32. Hampir Selesai

4.9K 205 3
                                    

Aku tahu, aku sering kali berbuat ceroboh dan menimbulkan kejadian yang bodoh. Aku hampir saja kehilangan darah dagingku sendiri jika proses bed rest itu tidak dilakukan. Tidak banyak orang yang menyudutkanku pada situasi seperti ini. Bahkan Papaku sendiri sempat mewanti-wanti agar aku lebih mementingkan nasib janin yang nantinya akan menjadi replika diriku dan Vano ketimbang diri sendiri.

Sampai detik ini pun Mamaku belum siuman, Rendy mengatakan Mama dalam keadaan antara hidup dan mati. Meski bukti yang terkumpul belum sepenuhnya, tetapi aku yakin dalang dibalik semua ini adalah calon saudara tiriku. Alexis Johansson mungkin belum tahu bagaimana kelakuan putra semata wayangya itu, tetapi aku sendiri sudah bersumpah akan memberitahukannya jika kesempatan itu datang.

Sudah 2 minggu aku bed rest dan semenjak kejadian di club malam itu, Acha menghilang. Aku kehilangan kontak beritanya. Vano sudah menyuruh Stevent dan Mario untuk mencari, tetapi Acha tetap tidak berhasil ditemukan. Pikiranku semakin melayang entah kemana, isi kepalaku terpecah menjadi beberapa pemikiran, diantaranya tentang kesehatanku dan juga Mama, kepergiaan Acha yang mendadak, dan aku bahkan sempat takut dia frustasi dan melakukan hal yang tidak semestinya dia lakukan mengingat perlakuan si brengsek pada gadis malang seperti Acha. Tetapi di balik itu semua, Vano tetap mensupportku, saat ini dia menjadi sosok laki-laki termanis yang pernah aku temui. Ibu tiriku dan kedua mertuaku juga sering kali menjenguk, menanyakan bagaimana kondisi kesehatanku dan tentu saja calon cucu mereka.

Pintu ruang kamar rawatku terbuka, menampilkan sesosok laki-laki yang amat aku sayangi. "Sudah merasa baikan? Hmm?" Aku tertawa kecil mendengar penuturannya, Papaku memang pandai menghibur meski ia tak punya sosok jiwa humoris dalam dirinya.

"Seharian ini Papa sudah menjengukku lebih dari 3 kali dan selalu menanyakan hal yang sama. Memangnya Papa tidak bosan, Huh?" Papaku tergelak, tawanya membangkitkan semangat dalam diriku.

"Tentu tidak, Sayang. Kenapa kamu bertanya seperti itu? Kamu bosan ya melihat Papa selalu kemari?" Aku tersenyum geli, wajah Papa begitu menggemaskan dan nada suaranya terdengar sangat lucu.

"Bukan begitu. Papa hanya terlalu berlebihan, aku kan bukan anak kecil lagi." Aku merajuk dan itu membuat Papa ambil alih untuk menduduki kursi disamping bangsalku. Tangannya terulur mengusap lembut puncak kepalaku.

"Anak kecil atau bukan, di mata Papa, kamu tetap seperti gadis kecil yang Tiarra lahirkan 17 tahun lalu." Ooh, pernyataan Papa yang ini membuatku tertegun.

"Papa juga akan tetap menjadi Papaku yang akan selalu aku sayangi." Balasku teramat pelan. Papa mencodongkan tubuhnya kemudian mencium keningku dengan penuh kasih sayang. Hingga suara deheman yang cukup ku kenal terdengar menginterupsi moment antara aku dan Papa.

"Sepertinya aku baru saja mengganggu acara Ayah dan anak disini." Aku tertawa mendengar Rendy berkata begitu. Dokter tampan yang sudah ku anggap seperti Kakakku sendiri ini memang paling bisa meledek.

"Bilang saja iri." Balasku tak mau kalah dan Rendy hanya tersenyum. Ia mulai menjalankan tugasnya sebagai Dokter yaitu memeriksa kondisi kesehatanku.

Tak lama setelah kedatangan Rendy, Vano juga datang, mengisi kesempurnaan diruangan ini karena dipenuhi orang-orang yang aku sayangi. "Hai Sayang." Sapa Suamiku sambil mencium pipi kananku dengan lembut membuat Papa berdehem dan Rendy menatap dengan senyuman jahil.

"Halo Pa, Hai Ren." Kini Vano ganti menyapa Papa dan Rendy. Mendadak setelah kehamilanku, hubungan antara Vano dan Rendy mulai tak setegang dulu. Mereka berdua terlihat sama-sama dewasa dalam menyikapi segala hal sekarang ini, mengingat ada tugas tambahan yang harus mereka jaga, yakni calon anakku.

"Aku sudah mengumpulkan bukti yang ada melalui Maliq." Sebuah percakapan dibuka oleh Vano, dari dalam tas ransel hitamnya, Suamiku mengeluarkan dua buah map berisikan data penting kemudian menyerahkannya satu padaku dan satunya lagi pada Papaku. Kami berempat termasuk Stevent dan Mario juga Maliq yang jauh disana memang menyusun rencana untuk mengumpulkan bukti-bukti lain untuk kasus Mama dan juga Acha untuk orang yang sama yang akhir-akhir ini kami curigai, Alan Johansson.

Secret AdmirerWhere stories live. Discover now