18. Dangerous

6.3K 271 22
                                    

Aku sampai di sebuah Rumah Sakit tempat dulu Venna memeriksakan kandungannya beberapa bulan yang lalu. Kami semua mendorong bangsal yang diatasnya tergeletak Venna yang sedang mengalami pendarahan menuju ke Unit Gawat Darurat. Rendy selaku Dokter yang menangani Venna sudah lebih awal masuk ke dalam UGD untuk menyiapkan beberapa peralatan yang dibutuhkan untuk memeriksa ibu hamil yang bernotabene sahabatku ini.

Kami semua cemas menunggui keterangan Rendy tentang bagaimana kondisi keadaan Venna dan tentu saja bayinya yang sedang di periksa di dalam ruang UGD. Mario terus-menerus merutuki dirinya yang mungkin sedang sangat merasa bersalah karena tak bisa menjaga istri dan calon anaknya dengan baik.

Aku dan kedua sahabatku lainnya juga kerap menangis karena takut terjadi apa-apa pada Venna. Ku lihat keluarga besar Venna dan Mario hadir di depan ruang Unit Gawat Darurat ini. Tante Sofia dan Tante Eva ikut menangis mendengar perihal kabar kondisi Venna kritis, terlihat Mas Alvin hadir disini memberi dukungan pada Mario bersama kedua ayah mereka, Om Marco dan Om Ray.

Aku benar-benar merasa bersalah. Mengapa aku terlalu mendorong Venna dengan sangat antusias. Shit! Aku kecewa pada diriku sendiri.

"Mari ku antar kamu mengobati lukamu." Aku mendongak ke asal suara yang menyapaku. Ooh, Mas Alvin.

"Narra gak apa-apa kok, Mas." Kataku dengan suara serak karena lelah sedari tadi menangis.

Mas Alvin menggapai lenganku kemudian membantuku berdiri, aku pun mengikuti kemauannya. Mas Alvin jadi merangkul pinggangku menggunakan lengan kokohnya. Saat itu pula Vano datang menyergap aku dan Mas Alvin bermaksud memisahkan.

"Biar aku saja." Kata Vano menggantikan sekaligus mengambil alih posisi Mas Alvin.

Aku merasa tak berdaya saat aku berdiri diatas kakiku sendiri. Rasanya lemas. Aku nyaris jatuh namun Vano segera menggendongku. Vano berjalan sambil menangkup punggungku dan kedua kakiku. Jika di jabarkan, posisinya seperti di sebuah film fenomenal yang romantis berjudul Fifty Shades of Grey. Vano berjalan seperti Mr.Grey dengan menggendong aku yang di perankan Annastasya Steele, but kali ini suasanya berbeda.

Aku sampai di sebuah ruang rawat. Dokter mulai mengobati luka di kening dan bagian belakang kepalaku. Perban mulai menggulung menjadi sebuah tumpukan di kepalaku ini. Suster juga menancapkan sebuah jarum infus di tangan kiriku. Dan Vano setia duduk disamping bangsal tempat ku berbaring. Ooh, aku sakit lagi.

"Kamu juga terluka." Ucapku pelan sambil mengusap darah yang masih bercucuran di pelipis kanan Vano menggunakan tangan kananku.

Mendapat perlakuan seperti itu, Vano langsung menepis tanganku dengan kasarnya. Ah, Vano kenapa berubah seperti ini.

"Aku mau kamu jelaskan kejadian ini." Katanya dengan sangat dingin.

Aku menghela nafas mencoba mengumpulkan kembali kata-kata yang masuk di akal untuk di cerna oleh seorang Stevano yang tak akan mudah percaya dengan apa yang terjadi padaku begitu saja.

"Aku mempunyai secret admirer." Vano tertawa mendengar kata-kata yang barusan ku utarakan. Ya, Vano, I know! Mana ada yang menyukaiku, makanya kamu ketawa begitu. Ucapku kesal dalam hati.

"Hanya orang bodoh yang mengagumimu, Narra." Kata Vano dengan sinisnya. Aku ikut terbawa suasana dengan menampilkan senyuman sinisku.

"Dan kamu salah satunya." Tukasku emosi.

"Hei, Dokter itu juga salah satunya." Sela Vano setengah berteriak.

Aku mengerutkan keningku menatap Vano tak percaya. Apa maksud dari perkataan Vano? Maksudnya ia cemburu dengan Rendy? Memangnya aku ada hubungan apa dengan Rendy sampai ia tak suka seperti itu.

Secret AdmirerDove le storie prendono vita. Scoprilo ora