| 20 |

5.1K 512 4
                                    

"Ven, gue bisa jelasin semuanya."

Marcus menghampiri Venus, membuat jarak yang begitu dekat dan memelankan suaranya dari Bulan. Sementara gadis itu hanya terdiam dan masih tidak percaya bahwa orang yang selama ini ia hindari sekarang berada tepat di hadapannya, di ruangan yang sama dengannya saat ini.

Bulan memperhatikan Venus dan Marcus berbicara, ia tidak mendengar banyak, namun ia tau kalau Marcus tengah menjelaskan apa yang sedang terjadi. Bulan tidak ingin ambil pusing, memang itu sudah tugas Marcus dan seharusnya memang ia yang bertanggung jawab.

Venus membasahi tenggorokkannya yang terasa begitu kering sebelum akhirnya membuka suara. "Marcus, bisa tinggalin kita berdua di sini?"

Marcus yang benar-benar merasa bersalah sudah ikut campur dengan hubungan mereka memilih untuk menerima permintaan Venus. Sudah waktunya ia untuk mundur, dan membiarkan sahabatnya menyelesaikan semua masalah yang tengah ia hadapi. Lagi pula, ini perasaan, bukan rasa-rasa minuman yang gambang di jual dan beli.

Marcus menatap Bulan yang juga sedang menatapnya dengan tatapan permohonan agar tidak meninggalkan Venus dan Bulan berdua di dalam gudang tua ini. Untuk kali ini, Marcus tidak dapat mengabulkan permintaan Bulan. Sekarang, ia harus berada di pihak Venus.

"Sorry, Lan." bisik Marcus sebelum akhirnya membuka pintu dan keluar dari gudang tua tersebut.

Tak ada yang berbicara setelah itu. Bulan yang diam seribu bahasa dan Venus yang sibuk dengan ribuan pertanyaan yang berputar di dalam kepalanya.

"Bulan,"

"Venus."

"Gue tau, sampai kapan pun gue nggak akan pernah dapat maaf dari lo, karena gue juga nggak akan pernah bisa memaafkan diri gue sendiri. Saat itu gue bodoh karena lebih milih Auriga dan meninggalkan lo gitu aja." Venus tampak begitu gusar, dan sorot matanya terlihat jelas menandakan kalau ia lelah.

"Tapi gue sadar, setelah Auriga meninggal... yang gue lakukan selama ini salah." Venus menatap Bulan, gadisnya yang dari dulu selalu suka berambut sebahu itu. Ia sadar, wajah Bulan menirus dan tampak lingkar hitam di bawah matanya semakin jelas.

Gadis yang bernama lengkap Bulan Mezzaluna itu mengangkat kepalanya yang sedari tadi tertunduk kemudian mempertemukan pandangannya pada kedua mata dalam Venus.

"Ya, lo baru sadar semuanya salah di saat Auriga udah meninggal. Di saat lo udah kehilangan dia, akhirnya lo kembali lagi ke gue. Demi Tuhan, Venus, memangnya selama ini gue lo anggap apa? Lo datang dan pergi begitu aja seakan gue adalah sebuah alkohol yang hanya bisa lo jadikan pelarian dan dia adalah teh yang selalu lo minum setiap hari.

"Lo lebih memilih Auriga di bandingkan gue yang pada saat itu statusnya jelas sebagai pacar seorang Venustra Surya! Where have you been, Venustra? Sebisa mungkin gue mencoba untuk sabar dan menunggu lo sadar kalau lo telah menyakiti perasaan gue serta menyianyiakan kesempatan lo. Jangan pernah berpikir kalau hanya lo yang butuh di jaga perasaannya, gue juga punya perasaan yang butuh di jaga, Venus."

Tanpa menunggu jawaban dari Venus, Bulan sudah berlari keluar dari gudang tua itu, meninggalkan Venus yang hanya bisa menatap kepergian Bulan dengan perasaan yang semakin bersalah dan bimbang.

Venus & BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang