| 25 |

4.8K 464 22
                                    

Lagi-lagi handphone Bulan berhenti bergetar.

Ini sudah ke sepuluh kalinya Bumi menghubungi Bulan, namun tak ada satu pun panggilan yang ia jawab. Bukannya Bulan kesal atau marah karena waktu Bulan menghubungi Bumi ia masih tertidur, tapi karena Bulan sudah tidak tahu harus berkata apa pada laki-laki itu.

Karena sebelumnya, Bulan sudah bertekad untuk memutuskan hubungannya dengan Bumi. Namun kini niat kembali goyah. Bulan tidak sanggup melihat Bumi bersedih karena tau kalau selama hampir sepuluh bulan ini Bulan tidak memiliki perasaan apa pun padanya.

Perasaan Bulan masih seutuhnya milik Venus, laki-laki yang dua jam lalu akhirnya pergi meninggalkan Bulan tanpa sepatah kata pun. Ya, Venus meninggalkannya begitu saja setelah Bulan mengucapkan kalimat yang menurutnya sudah sangat melukai perasaan Venus.

Karena sebenarnya, Bulan benar-benar beruntung bisa bertemu dengan Venus.

Bukannya menghubungi Bumi untuk menjawab panggilannya, Bulan justru mencari kontak lain. Sekarang adalah waktu untuk meluruskan semuanya, seperti apa yang Venus katakan padanya.

"Halo, Mars, ya ya nggak perlu berlebihan, gue nggak marah kok sama lo, gue tau lo bingung harus memilih antara gue atau Venus, iya kan? Nggak perlu di bahas lagi, hmm, gue mau mengajui permintaan ketiga. Masih berlaku, kan?"

Setelah meluruskan hubungannya dengan Marcus, yang harus Bulan lakukan adalah memikirkan bagaimana cara menjelaskan kepada Bumi yang sebenarnya terjadi selama ini.

Di saat Bulan tengah menyusun hal-hal yang akan ia lakukan ke depan nanti, tiba-tiba saja suara ketukan pintu terdengar dari lantai satu. Bulan yang merasa sudah membaik, berjalan dengan langkah santai menuju pintu utama keluarga Mezza untuk membukakan pintu pada si-entah-siapa.

"Bulan,"

Laki-laki dengan hoodie abu-abu yang pernah Bulan berikan saat ulang tahunnya berdiri di hadapannya saat ini.

"Bumi?" Bulan kaget bukan main saat melihat Bumi dua puluh menit yang lalu masih berusaha menghubunginya kini berdiri di hadapannya.

"Kamu kenapa? Baik-baik aja kan? Kenapa telepon aku nggak diangkat? Kamu marah aku ketiduran? Astaga, maaf deh kalau aku ketiduran." Bumi langsung mengecek keadaan Bulan dari ujung kepala hingga kaki.

Bulan terkekeh, "Bumi, Bumi, aku baik-baik aja, nggak perlu berlebihan. Dan aku nggak pernah marah hanya karena kamu ketiduran. Kalau aku marah sekarang, kenapa minggu lalu aku nggak marah waktu kamu tidur pas aku lagi seru-serunya cerita?"

Bumi tersenyum lebar ketika akhirnya bisa melihat senyum di wajah gadisnya lagi. Rasa khawatirnya sirna begitu saja saat akhirnya ia bisa membawa gadisnya ke dalam dekapannya.

Dan untuk kesekian kalinya, Bulan merasa jahat karena telah membohongi Bumi dan yang pasti perasaannya.

Venus & BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang