Alin.

"Loh, ada Dira? Apa kabar dir? Pantesan aja rumah rame, ternyata ada kamu. Tante pikir Alin ngomong sendiri." Ucap Bunda Alin yang baru saja keluar dari rumah.

"Baik tante." ucap Dira sambil salim ke bunda Ali.

"Kenapa ga disuruh masuk si Lin? Ayo kalian masuk, tante baru aja selesai masak."

"Okeee, waktunya makannn" ucap Andira dan Alin dengan semangat.

***

Ternyata benar dugaan Alin, sudah banyak telinga yang mendengar kabar tentang Niko dan Sisil.
Dan yang lebih menjengkelkannya lagi, sudah banyak mulut yang berkomentar mengenai dirinya.

Tetapi dia tetap dengan pendiriannya, dia tidak akan mendengar semua komentar-komentar itu. Dia tetap berjalan dengan santai menyusuri koridor sekolah.

"Lin!" sapa seseorang.

Alin menoleh kebelakang

"Ada apa?" tanya Alin dengan malas.
Ternyata orang tadi adalah Niko.

"Gapapa, pulang sama siapa?" tanya Niko.

"Ada urusan gitu sama lo gue pulang bareng siapa?"

"Ko lo jutek gitu?"

"Ya lo pikir aja sendiri, sekarang jauh-jauh dari gue. Lo ga denger apa orang-orang tuh lagi mikir yang negatif tentang gue." ucap Alin ketus

"Dan itu semua gara-gara lo." tambahnya lagi.

"Gue tau gue salah." ucap Niko merasa bersalah.

"Kalo tau salah, kenapa masih ngedeketin gue? Semuanya udah terjadi. Ucapan dari mulut lo ga mampu bikin semuanya balik." kini emosinya naik, dia sudah lelah mendengar komentar aneh dari orang lain mengenai dirinya.

"Niat gue cuma minta maaf, ga lebih. Maaf kalo gue semakin memperkeruh suasana hati lo."

"Cukup ngejauh dari gue, dan anggep semuanya ga pernah terjadi. Lo udah milih dia dibanding gue, yang harus lo lakuin cuma jagain dia. Cukup gue aja yang lo sakitin. Permisi, gue mau pulang. Nyokap udah jemput." ucap Alin lalu pergi meninggalkan Niko.

'Andai aja kamu tau kenyataan yang sebenernya Lin.'

'Sesulit inikah menjauh dari lo? Sesulit inikah membuat segalanya kembali seperti dulu, kembali tidak kenal lo lagi.'

***

Jadilah pembaca yang bijak.

Terima kasih buat yang sudah vote.

Jangan lupa tinggalkan jejak.

Ketika Pelangi Telah PergiWhere stories live. Discover now