Chapter 9 - Rahasia Charly

Start from the beginning
                                    

Hari ini jumlah penduduk Nieffe tinggal 25 orang. Itu pun sudah termasuk lima orang yang mencari masalah dengan menyerang manusia. Itu artinya Charly harus memberitahu Patricia secepat mungkin sebelum penduduknya semakin berkurang dan ayah yang sejujurnya ia benci melakukan tindakan pencegahan. Mungkin setelah ini, janji Charly dalam hatinya.

Charly tiba di pemukimannya yang terisolasi di tengah pulau. Vegetasi di sana tidak serapat di hutan, jadi ia bisa melihat langit dengan sempurna tanpa tertutup pepohonan. Dilihatnya bulan dan beberapa bintang terang yang seakan mencuat dari gorden kegelapan. Ia sedikit gembira dengan penampakan itu. Ia lalu melakukan perhitungan waktu dengan melihat posisi bulan yang condong di sebelah timur dengan acuan fase bulan dan bentuknya. Sekitar pukul dua dini hari, bisiknya pada diri sendiri.

Charly memasuki gerbang pemukimannya. Tampak sepi. Ia terus melangkah melewati beberapa rumah dengan pencahayaan lentera di terasnya. Ia berbelok memasuki sebuah pondok kayu dengan ornamen melengkung dan meliuk di setiap sisi tiang, jendela, dan pintunya. Ia menarik pintu kayu itu dan menggesernya ke arah kiri. Srekkk. pintu terbuka dan ia segera masuk. Bukan sesuatu yang mengherankan dengan tidak dikuncinya rumah itu. Memang semua rumah di sini tidak ada yang memiliki kunci atau semacamnya. Lagi pula penduduk di pemukiman itu semuanya bersaudara. Kalaupun sesuatu hilang, biasanya mereka akan merelakannya begitu saja.

Ketidakkhawatiran mereka juga tanpa alasan. Sejauh ini tidak ada orang asing yang berani datang dan mengusik ke tempat mereka. Kecuali satu. Pria berambut keriting yang datang dengan tujuan berkemah di pantai dan sengaja mereka selamatkan dari terkaman lima hyena pemberontak yang sampai saat ini masih berkeliaran. Pria itu adalah seseorang yang Patricia sempat sebutkan dalam daftar nama teman-temannya yang tewas. Hanya saja Patricia menyebutnya 'hilang'. Padahal pria gemuk itu ada di sini, di rumahku, gumam Charly saat kakinya sampai di ruangan kecil dengan sebuah meja kotak besar dan beberapa bangku berukiran mandala. Ia menatap pria gemuk berambut keriting yang sedang mendengkur di sudut ruangan dekat dengan ruang tamunya tanpa tahu seseorang tengah memperhatikan kedatangannya itu.

"Dari mana saja, Putraku?" tanya pria berjenggot putih yang duduk di salah satu bangku ruang tamu. Matanya tajam menusuk ke arah Charly.

Tidak mungkin ia mengatakan baru saja bertemu Patricia dan teman-temannya di pantai. Ia bisa dihukum mati oleh ayahnya jika membiarkan gadis itu berkeliaran dan ia tidak membawanya pulang-menculiknya. Sejak beberapa tahun belakangan Charly-lah yang sebenarnya ditugaskan untuk bolak-balik ke London mencari keberadaan Si-Darah-Murni, Patricia. Tapi pencariannya sama sekali tidak membuahkan hasil. Rumah gadis itu sudah pindah yang ia tidak tahu ke mana. Dan tiba-tiba dalam waktu dua puluh empat jam ini ia sudah bertemu gadis itu beberapa kali. Ia bahkan tidak berniat membawanya pada sang ayah setelah mengetahui gadis manis berumur 6 tahun itu sudah berubah menjadi wanita cantik yang mungkin bisa membuatnya jatuh cinta. Ia tidak bisa membawanya. Tidak akan pernah! Tidak jika hanya akan membuat mata kelabu itu mematung di bawah sinar bulan purnama kedua!

Sentimen untuk mempertahankan Patricia seakan begitu kuat. Ia begitu mantapnya mengatakan tidak pernah rela membuat gadis manis yang ditemuinya 15 tahun lalu di London itu membeku. Jadi ia memilih kata-katanya. "Saya baru saja mengecek pelabuhan, Ayah..."

Charly rasa alasan itu cukup membuat ayahnya tidak mencurigainya karena keluar malam-malam begini.

"Tidak biasanya saja kau mengecek pelabuhan malam hari. Kau selalu melakukannya saat siang atau pagi hari."

Ternyata alasannya tidak cukup, rutuk Charly dalam hatinya.

"Saya lupa mengeceknya siang tadi, Ayah."

Padahal seharian kemarin Charly juga belum sempat mengecek pelabuhan yang akan didatangi Kapal Pasar dari London. Ia bahkan tidak ingat sama sekali sampai ayahnya bertanya dan ia sibuk mencari alasan yang tepat untuk dikatakan.

Pria berjenggot putih yang Charly sebut ayah itu mengangguk-angguk. Charly menghela napas. Lega.

"Bagaimana kondisi Ricky, Ayah?" tanya Charly seraya duduk di hadapan ayahnya.

"Si gembul ini sepertinya masih agak shok. Dia bahkan sempat merengek padaku meminta pulang secepatnya. Dia ingin aku mengantarnya pada teman-temannya di pantai selatan. Aku bilang saja tidak bisa. Aku memintanya tetap tinggal. Lalu entah bagaiamana aku berjanji padanya akan mengantarnya ke London. Setelah itu dia terlihat lebih tenang. Dan berkat ramuan ibumu akhirnya dia bisa tidur."

Charly mengangguk mengerti.

"Sepertinya mereka wajib kita basmi secepatnya, Putraku. Kita tidak mungkin membiarkan mereka menakuti wisatawan yang datang berkunjung kemari. Elena bahkan tadi menemukan beberapa selebaran di pantai dan hutan sebelah barat yang berisi sebuah peringatan. Itu adalah pesan dari pemerintah. Mereka mengancam akan memusnahkan kita jika kejadian ini terus berlanjut."

"Berarti pemerintah sudah mengutus seseorang kemari?"

"Tentu saja. Mereka sudah kemari dan membawa jenazah tiga orang wisatawan yang diserang kemarin pagi."

Mata Charly mengawang pada pojok langit-langit rumahnya. Ia berpikir sesuatu.

Wajah ayahnya menegang. Ada api yang menyala di mata pria 70 tahun itu. "Haha, aku saja masih bingung dengan pembatalan perjanjian darah, sekarang malah bertambah masalahku. Mereka berlima itu tidak layak hidup! Tindakan mereka sangat kekanakan. Mereka membuat keributan dengan menyerang manusia dan menantang pemerintah. Itu sama saja mempertaruhkan nyawa kita semua demi perut mereka! Benar-benar sialan!"

Charly tidak berkomentar. Ayahnya lalu pergi dan menghilang di balik pintu kamarnya.

Charly membenamkan wajahnya di lengannya yang terlipat. Hatinya kembali bergumam, "Jadi mungkin utusan pemerintah itu datang bersama kapal yang membawa teman-teman Patricia. Tapi kenapa mereka meninggalkannya? Aku yakin tidak salah dengar bahwa Patricia pernah bilang tentang pesannya pada Whitney untuk mencarinya jika tidak kembali sampai polisi tiba. Aku harus mencari tahu kenapa polisi tidak mencari mereka padahal polisi-polisi itu menyebarkan pesan untuk kami. Sekali lagi, aku tidak mungkin bertanya tentang polisi-polisi itu dan memberitahu ayah bahwa masih ada orang yang tertinggal di pulau ini. Terlebih salah satu dari mereka adalah yang saat ini sedang ayah cari."

***bersambung***


Jangan lupa vote dan comment yaa... (^_^)

The Protecting Blood Where stories live. Discover now