| 7 |

6.9K 718 20
                                    

Bulan mengaduk teh hangat yang baru saja ia buat dengan perlahan, membuat Venus yang duduk di hadapannya memperhatikan kegiatan kecil yang Bulan lakukan.

Bulan sendirian dirumah yang terbilang cukup besar sampai kedua orang tuanya pulang dari kantornya larut malam. Dan dulu, saat Bulan dan Venus masih bersama, laki-laki itu akan tinggal hingga salah satu dari orang tua Bulan pulang.

Dan sepertinya, hari ini Venus akan melakukan hal yang dulu pernah ia lakukan. Venus tidak ingin meninggalkan Bulan sendirian--lagi.

"Minum, Ven." Bulan mendorong cangkir berisikan teh hangat yang baru saja ia buat untuk mereka berdua.

Venus mengambil cangkir dan mengangkatnya hingga sejajar dengan wajahnya. Laki-laki itu memejamkan kedua matanya ketika asap hangat menerpa wajahnya. Salah satu kebiasaan Venus jika meminum minuman hangat, dan Bulan sudah tidak merasa asing dengan kebiasaan tersebut.

"Tadi, kenapa lo bisa sampe masuk ke gudang tua itu?" Bulan mencoba membuka obrolan ketika menyadari kalau tak ada tanda-tanda Venus akan memulai pembicaraan.

"Oh itu, dikejar Bu Ratih," jawab Venus dengan tawa pelan kemudian meminum teh hangatnya perlahan seakan-akan teh hangat yang ia minum sekarang ini adalah teh terakhir yang ia minum.

Bulan memiringkan kepalanya, kedua matanya memandang Venus lurus. "Dikejar kenapa?"

Venus menggoyang-goyangkan kakinya, mengisyaratkan Bulan untuk melihat bagian kaki Venus. "Celana gue kecil," jawab Venus dengan cengiran lebar di wajahnya.

Bulan tersenyum cukup lebar saat itu setelah mendengar jawaban dari Venus. Laki-laki di hadapannya melihat senyum manis Bulan, ia menikmati kesempatan emasnya dengan sebaik mungkin, karena mustahil baginya lagi untuk membuat Bulan tersenyum seperti itu dengan Venus sebagai alasan di baliknya.

"Dan lo sendiri tadi kenapa bisa ada di gudang tua itu sendirian?" tanya Venus ketika menyadari kalau Bulan tak akan bertanya lagi padanya. Venus tak ingin kesempatan ngobrol berdua dengan gadisnya berakhir begitu saja seperti ini.

"Kabur dari kelas. Bosen pelajaran Pak Tito." jawab Bulan seadanya. Ia memang mengatakan hal yang sebenarnya terjadi, namun ada satu hal lagi yang lebih penting dari sekedar kabur saat jam pelajaran dan lebih memilih untuk menyendiri di gudang tua tersebut.

Venus terkekeh pelan, "Tumben banget kabur pelajaran, dulu kan lo paling ogah kabur waktu jam pelajaran, apalagi jamnya Pak Tito." kata Venus ringan, tidak memiliki maksud apapun di baliknya.

Bulan yang sebelumnya sedang asik bermain dengan bibir cangkir yang hangat karena isinya masih setengah, mengangkat kepalanya ketika mendengar kata-kata Venus dan menemukan laki-laki itu juga tengah menatapnya lurus di manik mata. Untuk sesaat mereka saling pandang, seperti mencari sesuatu dari balik sepasang bola mata hitam keduanya.

Venus berdeham dan langsung memutuskan kontak mata dengan Bulan. Ia kembali mengajukan pertanyaan untuk melanjutkan jalannya obrolan mereka sore itu. "Tapi, kenapa lo milih gudang tua itu buat kabur? Kenapa nggak kantin atau ya tempat yang lainnya?"

Bulan menimang jawaban apa yang akan ia berikan kepada Venus. Dan menurutnya, tidak ada salahnya bukan untuk menjawab secara terang-terangan kepada laki-laki yang faktanya tidak ada lagi hubungannya dengan dirinya?

Untuk itu Bulan menjawab, "Karena gudang tua itu layaknya gue,"

Venus tidak mengerti maksud dari ucapan Bulan, ia bertanya, "Maksudnya?"

"Gudang tua itu layaknya gue; sama-sama diabaikan."

Venus & BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang