| 18 |

5K 464 5
                                    

Bulan berjalan dengan langkah pelan menuju pintu gerbang sekolah Harapan Bangsa. Earphone-nya sudah terpasang dengan sempurna di kedua telinganya dan tengah mengalunkan lagu-lagu di playlist-nya hingga akhirnya seseorang menepuk pundaknya.

"Hey," Bulan menoleh ke arah datangnya pemilik suara tersebut. Sebenarnya, tanpa perlu melihat siapa orangnya pun Bulan sudah tau jawabannya. "Bumi," perempuan itu membentuk senyum simpul di wajah manisnya.

"Yuk, pulang." Bumi menggenggam tangan kiri Bulan yang bebas menggantung kemudian menuntun perempuan itu ke arah motor sport miliknya. Bumi lebih dulu naik ke atas motor kemudian diikuti Bulan setelahnya.

Selama perjalanan, Bulan hanya diam sambil menikmati lagu yang memenuhi pendengarannya. Karena bosan, Bulan merentangkan kedua tangannya lebar-lebar, membuatnya memejamkan kedua matanya dan menikmati hembusan angin yang menerpa wajah cantiknya.

Dalam diam, Bumi hanya memperhatikan gadisnya dengan senyum yang mengembang tanpa ia sadari. Sudah hampir sepuluh bulan mereka bersama, namun rasanya seperti mereka baru saja bertemu. Bumi selalu jatuh pada pesona Bulan. Dan Bumi merasa sangat beruntung bisa memiliki Bulan.

Merasa ada yang memperhatikannya, Bulan mendapati Bumi yang tengah memperhatikannya lewat kaca spion motornya. Karena malu, Bulan bersembunyi di balik punggung Bumi kemudian memeluknya erat. Untuk beberapa saat, Bulan merasa sangat nyaman dan hangat. Seandainya saja ia bisa menjaga perasaannya untuk laki-laki yang berada di pelukannya saat ini, mungkin Bulan tidak akan lagi pernah merasa bersalah.

Di samping itu semua, Marcus sedang menenangkan dirinya dengan pergi ke toko buku yang tak jauh dari sekolahnya. Tak ada yang tau selain Venus kalau Marcus sangat suka membaca, karena kebanyakan orang hanya menilai Marcus adalah laki-laki playboy yang senang memainkan hati perempuan. Padahal, Marcus merupakan penggemar berat novel misteri.

"Mas, bisa tolong ambilin buku yang paling atas nggak?" Di tengah pencarian bukunya, tiba-tiba saja suara seorang perempuan yang ia tak kenalnya membuat Marcus menoleh. Seorang perempuan yang ternyata benar tengah memohon kepadanya berdiri di sana.

"Yang ini?" Marcus menunjuk sebuah novel tebal terbitan lama, gadis itu mengangguk cepat dengan senyum merekah di wajahnya. "Makasih banyak," ucap gadis itu dengan riang sambil menatap Marcus lekat.

"Lain kali jangan asal panggil mas-mas aja, liat dulu seragam apa yang di pakai." canda Marcus.

"Terus gue harus manggil apa?" tanya gadis itu dengan tatapan bingung. "Kenalin, gue Marcus. Dan lo?" Marcus mengulurkan tangan kanannya di udara, menunggu sejenak hingga akhirnya gadis itu menyambut uluran tangannya dan menyebutkan sederet nama yang Marcus rasa pernah ia dengar sebelumnya.

"Zola Skyla, panggil aja Zola."

Venus & BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang