16. Seriously?

7.6K 312 3
                                    

Malam semakin larut. Oh Tuhan, sampai jam berapa pesta pernikahan ini masih akan terus berlanjut? Aku melirik layar Iphone ku, sudah jam 23.00 rupanya. Harus berapa lama lagi? Aku lihat para undangan semakin ramai berdatangan. Sebenarnya Venna dan Mario mengundang berapa banyak tamu sih? Gerutuku sebal dalam hati.

Beruntung Oma tak mengikuti pesta ini sampai malam begini. Kalau iya, mungkin beliau akan merengek dan meminta pulang, karena jujur Oma tidak terlalu menyukai pesta semacam ini -seperti aku-. Mengingat Venna adalah sahabatku maka ku buat senyaman mungkinlah. Kapan lagi aku bisa membahagiakan sahabatku ini setelah nanti ia akan mempunyai kehidupan yang baru.

"Gue ngantuk." Keluh Annisa padaku. Kami kembali duduk di kursi putih bermeja bundar ini. Keadaannya seperti beberapa jam yang lalu, tetapi lebih kacau sekarang.

Aku menatap Annisa dengan mata yang tak kalah sipit darinya. "Gue juga." Kataku singkat.

Annisa menyandarkan kepalanya di pundakku. Ooh, gadis ini benar-benar mengantuk sekali rupanya. "Makanya lo jangan mengobati kegalauan lo dengan pakai obat tidur kebanyakan dong."

Annisa lantas mengangkat kepalanya dan menatapku menyeringai saat mendengar pernyataanku barusan. "Sialan! Lo pikir gue alay-alay zaman sekarang." Belanya pada diri sendiri.

Aku mengangkat pundakku. "Semua orang kalau galau lupa batasannya." Kataku datar.

"Menurut lo? Gue begitu? Kalau iya, bukan obat tidur yang gue pakai lagi. Obat serangga sekalian!" Aku tertawa kecil mendengar penuturan Annisa yang terlihat sebal itu.

"Ngomong sama lo bikin perut gue lapar, ambil makanan yuk." Ajak Annisa yang langsung membuatku berhenti tertawa. Aku menghela nafas. Sejam yang lalu aku baru saja makan bersama Vano. Sekarang makan lagi? Yasudahlah, apa boleh buat.

Kami berdua terpaksa mengikuti antrian yang cukup panjang ini. Untuk mendapatkan sepiring nasi. Banyak juga ternyata yang lapar menjelang tengah malam begini.

"Ini kita ngantri makanan apa dana sosial sih?" Lagi-lagi aku kembali tertawa mendengar celotehan Annisa.

"Sabar sih. Emang galau bisa bikin orang lapar terus ya?" Annisa menatap ke arah ku dengan menaikkan sebelah alisnya.

"Kalau galau bikin lapar terus, mending gue galau mulu kalik ya. Biar gue cepat gemuk." Kataku dengan bodohnya. Abis yang aku lihat begitu kenyataannya.

"Stop pura-pura bodoh. Tiap hari pas SMA juga lo galau terus, gak sadar?" Aku memanyunkan bibirku. Rasanya malu sekali mengingat kejadian yang sudah berlalu seperti itu.

Saat aku masih bermanyun ria seperti sekarang, tiba-tiba Annisa menurunkan pundakku secara paksa. Alhasil kami berjongkok di balik meja yang diatasnya tertata rapih oleh makanan yang lezat ini.

"Ada apaan sih?" Ucapku kesal. Kaget tau di suruh jongkok tiba-tiba.

"Ada bokap lo." Kata Annisa sambil melirik ke arah kanan dan kirinya.

"Hah?" Ucapku tak percaya.

"Sama nyokap tiri lo." Katanya lagi dengan posisi yang sama.

Aku setengah berdiri untuk memastikan apakah yang Annisa katakan benar atau tidak. Oh, shit! Ternyata benar! Untuk apa Venna dan Mario mengundang orang tuaku ke acara ini?

"Katanya semua wali murid di SMA di undang." Terang Annisa seperti menyahut isi pikiranku.

"Terus orang tua lo mana?" Annisa menghela nafas sambil memutar kedua bola matanya cepat. "Kayak gak tau mereka aja."

Setelah keadaannya cukup aman. Kami berdua kembali berdiri. Kenapa sih harus ada kehadiran orang tua disini? Ada pula Amanda. Sudah tau aku akan malas bertemu mereka disini. Setiap kali ketemu Papa dan Amanda, aku hampir tidak pernah memberi kesan baik pada mereka. Apa maksudnya jika aku harus merusak kebahagiaan Venna dan Mario dengan melihat wajah Amanda nanti. Syukur-syukur aku berdoa agar mereka tak melihatku.

Secret AdmirerWhere stories live. Discover now